KPAI: Tanpa Perbaikan, Pembelajaran Jarak Jauh Tidak Akan Efektif

Rabu, 10 Juni 2020 - 21:35 WIB
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, meminta sistem pembelajaran jarak jauh diperbaiki. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Dunia pendidikan Indonesia sedang dalam posisi dilema apakah akan membuka sekolah atau melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Semua pilihan memerlukan persiapan yang matang, baik dari sisi sumber daya manusia (SDM) maupun infrastruktur. (Baca juga: Survei KPAI, Pelajar Merasa Berat dengan Pembelajaran Jarak Jauh)

Penyebaran Covid-19 masih terjadi bahkan dua kota besar, DKI Jakarta dan Surabaya, jumlah kasus positif masih tinggi. Beberapa organisasi profesi guru, PGRI dan FSGI, menyarankan tetap melanjutkan PJJ dengan syarat dilakukan perbaiki. “Tanpa perbaikan, PJJ tidak akan efektif dan akan sangat menjenuhkan peserta didik,” ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, Rabu (10/6/2020).

KPAI memberikan enam catatan untuk perbaikan PJJ. Pertama, kendala PJJ itu orang tua keberatan dengan pengeluaran tambahan berupa kuota internet. Kondisi akan semakin berat jika anak yang bersekolah lebih dari satu. “Pemerintah sebaiknya menggratiskan internet pada jam PJJ selama enam bulan ke depan. Tujuannya, agar semua anak terlayani PJJ, terutama dengan sistem daring,” terangnya. (Baca juga: KPAI Nilai Metode Pembelajaran Jarak Jauh Perlu Dievaluasi)

Retno mengatakan pemda juga harus membuka akses wifi di berbagai sekolah negeri dan swasta. Dengan demikian, anak-anak di sekitar sekolah dapat menggunakannya saat PJJ daring. Kedua, PJJ bukan memindahkan sekolah ke rumah. Sekolah harus menyusun jam pembelajaran dan tidak harus waktunya sama dengan ketika normal. Ketiga, guru diminta fleksibel dalam proses PJJ, termasuk waktu pengumpulan tugas dan mengerjakan ujian. “Kalau ujian semester waktunya bersamaan dan hanya 2 jam tanpa perpanjangan waktu, untuk orangtua yang anak tiga dan peralatan tes daring terbatas akan terlanggar haknya. Karena dia harus bergantian dengan saudaranya, sementara sekolah kaku menerapkan jam ujiannya,” tutur Retno.



Catatan keempat tentang praktik langsung ke sekolah saat belajar di rumah. Pada tingkat sekolah menengah atas (SMA) atau kejuruan (SMK) biasanya ada praktek laboratorium dan bengkel. KPAI menyarankan sekolah tetap melaksanakannya tapi dengan protokol kesehatan yang ketat dan siswa masuk bergantian. (Baca juga: Era New Normal, Pendidikan Jarak Jauh Tetap Jadi Prioritas)

Kelima, KPAI meminta penyederhanaan kurikulum karena ini situasinya darurat. Kemendikbud harus memilih dan memilah mana kompetensi dasar (KD) yang harus tetap diberikan kepada siswa-siswi.Terakhir, pemerintah didorong menggunakan dana desa untuk pendidikan selama pandemi Covid-19. Selama pandemi ini, banyak anak-anak yang tidak bisa mengikuti pola pembelajaran daring karena keterbatasan peralatan dan kuota internet.

Menurut Retno, diperlukan politik anggaran dari pemerintah pusat sehingga dana desa dapat dipergunakan untuk pendidikan. Misalnya, membeli lima set komputer yang diletak di balai desa dan dilengkapi wifi. Anak-anak yang tidak memiliki peralatan daring dan kuota internet dapat mempergunakannya secara bergantian.

Sekolah juga harus fleksibel dalam PJJ. Pengumpulan tugas tidak dibatasi waktunya karena banyak siswa yang harus bergantian dalam mengakses peralatan daring. “Hal ini sekaligus jalan keluar mengatasi disparitas pembelajaran daring yang memang bias kelas. Anak-anak keluarga kaya dapat terlayani, sementara banyak anak-anak dari keluarga miskin tidak terlayani PJJ,” katanya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More