Mitigasi Dampak Kenaikan Iuran JKN
Selasa, 23 Juni 2020 - 08:02 WIB
Ketika Perpres No. 75 Tahun 2019 yang ditetapkan tanggal 24 Oktober 2019 dirilis ke publik, paling tidak ada dua respons peserta atas kenaikan iuran ini yaitu peserta kelas 1 dan kelas 2 turun kelas perawatan, dan peserta menjadi nonaktif. Tentunya dengan dua respons ini, pendapatan iuran dari peserta mandiri berpotensi menurun.
Tentang respons turun kelas, membandingkan data peserta kelas 1 dan 2 di akhir Oktober 2019 dengan akhir Februari 2020, ada penurunan kepesertaan di kelas 1 sebanyak 854.349 orang (per 31 Oktober 2019 peserta kelas 1 sebanyak 4.400.791 orang, dan di 29 Februari 2020 menjadi 3.546.442 orang). Sementara itu, penurunan kepesertaan di kelas 2 sebanyak 1.201.232 orang (per 31 Oktober 2019 peserta kelas 2 sebanyak 6.660.191 orang, dan di 29 Februari 2020 menjadi 5.458.959 orang).
Selain potensi pendapatan menurun, banyaknya peserta yang turun kelas menyebabkan jumlah peserta kelas 3 semakin besar (per 29 Februari 2020 jumlahnya 155.013.529 orang atau 69,5%). Dengan jumlah tempat tidur di kelas 3 yang terbatas, 126.696 atau 40,78% (sumber : Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019, per 9 Januari 2019 ), peningkatan jumlah peserta kelas 3 ini akan menurunkan akses peserta PBI yang miskin mendapat ruang perawatan kelas 3, sementara peserta kelas 3 yang mampu akan dengan mudah naik ke kelas 2 menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan No. 51 Tahun 2018.
Terkait data peserta mandiri yang berstatus nonaktif, per 31 Desember 2019 ada 13.460.831 orang berstatus nonaktif, yang meningkat jumlahnya menjadi 14.834.910 orang pada 29 Februari 2020 (atau 48,8% dari total peserta mandiri sebanyak 30.394.456 orang). Dengan meningkatnya peserta nonaktif, berarti utang iuran juga meningkat, yang pada akhir 2019 jumlah utang iuran dalam sebulan sebesar Rp2,8 triliun, meningkat tajam menjadi Rp12,33 triliun pada 29 Februari 2020.
Respons di atas terjadi sebelum adanya pandemi Covid-19, dan belajar dari kondisi tersebut maka kehadiran Perpres No. 64 Tahun 2020 pada masa pandemi Covid-19 ini berpotensi lebih meningkatkan jumlah peserta yang turun kelas dan menjadi nonaktif lebih besar lagi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, ada beberapa upaya mitigasi yang bisa dilakukan BPJS Kesehatan, yaitu; pertama , merevisi ketentuan satu keluarga harus satu kelas perawatan, dengan membolehkan satu keluarga berbeda kelas perawatan; kedua , ketentuan pembayaran iuran tidak harus sekaligus satu keluarga, tetapi bisa bertahap per orang sebelum tanggal 10 setiap bulannya; dan ketiga , membolehkan perpindahan kelas perawatan tanpa persyaratan minimal satu tahun kepesertaan di kelas tertentu, seperti yang dilakukan ketika Perpres No. 75 akan diberlakukan.
Tentunya untuk mendukung ketiga hal tersebut Kementerian Sosial harus meningkatkan proses cleansing data PBI setiap bulannya, sehingga masyarakat yang menjadi miskin dapat segera menjadi peserta PBI. Walaupun disubsidi Rp16.500 per bulan, dengan kondisi saat ini, peserta kelas 3 yang miskin akan sulit membayar iuran Rp25.500 untuk satu keluarga.
Masyarakat berharap pemerintah lebih bijak menerapkan kenaikan iuran pada masa pandemi ini, sehingga hak konstitusional rakyat atas jaminan kesehatan benar-benar bisa tetap dimiliki.
Tentang respons turun kelas, membandingkan data peserta kelas 1 dan 2 di akhir Oktober 2019 dengan akhir Februari 2020, ada penurunan kepesertaan di kelas 1 sebanyak 854.349 orang (per 31 Oktober 2019 peserta kelas 1 sebanyak 4.400.791 orang, dan di 29 Februari 2020 menjadi 3.546.442 orang). Sementara itu, penurunan kepesertaan di kelas 2 sebanyak 1.201.232 orang (per 31 Oktober 2019 peserta kelas 2 sebanyak 6.660.191 orang, dan di 29 Februari 2020 menjadi 5.458.959 orang).
Selain potensi pendapatan menurun, banyaknya peserta yang turun kelas menyebabkan jumlah peserta kelas 3 semakin besar (per 29 Februari 2020 jumlahnya 155.013.529 orang atau 69,5%). Dengan jumlah tempat tidur di kelas 3 yang terbatas, 126.696 atau 40,78% (sumber : Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019, per 9 Januari 2019 ), peningkatan jumlah peserta kelas 3 ini akan menurunkan akses peserta PBI yang miskin mendapat ruang perawatan kelas 3, sementara peserta kelas 3 yang mampu akan dengan mudah naik ke kelas 2 menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan No. 51 Tahun 2018.
Terkait data peserta mandiri yang berstatus nonaktif, per 31 Desember 2019 ada 13.460.831 orang berstatus nonaktif, yang meningkat jumlahnya menjadi 14.834.910 orang pada 29 Februari 2020 (atau 48,8% dari total peserta mandiri sebanyak 30.394.456 orang). Dengan meningkatnya peserta nonaktif, berarti utang iuran juga meningkat, yang pada akhir 2019 jumlah utang iuran dalam sebulan sebesar Rp2,8 triliun, meningkat tajam menjadi Rp12,33 triliun pada 29 Februari 2020.
Respons di atas terjadi sebelum adanya pandemi Covid-19, dan belajar dari kondisi tersebut maka kehadiran Perpres No. 64 Tahun 2020 pada masa pandemi Covid-19 ini berpotensi lebih meningkatkan jumlah peserta yang turun kelas dan menjadi nonaktif lebih besar lagi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, ada beberapa upaya mitigasi yang bisa dilakukan BPJS Kesehatan, yaitu; pertama , merevisi ketentuan satu keluarga harus satu kelas perawatan, dengan membolehkan satu keluarga berbeda kelas perawatan; kedua , ketentuan pembayaran iuran tidak harus sekaligus satu keluarga, tetapi bisa bertahap per orang sebelum tanggal 10 setiap bulannya; dan ketiga , membolehkan perpindahan kelas perawatan tanpa persyaratan minimal satu tahun kepesertaan di kelas tertentu, seperti yang dilakukan ketika Perpres No. 75 akan diberlakukan.
Tentunya untuk mendukung ketiga hal tersebut Kementerian Sosial harus meningkatkan proses cleansing data PBI setiap bulannya, sehingga masyarakat yang menjadi miskin dapat segera menjadi peserta PBI. Walaupun disubsidi Rp16.500 per bulan, dengan kondisi saat ini, peserta kelas 3 yang miskin akan sulit membayar iuran Rp25.500 untuk satu keluarga.
Masyarakat berharap pemerintah lebih bijak menerapkan kenaikan iuran pada masa pandemi ini, sehingga hak konstitusional rakyat atas jaminan kesehatan benar-benar bisa tetap dimiliki.
(thm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda