Puasa Tanpa Tekanan
Jum'at, 08 April 2022 - 10:25 WIB
Ruang terbuka idealnya dipelihara untuk semua warna. Ruang terbuka hendaknya tidak didominasi oleh pandangan tertentu. Ruang terbuka jangan sampai tidak memberi keleluasaan ekspresi beragam. Ruang terbuka untuk semua kreasi, hendaknya kita tidak menghalangi watak dasar keragaman, keanekaragaman, kebhinekaan, dan kreatifitas seni dan olahraga.
Jika ruang-ruang netral dipenuhi oleh kelompok yang monolithik, maka kebebasan publik taruhannya. Semoga betul harapan publik terkabul, kita berpuasa tanpa ada yang merasa ketakutan dan tanpa pemaksaan.
Kita berpuasa dengan tenang. Mereka yang berpuasa, dan mereka yang tidak berpuasa, mempunyai ketenangan dan hak yang sama untuk damai dalam hidup yang singkat ini.
Berpuasa itu seharusnya damai, ketenangan jiwa yang dicari. Puasa itu ibadah individu sebetulnya. Setiap orang yang beragama Islam, sudah mencapai akil baligh, tidak kehilangan akal, tidak sedang bepergian, tidak sakit, tidak kedatangan datang bulan, tidak tua renta, tidak dalam kondisi yang darurat yang menghalangi diperintah tidak makan dan minum seharian, diajarkan berpuasa. Berpuasa itu menahan diri dari makanan, minuman, dan menahan diri dari emosi.
Dalam beberapa riwayat, menahan diri dari makan dan minum itu ketrampilan dasar dan anak-anak belum dewasa pun bisa menjalaninya. Tetapi menahan diri, mengatur emosi, dan memberi kenyamanan pada orang lain, perlu latihan banyak.
Coba bayangkan, sejak matahari sebelum muncul hingga matahari tenggelam tidak makan dan minum tentu perut lapar. Dalam kondisi lapar, emosi cepat tersulut. Dalam kondisi dahaga, mudah sekali sentimen mengemuka.
Maka menahan diri saat puasa lebih berat. Tetapi itulah hakikat puasa. Kita dilatih tenang dalam kondisi sulit.
Puasa adalah ibadah orang per orang. Makna dan rasanya juga hendaknya dirasakan orang-perorang. Ketika sahur masih mengantuk, kurang selera makan, masih harus menghangatkan makanan.
Sebetulnya zaman saat ini sudah dengan teknologi kompor gas, bukan menyalakan api dengan gas atau kayu bakar, maka mempersiapkan sahur lebih nyaman. Perkembangan teknologi meringankan puasa.
Penderitaan menyalakan kayu bakar tidak lagi terjadi seperti lima puluh tahun lalu. Penderitaan membersihkan sumbu kompor minyak tanah itu era yang sudah berlalu. Sekarang di seluruh penjuru tanah air saat sahur, ibu-ibu atau bapak-bapak hanya memutar knop kompor gas elpiji. Menyiapkan sahur untuk keluarga lebih ringan.
Jika ruang-ruang netral dipenuhi oleh kelompok yang monolithik, maka kebebasan publik taruhannya. Semoga betul harapan publik terkabul, kita berpuasa tanpa ada yang merasa ketakutan dan tanpa pemaksaan.
Kita berpuasa dengan tenang. Mereka yang berpuasa, dan mereka yang tidak berpuasa, mempunyai ketenangan dan hak yang sama untuk damai dalam hidup yang singkat ini.
Berpuasa itu seharusnya damai, ketenangan jiwa yang dicari. Puasa itu ibadah individu sebetulnya. Setiap orang yang beragama Islam, sudah mencapai akil baligh, tidak kehilangan akal, tidak sedang bepergian, tidak sakit, tidak kedatangan datang bulan, tidak tua renta, tidak dalam kondisi yang darurat yang menghalangi diperintah tidak makan dan minum seharian, diajarkan berpuasa. Berpuasa itu menahan diri dari makanan, minuman, dan menahan diri dari emosi.
Dalam beberapa riwayat, menahan diri dari makan dan minum itu ketrampilan dasar dan anak-anak belum dewasa pun bisa menjalaninya. Tetapi menahan diri, mengatur emosi, dan memberi kenyamanan pada orang lain, perlu latihan banyak.
Coba bayangkan, sejak matahari sebelum muncul hingga matahari tenggelam tidak makan dan minum tentu perut lapar. Dalam kondisi lapar, emosi cepat tersulut. Dalam kondisi dahaga, mudah sekali sentimen mengemuka.
Maka menahan diri saat puasa lebih berat. Tetapi itulah hakikat puasa. Kita dilatih tenang dalam kondisi sulit.
Puasa adalah ibadah orang per orang. Makna dan rasanya juga hendaknya dirasakan orang-perorang. Ketika sahur masih mengantuk, kurang selera makan, masih harus menghangatkan makanan.
Sebetulnya zaman saat ini sudah dengan teknologi kompor gas, bukan menyalakan api dengan gas atau kayu bakar, maka mempersiapkan sahur lebih nyaman. Perkembangan teknologi meringankan puasa.
Penderitaan menyalakan kayu bakar tidak lagi terjadi seperti lima puluh tahun lalu. Penderitaan membersihkan sumbu kompor minyak tanah itu era yang sudah berlalu. Sekarang di seluruh penjuru tanah air saat sahur, ibu-ibu atau bapak-bapak hanya memutar knop kompor gas elpiji. Menyiapkan sahur untuk keluarga lebih ringan.
tulis komentar anda