Papua, Jalan Kebudayaan dan Transformasi Pembangunan

Jum'at, 08 April 2022 - 13:58 WIB
Kedua, siklus kekerasan. Akar masalah kedua adalah kekerasan negara pada masa lalu dan tuduhan pelanggaran HAM akibat kebijakan represif. Akibatnya, terbangun suasana konflik yang berkepanjangan dan menyebabkan trauma masayarakat Papua. Hal ini ditambah masih banyaknya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang bahkan secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap aparat. Ini tentu akan berpengaruh terhadap proses pembangunan di Papua.

Ketiga, tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Hal ini kemudian berimbas pada rendahnya keterlibatan masyarakat asli Papua terhadap sektor-sektor itu. Keempat, marginalisasi dan efek diskriminasi terhadap orang asli Papua. Hal ini akibat konflik politik yang berkepanjangan, terurama di masa lalu yang akibatnya berlangsung hingga saat ini.

Keempat akar masalah itulah yang punya andil besar terhadap keberlangsungan masa depan Papua saat ini dan di masa depan. Karena itu perlu dilakukan diagnosa yang tepat untuk mengurai keempat masalah di atas, sehingga persoalan Papua bisa ditangani dengan tepat. Di sinilah saya melihat pendekatan baru yang tepat untuk membangun Papua yang lebih baik adalah melalui jalan kebudayaan dan transformasi pembangunan dari ekskusif ke inklusif.

Pertama, pembangunan di Papua, apapun itu bentuknya, harus berpijak dan berlandas pada jalan kebudayaan/pendekatan budaya. Artinya pembangunan di tanah Papua harus berlandaskan pada nilai, tradisi, etika, norma, budaya, hukum adat, serta aturan-aturan khusus yang dimiliki masyarakat Papua.

Kurang berhasilnya pembangunan di Papua selama ini saya melihat karena pembangunan tercerabut dari akar tradisi masyarakat asli Papua, serta memaksakan cara pandang luar terhadap masyarakat asli Papua. Jalan kebudayaan akan mampu membangun kohesivitas dan solidaritas sosial, menjadikan masyarakat asli Papua merasa memiliki, tidak terasing di tanah kelahiranya, dan lebih dari itu, jalan kebudayaan tidak akan menyebabkan pembangunan menjadi sangkar besi bagi masyarakat asli Papua sendiri.

Jalan kebudayaan menawarkan dialog yang memandang manusia sebagai manusia dan bagian anak kandung bangsa sendiri. Jalan kebudayaan juga akan mampu menjadi jalan bagi pengelolaan konflik akibat akumulasi persoalan di masa lalu yang telah menjadi trauma bagi masyarakat Papua.

Kita harus yakin bahwa Papua dengan beragam suku dan budaya yang dimiliki adalah modal penting, baik modal sosial, modal kultural, maupun modal spiritual, bagi masa depan Papua itu sendiri. Itulah esensi jalan kebudayaan bagi pembangunan Papua di masa depan.

Kedua, masa depan Papua hanya bisa diwujudkan dengan melakukan transformasi dari pembangunan yang bersifat eksklusif ke Inklusif. Pendekatan eksklusif pada masa lalu (Orde Baru) di bumi Papua telah menciptakan pertumbuhan yang buruk dan mengarah pada pengucilan atau eksklusi sosial masyarakat Papua sendiri. Pembangunan inklusif di Papua adalah sebuah model pembangunan yang dalam pelaksanaannya harus melakukan dua hal sekaligus, yakni pelaksanaan demokrasi langsung dan dan distribusi infrastruktur sosial.

Demokrasi langsung meliputi pemenuhan sekaligus pelaksanaan hak-hak sipil dan politik masyarakat Papua, sementara distribusi infrastruktur sosial memastikan terdistribusikanya fasilitas infrastuktur sosial secara merata, yakni bidang kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Harapanya, hal tersebut mampu mendorong partisipasi semua pihak dalam pembangunan tanah Papua karena tidak ada yang merasa tersisih dan terkucil dalam pembangunan.

Ini belum berbicara terkait Otonomi Khusus Papua. Dana Otsus plus dana infrastruktur yang dikucurkan untuk Papua dan Papua Barat hingg saat ini telah mencapai lebih Rp 138,6 triliun. Namun, harus diakui, besarnya dana tersebut belum mampu mengungkit kesejahteraan masyarakat Papua dan belum mampu melepaskan Papua dari predikat provinsi termiskin di Indonesia.

Saya ingin mengatakan, program dana Otsus selama ini telah berjalan baik khususnya di bidang infrastrukur. Tetapi dana itu belum mampu memperbaiki pembangunan sosial masyarakat Papua. Di sinilah perlunya membangun komunikasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dengan daerah, dengan tokoh adat, serta dengan stakeholder lainya yang menjadi penggerak ekonomi Papua. Ini penting agar upaya membangun kesejahteraan Papua bisa tepat sasaran.

Singkatnya, tantangan utama dalam desain pembangunan Papua di masa depan adalah membuka keterisolasian, membuka lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, pembangunan yang lebih merata, serta secara terus menerus membangun dialog lewat jalan-jalan kebudayaan.

Pendekatan sosial budaya – saya menyebutnya dengan istilah jalan kebudayaan- menjadi faktor penting dalam desain pembangunan Papua masa depan. Pembangunan di Papua tidak boleh hanya sektoral semata (hanya soal ekonomi dan fisik), tetapi juga harus secara sosietal, yakni pembangunan yang diarahkan pada pembangunan elemen dasar dari kehidupan sosial budaya masyarakat Papua.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More