Restorative Justice, Harapan Baru Pencari Keadilan
Rabu, 09 Maret 2022 - 11:03 WIB
Prinsip dasarrestorative justicemenekankan pada pemulihan terhadap korban yang menderita akibat kejahatan. Misalnya, memberikan ganti rugi terhadap korban, perdamaian, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya. Hukum yang adil di dalam keadilan restoratif tentunya tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang, dan hanya berpihak kepada kebenaran sesuai peraturan perundang-undangan serta mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.
“Upaya ini diharapkan mampu menjawab perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat untuk memenuhi rasa keadilan dengan mengakomodasi norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat sebagai solusi sekaligus memberikan kepastian hukum terutama kemanfaatan dan rasa keadilan masyarakat,” kata Didik.
Kendati demikian, politikus Partai Demokrat itu menegaskan pendekatanrestorative justicetidak bisa diterapkan untuk semua tindak pidana. Secara materiil, pelaksanaannya di kepolisian harus memenuhi ketentuan antara lain, tidak menimbulkan keresahan maupun penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme.
Restorative justicejuga tidak berlaku bagi pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, serta tindak pidana terorisme maupun terhadap keamanan negara, korupsi maupun kejahatan terhadap nyawa orang. Adapun penerapan ini dapat dilakukan jika telah terjadi perdamaian dari kedua belah pihak dan pemenuhan hak-hak korban serta tanggung jawab pelaku, terkecuali tindak pidana narkoba.
Dia lantas menuturkan, sejauh ini penerapanrestorative justicebelum memiliki dasar payung hukumnya. Konsep keadilan tersebut masih dalam tahap perumusan di RUU KUHP yang telah dibahas oleh pemerintah dan DPR.
“Tinggal pengesahannya. Jika RUU KUHP segera disahkan, maka bukan hanyarestorative justice, tapiintegrated criminal justice systemdapat diwujudkan,” tandasnya.
Ketua SETARA Institute Hendardi berpandangan upaya kepolisian dan kejaksaan menyelesaikan perkara pidana melaluirestorative justicemerupakan salah satu ikhtiar untuk menangani problem akutovercapacitylembaga pemasyarakatan (lapas). Penuhnya lapas itu merupakan dampak dari orientasi penegakan hukum yang memusat pada tujuan retributif yakni keadilan berbentuk pembalasan yang berujung pada pemidanaan.
“Nah, restoratif tidak demikian, tidak seperti dalam hukum pidana yang legalistik itu.Restorative justiceadalah sebuah proses di mana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama akibat dari pelanggaran tersebut. Penyelesaianrestorative justicelebih mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang beperkara demi kepentingan bersama di masa yang akan datang,” tutur Hendardi.
Menurutnya, tidak semua kasus pidana bisa diatasi dengan pendekatan keadilan restoratif. Misalnya, kasus pencurian telepon genggam di Pangkal Pinang beberapa waktu lalu. Pelaku dibebaskan di tingkat kejaksaan dengan alasan mencuri untuk kepentingan anaknya agar bisa sekolah daring. Hendardi menilai penyelesaian itu tepat digunakan melalui pendekatanrestorative justice.
“Upaya ini diharapkan mampu menjawab perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat untuk memenuhi rasa keadilan dengan mengakomodasi norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat sebagai solusi sekaligus memberikan kepastian hukum terutama kemanfaatan dan rasa keadilan masyarakat,” kata Didik.
Kendati demikian, politikus Partai Demokrat itu menegaskan pendekatanrestorative justicetidak bisa diterapkan untuk semua tindak pidana. Secara materiil, pelaksanaannya di kepolisian harus memenuhi ketentuan antara lain, tidak menimbulkan keresahan maupun penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme.
Restorative justicejuga tidak berlaku bagi pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, serta tindak pidana terorisme maupun terhadap keamanan negara, korupsi maupun kejahatan terhadap nyawa orang. Adapun penerapan ini dapat dilakukan jika telah terjadi perdamaian dari kedua belah pihak dan pemenuhan hak-hak korban serta tanggung jawab pelaku, terkecuali tindak pidana narkoba.
Dia lantas menuturkan, sejauh ini penerapanrestorative justicebelum memiliki dasar payung hukumnya. Konsep keadilan tersebut masih dalam tahap perumusan di RUU KUHP yang telah dibahas oleh pemerintah dan DPR.
“Tinggal pengesahannya. Jika RUU KUHP segera disahkan, maka bukan hanyarestorative justice, tapiintegrated criminal justice systemdapat diwujudkan,” tandasnya.
Ketua SETARA Institute Hendardi berpandangan upaya kepolisian dan kejaksaan menyelesaikan perkara pidana melaluirestorative justicemerupakan salah satu ikhtiar untuk menangani problem akutovercapacitylembaga pemasyarakatan (lapas). Penuhnya lapas itu merupakan dampak dari orientasi penegakan hukum yang memusat pada tujuan retributif yakni keadilan berbentuk pembalasan yang berujung pada pemidanaan.
“Nah, restoratif tidak demikian, tidak seperti dalam hukum pidana yang legalistik itu.Restorative justiceadalah sebuah proses di mana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama akibat dari pelanggaran tersebut. Penyelesaianrestorative justicelebih mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang beperkara demi kepentingan bersama di masa yang akan datang,” tutur Hendardi.
Menurutnya, tidak semua kasus pidana bisa diatasi dengan pendekatan keadilan restoratif. Misalnya, kasus pencurian telepon genggam di Pangkal Pinang beberapa waktu lalu. Pelaku dibebaskan di tingkat kejaksaan dengan alasan mencuri untuk kepentingan anaknya agar bisa sekolah daring. Hendardi menilai penyelesaian itu tepat digunakan melalui pendekatanrestorative justice.
(ynt)
Lihat Juga :
tulis komentar anda