Paradigma Monoloyalitas IDI

Kamis, 12 Mei 2022 - 14:43 WIB
Di negara-negara maju, setiap spesialisasi kedokteran memiliki payung organisasi. Namun semua organisasi ini akhirnya bermuara pada satu organisasi utama yang menjadi rumah besar mereka. Di Amerika, rumah besar mereka bernama American Medical Association (AMA). AMA menghimpun lebih 190 organisasi profesi dari berbagai spesialisasi dan state dengan jumlah anggota melebihi 300.000 dokter. Misi mereka banyak dan krusial. Salah satunya, mewakili suara tunggal dokter saat dealing dengan berbagai institusi, termasuk pengadilan dan lembaga legislatif. Di Inggris, mereka juga punya rumah besar dokter bernama British Medical Association (BMA). Perannya lebih sangar lagi. BMA bukan hanya muara organisasi profesi tetapi juga sebagai trade union yang memperjuangkan hak-hak dokter. Kegiatan mereka men-support dokter, mulai dari awal membangun karier hingga pensiun.

Perlukah Dualisme?

Meski pendirian organisasi bebas dilakukan, dualisme organisasi profesi dokter di Indonesia belum diperlukan saat ini.

Pertama, dokter-dokter di Indonesia memiliki tantangan kontemporer dan futuristik yang membutuhkan sinergisme dan penyatuan suara dan sikap (unified voice and action). Tantangan ini sangat kompleks, jelimet dan sensitif. Tantangan kontemporernya meliputi penjagaan standar etika dan profesi, perbaikan kesejahteraan dokter, kecukupan dan distribusi simetris dokter serta penataan hubungan sinergis dan produktif dengan masyarakat dan institusi lain. Pada tatanan futuristik, para dokter perlu memformulasikan kesiapan menghadapi beragam bencana kesehatan, potensi biological weapon and war, penyambutan era 5.0 dengan perangkat artifisial inteligensia dan robotik, internasionalisasi dokter serta eskalasi standar etik. Tantangan kompleks ini tidak bisa diantisipasi bila ada lebih satu organisasi profesi. Dualisme menyebabkan kesulitan-kesulitan membangun kesepahaman terhadap isu krusial. Bahkan dualisme sangat rentan memicu clashes of opinion and action, yang ujung-ujungnya mendegradasi standar dan kualitas layanan kedokteran. Masyarakat dan profesi dokter terugikan.

Kedua, PDSI ingin melakukan reformasi kedokteran Indonesia. Niat ini bagus, namun perlu artikulasi lebih jelas. Reformasi apa yang ingin dilakukan? Apa memang ada kebutuhan mendesak (urgent need) untuk melakukan reformasi dengan membentuk organisasi baru? Mengapa tidak dilakukan dengan kendaraan IDI yang sudah established? Dibanding berbagai organisasi profesi di Indonesia, IDI termasuk top rangking dalam kuantitas dan kualitas kegiatan. Mereka kokoh menjaga marwah, kualitas dan kenetralan. Sampai saat ini tidak ada konflik krusial di IDI. Artinya, IDI on the track. Lantas mengapa perbaikan tidak digaungkan lewat organisasi yang established dan on track? Tidak bisa dipungkiri, IDI memang masih memiliki sejumlah hambatan dan kekurangan. Sebagaimana organisasi lain, ia belum sempurna. Tetapi kendala-kendala ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan komunikasi dan kesepahaman. Bukan dengan memisahkan diri, membuat organisasi baru dan menggaungkan sikap anti-tesa terhadap organisasi yang telah eksis.

Ketiga, PDSI menyatakan telah mengantongi izin Kemenkumham. Info yang beredar, izinnya adalah sebagai organisasi kelompok masyarakat dan bukan kelompok profesi. Artinya, secara legal PDSI bukan representasi dokter. Ini tentu beda dengan IDI yang merupakan organisasi profesi yang memiliki ciri-ciri khusus, yaitu memiliki keahlian (expertise), bertanggungjawab (responsible), kesejawatan (corporateness) dan etik (ethics). Karena izinnya sebagai kelompok masyarakat dan bukan organisasi profesi, sangat tidak tepat bila PDSI ingin mengutak-atik apalagi mereformasi profesi dan aturan kedokteran. Bagaimana bisa kelompok non-profesi mengatur standar-standar profesi? Terlihat bahwa terdapat mismatching antara status kelembagaan dan visi yang diemban oleh PDSI.

Keempat, hampir semua perhimpunan-perhimpunan spesialisasi dan peminatan kedokteran di Indonesia solid mendukung IDI sebagai rumah besar. Tidak ada friksi; satu suara. Mahkamah Konstitusi juga telah memutuskan bahwa IDI adalah satu-satunya organisasi profesi yang diakui oleh pemerintah. Jadi secara de facto dan de jure, IDI adalah satu-satunya rumah besar yang disepakati. Bila ingin berkontribusi, PDSI sebaiknya bisa berinklusi dengan IDI yang hingga kini disepakati sebagai rumah besar oleh para dokter Indonesia. Bukan mengambil sikap antitesa; yang ujung-ujungnya merugikan profesi dan masyarakat. Dunia saat ini membutuhkan kolaborasi dan inklusifme; bukan separasi dan eksklusifme.

Intinya, meski tidak ada larangan mendirikan organisasi baru, nilai kepatutan, ketepatan dan representasi perlu dipertimbangkan saat mendirikan organisasi baru. Sebuah organisasi baru dapat efektif dan bermanfaat bila pendiriannya feasible, kredibel dan representable. Bila tidak, ia hanya akan menjadi organisasi stempelan. Terkait IDI, hingga kini organisasi ini telah menisbahkan dirinya sebagai organisasi yang kredibel, on the track dan didukung ratusan ribu anggota. Dengan kondisi ini, sangat dipertanyakan euforia mendirikan organisasi profesi dokter di negeri ini.

Baca Juga: koran-sindo.com

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More