Biaya Tes Covid-19 Dikeluhkan Masyarakat, Ini Solusinya
Rabu, 24 Juni 2020 - 09:32 WIB
JAKARTA - Pemerintah perlu menyubsidi biaya uji cepat atau rapid test Covid-19 agar terjangkau oleh masyarakat. Pesantren dan sekolah harus bekerja sama dengan dinas kesehatan setempat dalam melakukan tes Covid-19 kepada santri dan siswanya.
Pakar epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, seharusnya dinas pendidikan daerah bisa membayarkan biaya rapid test. Hal itu sama ketika pemerintah daerah (pemda) melakukan rapid test di tempat keramaian, seperti pasar dan mal.
"Kalau tidak ada kepentingan siapa-siapa, harus dibayar oleh individu tersebut. Misalnya, mau terbang itu yang perlu ya bayar. Akan tetapi, harusnya memang ada standar tes rapid," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu (24/6/2020).
Beberapa hari ini memang ramai tentang kewajiban tes Covid-19 dan membayar dengan biaya sendiri. Mereka yang mengeluhkan itu, antara lain, orang tua yang akan memasukkan anaknya ke pesantren dan maskapai penerbangan. ( ).
Masyarakat pun mempertanyakan peruntukan anggaran penanganan pagebluk Covid-19 yang sekarang sudah mencapai Rp905 triliun. Tri Yunis Miko mengusulkan beberapa cara untuk menekan biaya tes Covid-19, antara lain, pesantren memasukkan biaya tes Covid-19 itu ke dalam biaya pendaftaran.
"Jadi seolah-olah rapid test itu enggak bayar. Pesantren harus bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) untuk mendapatkan harga yang murah," terangnya.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) itu menerangkan, rapid test tidak menjamin seseorang bebas Covid-19. Jadi, pesantren tetap harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat ketika santri sudah masuk.
"Mulai sekarang pesantren patuh pada aturan Covid-19, jaga jarak, sekamar berapa orang itu, diatur. Hidup sehat. Kalau pesantrennya enggak sehat jangan dibuka," tuturnya.
Dia mengungkapkan seharusnya biaya rapid test di fasilitas kesehatan negeri tidak terlalu mahal. Idealnya, biayanya Rp150.000-200.000. Swasta biasanya mengambil untung yang lebih besar. ( ).
Biaya tes PCR pun semestinya bisa ditekan lagi. Saat ini, rata-rata biayanya sekitar Rp1,6 juta. Tri Yunis Miko menilai seharusnya bisa Rp1 juta. Pemerintah diminta menyubsidi biaya tes Covid-19 ini. "Kalau pemerintah bayar untuk dia (masyarakat) dan pemerintah juga. Kalau ketemu yang positif membantu surveillance, membantu penemuan kasus," pungkasnya.
Pakar epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, seharusnya dinas pendidikan daerah bisa membayarkan biaya rapid test. Hal itu sama ketika pemerintah daerah (pemda) melakukan rapid test di tempat keramaian, seperti pasar dan mal.
"Kalau tidak ada kepentingan siapa-siapa, harus dibayar oleh individu tersebut. Misalnya, mau terbang itu yang perlu ya bayar. Akan tetapi, harusnya memang ada standar tes rapid," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu (24/6/2020).
Beberapa hari ini memang ramai tentang kewajiban tes Covid-19 dan membayar dengan biaya sendiri. Mereka yang mengeluhkan itu, antara lain, orang tua yang akan memasukkan anaknya ke pesantren dan maskapai penerbangan. ( ).
Masyarakat pun mempertanyakan peruntukan anggaran penanganan pagebluk Covid-19 yang sekarang sudah mencapai Rp905 triliun. Tri Yunis Miko mengusulkan beberapa cara untuk menekan biaya tes Covid-19, antara lain, pesantren memasukkan biaya tes Covid-19 itu ke dalam biaya pendaftaran.
"Jadi seolah-olah rapid test itu enggak bayar. Pesantren harus bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) untuk mendapatkan harga yang murah," terangnya.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) itu menerangkan, rapid test tidak menjamin seseorang bebas Covid-19. Jadi, pesantren tetap harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat ketika santri sudah masuk.
"Mulai sekarang pesantren patuh pada aturan Covid-19, jaga jarak, sekamar berapa orang itu, diatur. Hidup sehat. Kalau pesantrennya enggak sehat jangan dibuka," tuturnya.
Dia mengungkapkan seharusnya biaya rapid test di fasilitas kesehatan negeri tidak terlalu mahal. Idealnya, biayanya Rp150.000-200.000. Swasta biasanya mengambil untung yang lebih besar. ( ).
Biaya tes PCR pun semestinya bisa ditekan lagi. Saat ini, rata-rata biayanya sekitar Rp1,6 juta. Tri Yunis Miko menilai seharusnya bisa Rp1 juta. Pemerintah diminta menyubsidi biaya tes Covid-19 ini. "Kalau pemerintah bayar untuk dia (masyarakat) dan pemerintah juga. Kalau ketemu yang positif membantu surveillance, membantu penemuan kasus," pungkasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda