RUU TPKS Tak Mencantumkan Pemerkosaan dan Aborsi, Pakar Hukum Ungkap Fakta Ini
Jum'at, 08 April 2022 - 18:08 WIB
Ia menegaskan, keberadaan pengaturan pemerkosaan di RUU TPKS tidak masalah dicantumkan meskipun nanti akan adalagi tercantum dalam RUU KUHP.
"Menurut saya tidak akan ada redundant. Tidak masalah kalau pemerkosaan dan aborsi ada di RUU TPKS meskipun nanti akan diatur dalam RUU KUHP. RUU TPKS ini bukan soal hukuman lebih tinggi tapi bagaimana penanganan kasus untuk kepentingan korban," jelas Bivitri.
Ia memberikan contoh terkait ada seorang perempuan yang melapor ke kepolisian karena sudah menjadi korban kekerasan seksual pemerkosaan.
"Misalkan, ada korban datang lapor ke polisi bukannya dilayani secara psikologis malah ditanya kenapa kamu pulang malam, itu terjadi. Dengan RUU TPKS ini itu semua diubah, itu yang menurut saya sangat penting agar kita semua menghargai dan berpihak pada korban," ucapnya.
Bahkan kata Bivitri, jika mereka (korban pemerkosaan) diputuskan sebagai korban mereka bisa mendapatkan layanan psikolog atau pendamping dan ada ganti kerugian restitusi diatur dalam RUU TPKS.
"Mereka bisa mengakses layanan disana, seperti psikolog, ada ganti kerugian restitusi juga diatur, bukan hanya soal sanksi lebih berat tapi keberpihakan terhadap korban. Kita harus memahami pentingnya pemerkosaan di RUU TPKS sebagai landasan RUU KUHP," kata Bivitri Susanti.
Ia menyebutkan, bagi korban kekerasan seksual berupa pemerkosaan dan aborsi meskipun saat ini tidak dicantumkan secara detail di RUU TPKS namun korban kedua kategori tersebut harus tetap dapat mengakses layanan bagi korban yang ada di RUU TPKS.
"Bagaimana memulihkan korban, memberikan pendidikan yang cukup. Memang RUU TPKS ini penuh dengan negosiasi politik, kita ingat November-Desember 2021 itu, setengah dari fraksi di DPR itu sempat hendak menolak. Melihat pesatnya proses yang ada saat ini sudah luar biasa," ungkap Bivitri.
Namun demikian kata Bivitri Susanti bukan berarti RUU TPKS yang ada saat ini sudah sempurna. "Tetap harus dinarasikan bahwa ada yang kurang di RUU TPKS ini. PRnya masih ada dan panjang dalam RUU TPKS ini yang harus di kawal," pungkas Bivitri Susanti.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pemerintah yang diwakili Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI, Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan pemerkosaan dan aborsi tidak dimasukkan ke dalam RUU TPKS karena sudah diatur di revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Menurut saya tidak akan ada redundant. Tidak masalah kalau pemerkosaan dan aborsi ada di RUU TPKS meskipun nanti akan diatur dalam RUU KUHP. RUU TPKS ini bukan soal hukuman lebih tinggi tapi bagaimana penanganan kasus untuk kepentingan korban," jelas Bivitri.
Ia memberikan contoh terkait ada seorang perempuan yang melapor ke kepolisian karena sudah menjadi korban kekerasan seksual pemerkosaan.
"Misalkan, ada korban datang lapor ke polisi bukannya dilayani secara psikologis malah ditanya kenapa kamu pulang malam, itu terjadi. Dengan RUU TPKS ini itu semua diubah, itu yang menurut saya sangat penting agar kita semua menghargai dan berpihak pada korban," ucapnya.
Bahkan kata Bivitri, jika mereka (korban pemerkosaan) diputuskan sebagai korban mereka bisa mendapatkan layanan psikolog atau pendamping dan ada ganti kerugian restitusi diatur dalam RUU TPKS.
"Mereka bisa mengakses layanan disana, seperti psikolog, ada ganti kerugian restitusi juga diatur, bukan hanya soal sanksi lebih berat tapi keberpihakan terhadap korban. Kita harus memahami pentingnya pemerkosaan di RUU TPKS sebagai landasan RUU KUHP," kata Bivitri Susanti.
Ia menyebutkan, bagi korban kekerasan seksual berupa pemerkosaan dan aborsi meskipun saat ini tidak dicantumkan secara detail di RUU TPKS namun korban kedua kategori tersebut harus tetap dapat mengakses layanan bagi korban yang ada di RUU TPKS.
"Bagaimana memulihkan korban, memberikan pendidikan yang cukup. Memang RUU TPKS ini penuh dengan negosiasi politik, kita ingat November-Desember 2021 itu, setengah dari fraksi di DPR itu sempat hendak menolak. Melihat pesatnya proses yang ada saat ini sudah luar biasa," ungkap Bivitri.
Namun demikian kata Bivitri Susanti bukan berarti RUU TPKS yang ada saat ini sudah sempurna. "Tetap harus dinarasikan bahwa ada yang kurang di RUU TPKS ini. PRnya masih ada dan panjang dalam RUU TPKS ini yang harus di kawal," pungkas Bivitri Susanti.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pemerintah yang diwakili Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI, Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan pemerkosaan dan aborsi tidak dimasukkan ke dalam RUU TPKS karena sudah diatur di revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Lihat Juga :
tulis komentar anda