UU Pemilu Baru Harus Mencegah Oligarki Parpol
loading...
A
A
A
JAKARTA - Desain pemilihan umum ( pemilu ) Indonesia belum juga menemukan formula yang tepat dan bertahan lama. Setelah reformasi, setiap lima tahun Undang-Undang (UU) Pemilu selalu berganti.
DPR RI sedang melakukan revisi UU Pemilu . Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, pihaknya ingin membentuk UU Pemilu yang bisa bertahan 25 tahun. "Kami tidak ingin setiap lima tahun berganti. Lebih dari 20 tahun reformasi, enough is enough, kita harus menemukan (UU) yang kompatibel. Kita tiap lima tahun trail and error," tuturnya.
Namun, draf RUU Pemilu yang baru dirancang Komisi II sudah menuai kontroversi. Beberapa poin yang dipermasalahkan, ambang batas parlemen, presidential threshold, dan ketentuan proporsional tertutup.
Pengamat politik Siti Zuhro mengatakan, perubahan desain pemilu harus berdasarkan kajian komprehensif. Itu untuk menjawab masalah beberapa krusial pemilu, antara lain, keserentakan. ( ).
Bukan menjawab itu, sekarang malah menambah masalah baru dengan mencantumkan ketentuan proporsional tertutup. Siti Zuhro mempertanyakan sistem itu apakah sudah mempertimbangkan otonomi dan sistem promosi kader di internal partai.
"Kalau diubah tertutup, ada jaminan kader-kader itu mempunyai hak otonomi?" katanya dalam diskusi daring 'Menyoal RUU Tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia' yang digelar Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju, Selasa (9/6/2020).
Dia menerangkan, revisi UU Pemilu perlu dibarengi dengan perubahan UU tentang Partai Politik (Parpol). Itu bertujuan membuat sinkron sistem parpol dan pemilu sehingga kaderisasi dan praktik demokrasi bisa berjalan baik.
"Kita belum melihat secara gamblang partai beranjak menjadi partai kader. Bagimana suksesi terjadi, apakah calon tunggal atau boleh berkontestasi," tegasnya.
Siti Zuhro mengatakan, demokrasi ala Indonesia bukan liberal. Demokrasi yang dijalankan harus berdasarkan kultur Bangsa Indonesia. "Hal yang perlu dicegah adalah kemungkinan oligarki partai. Itu ditandai dominasi segelintir elite penguasa partai dalam promosi kader," pungkasnya. ( ).
DPR RI sedang melakukan revisi UU Pemilu . Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, pihaknya ingin membentuk UU Pemilu yang bisa bertahan 25 tahun. "Kami tidak ingin setiap lima tahun berganti. Lebih dari 20 tahun reformasi, enough is enough, kita harus menemukan (UU) yang kompatibel. Kita tiap lima tahun trail and error," tuturnya.
Namun, draf RUU Pemilu yang baru dirancang Komisi II sudah menuai kontroversi. Beberapa poin yang dipermasalahkan, ambang batas parlemen, presidential threshold, dan ketentuan proporsional tertutup.
Pengamat politik Siti Zuhro mengatakan, perubahan desain pemilu harus berdasarkan kajian komprehensif. Itu untuk menjawab masalah beberapa krusial pemilu, antara lain, keserentakan. ( ).
Bukan menjawab itu, sekarang malah menambah masalah baru dengan mencantumkan ketentuan proporsional tertutup. Siti Zuhro mempertanyakan sistem itu apakah sudah mempertimbangkan otonomi dan sistem promosi kader di internal partai.
"Kalau diubah tertutup, ada jaminan kader-kader itu mempunyai hak otonomi?" katanya dalam diskusi daring 'Menyoal RUU Tentang Pemilu dan Prospek Demokrasi Indonesia' yang digelar Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju, Selasa (9/6/2020).
Dia menerangkan, revisi UU Pemilu perlu dibarengi dengan perubahan UU tentang Partai Politik (Parpol). Itu bertujuan membuat sinkron sistem parpol dan pemilu sehingga kaderisasi dan praktik demokrasi bisa berjalan baik.
"Kita belum melihat secara gamblang partai beranjak menjadi partai kader. Bagimana suksesi terjadi, apakah calon tunggal atau boleh berkontestasi," tegasnya.
Siti Zuhro mengatakan, demokrasi ala Indonesia bukan liberal. Demokrasi yang dijalankan harus berdasarkan kultur Bangsa Indonesia. "Hal yang perlu dicegah adalah kemungkinan oligarki partai. Itu ditandai dominasi segelintir elite penguasa partai dalam promosi kader," pungkasnya. ( ).
(zik)