Partai Berkarya Usul Parliamentary dan Presidential Threshold Dihapus
Kamis, 11 Juni 2020 - 12:42 WIB
JAKARTA - Partai Berkarya mengusulkan agar ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold maupun ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold dihapus dari Undang-undang Pemilu .
"Idealnya ambang batas 0% alias tidak perlu ambang batas. Itu bisa diberlakukan untuk Pilpres dan Pileg," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso kepada SINDOnews, Kamis (11/6/2020). (Baca juga: Dorong Parliamentary Threshold 7%, Golkar Usulkan 9 Hal di RUU Pemilu)
Kata Priyo, demokrasi akan tumbuh hebat jika Parliamentary Threshold maupun Presidential Threshold itu dihapus. "Suara dari rakyat dalam pemilu, Pilpres maupun Pileg, semuanya dihargai, tidak ada yang hangus," katanya.
Kemudian, kata dia, rakyat juga bakal banyak pilihan untuk calon presiden (Capres) alternatif. "Toh akhirnya penentunya kan suara rakyat yang terbanyak. Itu esensi dari demokrasi, suara rakyat suara Tuhan," kata mantan Wakil Ketua DPR RI ini.
Begitu pula untuk Pemilihan Umum Legislatif (Pileg). "Seberapapun suara rakyat pemilih tidak hilang dan akan terwakili dari figur-figur dari aneka ragam partai politik. Ini lah menunjukkan wajah keIndonesiaan yang asli. Demokrasi ala Indonesia," tutur mantan kader Partai Golkar ini.
Maka itu, dia tidak setuju Parliamentary Threshold 7%. "Memaksakan 7% sama artinya dengan memberangus demokrasi. Ini hanya didasari keinginan untuk pertahankan pemusatan kekuasaan hanya pada klan-klan kekuasaan politik tertentu," imbuhnya. ( ).
Priyo menambahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tidak maju lagi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. "Peta politik masih cair. Kita perlu banyak capres-cawapres alternatif. Biar rakyat yang menentukan. Demikian juga pilegnya," pungkasnya.
"Idealnya ambang batas 0% alias tidak perlu ambang batas. Itu bisa diberlakukan untuk Pilpres dan Pileg," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso kepada SINDOnews, Kamis (11/6/2020). (Baca juga: Dorong Parliamentary Threshold 7%, Golkar Usulkan 9 Hal di RUU Pemilu)
Kata Priyo, demokrasi akan tumbuh hebat jika Parliamentary Threshold maupun Presidential Threshold itu dihapus. "Suara dari rakyat dalam pemilu, Pilpres maupun Pileg, semuanya dihargai, tidak ada yang hangus," katanya.
Kemudian, kata dia, rakyat juga bakal banyak pilihan untuk calon presiden (Capres) alternatif. "Toh akhirnya penentunya kan suara rakyat yang terbanyak. Itu esensi dari demokrasi, suara rakyat suara Tuhan," kata mantan Wakil Ketua DPR RI ini.
Begitu pula untuk Pemilihan Umum Legislatif (Pileg). "Seberapapun suara rakyat pemilih tidak hilang dan akan terwakili dari figur-figur dari aneka ragam partai politik. Ini lah menunjukkan wajah keIndonesiaan yang asli. Demokrasi ala Indonesia," tutur mantan kader Partai Golkar ini.
Maka itu, dia tidak setuju Parliamentary Threshold 7%. "Memaksakan 7% sama artinya dengan memberangus demokrasi. Ini hanya didasari keinginan untuk pertahankan pemusatan kekuasaan hanya pada klan-klan kekuasaan politik tertentu," imbuhnya. ( ).
Priyo menambahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tidak maju lagi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. "Peta politik masih cair. Kita perlu banyak capres-cawapres alternatif. Biar rakyat yang menentukan. Demikian juga pilegnya," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda