Peran Signifikan Masyarakat bagi Pemulihan

Jum'at, 24 April 2020 - 05:37 WIB
Kini, semua orang sudah mencatat bahwa pandemi Covid-19 telah menimbulkan kerusakan dahsyat yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya. Tak hanya mengancam keselamatan jiwa manusia di planet ini, melainkan juga telah meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian global. Dan, untuk pertama kalinya pula sejak tragedi kemanusiaan akibat flu Spanyol satu abad lalu, upaya mengakhiri pandemi Covid-19 serta upaya pemulihan ekonomi dari resesi tak cukup hanya mengandalkan peran pemerintah di setiap negara. Sebaliknya, peran masyarakat di setiap negara, termasuk masyarakat Indonesia, bahkan sangat signifikan. Kesadaran dan peran masyarakat memutus rantai penularan Covid-19 menjadi faktor kunci bagi semua upaya pemulihan. Pemulihan Jawa

Seperti negara lain, Indonesia pun sudah merasakan dampak resesi ekonomi. Ekspor dan investasi dipastikan tumbuh negatif. Pilihan yang tersedia hanyalah kebijakan yang dapat meminimalisasi ekses dari resesi itu sendiri. Apa pun pilihan kebijakannya, ketaatan menerapkan pembatasan sosial oleh semua elemen masyarakat menjadi modal awal percepatan pemulihan ekonomi. Karena itu, semua kepala daerah perlu memastikan masyarakat patuh dan konsisten menerapkan pembatasan sosial sebagai bagian dari upaya menghentikan penularan Covid-9.

Ketidakmampuan komunitas internasional menghentikan penularan Covid-19 mendorong semua negara memulai pergulatan merespons resesi ekonomi. Untuk tujuan yang sama, Indonesia pun telah merumuskan strategi dan kebijakan. Pada periode sekarang ini, tiga masalah harus dikerjakan simultan pada saat yang sama. Masing-masing adalah kerja merawat pasien Covid-19, kerja pembatasan sosial untuk cegah-tangkal penularan, dan upaya sejak dini memulihkan perekonomian. Ketiganya sama urgensinya dan sama strategisnya.

Jika masyarakat taat dan konsisten menerapkan pembatasan sosial selama periode pandemi virus korona, skala dan kecepatan penularan Covid-19 akan menurun dengan sendirinya. Menurunnya jumlah pasien Covid-19 pada gilirannya bisa melonggarkan ketentuan tentang pembatasan sosial untuk memulihkan kehidupan bersama serta membangkitkan keberanian menggerakkan lagi mesin perekonomian nasional. Korea Selatan patut dicontoh. Setelah sekian lama lockdown , Korea Selatan sudah melonggarkan sejumlah ketentuan pembatasan sosial dan dinamika kehidupan masyarakat di negara itu berangsur-angsur pulih.

Belajar dari pengalaman Korea selatan, semua pemerintah daerah harus berani all out mendorong masyarakat patuh dan konsisten menerapkan pembatasan sosial. Masyarakat harus diingatkan bahwa pembatasan sosial yang konsisten menjadi modal awal pemulihan ekonomi dari resesi. Tanpa bermaksud membeda-bedakan, perhatian dan catatan khusus patut diberikan kepada semua kepala daerah di Pulau Jawa. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa 75% dari total industri nasional berpusat di Jawa sehingga Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi Jawa bagi pertumbuhan ekonomi nasional pun sangat signifikan, mencapai 59% per 2019.

Artinya, tingkat kepatuhan masyarakat di Pulau Jawa dalam menerapkan pembatasan sosial sangat menentukan kemampuan negara merespons resesi ekonomi. Jika kecepatan penularan Covid-19 tidak bisa diredam, penghentian aktivitas produksi sektor industri di Jawa akan berkepanjangan. Dampak sosialnya tentu akan sangat serius. Karena itu, ketaatan masyarakat menerapkan pembatasan sosial di Pulau Jawa tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, faktor ketaatan itu menjadi bagian tak terpisah dari keinginan bersama meminimalisasi dampak resesi ekonomi.

Tidak bijaksana jika upaya-upaya pemulihan ekonomi baru dilakukan setelah berakhirnya periode penularan Covid-19. Menunda-nunda upaya bersama memulihkan perekonomian akan berakibat pada meningkatnya penderitaan masyarakat dan menggelembungkan jumlah warga miskin. Saat ini saja, ketika penerapan pembatasan sosial diupayakan konsisten, sudah begitu banyak jumlah warga atau keluarga yang menderita karena kehilangan sumber penghasilan akibat tidak bisa bekerja, termasuk di dalamnya para profesional atau pekerja kantoran yang dirumahkan.

Gambaran sementara itu bisa dilihat dari data resmi pemerintah. Hingga pertengahan April 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 2,8 juta pekerja telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan. Tidak mengherankan jika jumlah peminat Kartu Prakerja begitu besar. Hingga Selasa (14/4) tengah hari, tidak kurang dari 3,7 juta akun melakukan registrasi di situs resmi Kartu Prakerja.
(mpw)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More