Perpres Pelibatan Militer Atasi Terorisme Jadi Buah Simalakama Bagi TNI

Selasa, 09 Juni 2020 - 15:09 WIB
Masalah kedua, kata dia, kerangka criminal justice system yang berpedoman pada KUHAP bukan keahlian TNI sehingga berpotensi bertabrakan dengan Polri, dan juga bertentangan dengan dengan ayat 1 dan ayat 2 UU No 5/2018 yang menghendaki adanya miltary operation. “Masalah ketiga, oleh karena TNI bukan ahlinya sebagai penegak hukum, maka dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku sehingga TNI akan tertuduh sebagai pelanggar HAM sebagaimana yang diatur oleh UU No 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” tukasnya.

Melalui revisi UU Pemberantasan Terorisme yang disinkronisasi dengan UU TNI, khususnya Pasal 43 I UU No 5/2018, perpres tak diperlukan dalam pelibatan TNI untuk pemberantasan terorisme. “Kalau saya boleh menyarankan, phrasa pada ayat 3 pasal 43 I UU No 5/2018 yang semula berbunyi : "Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sebagaimana pada ayat 1 diatur dalam Peraturan Presiden" diganti dengan : "Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sebagaimana pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan UU 34/2004 tentang TNI,” kata Soleman yang beranggapan polemik tidak akan selesai selama pasal itu tidak dirubah.

Menurut dia, hal itu akan membebaskan TNI dari kewajiban untuk membuat rancangan Perpres yang isinya akan selalu bermasalah. ”Tanpa Perprespun, TNI tetap dapat dilibatkan dalam mengatasi terorisme, melalui UU 34/2004 tentang TNI. Perpres TNI menjadikan militer terjebak dalam kondisi simalakama,” imbuhnya. (Baca juga: Komnas HAM: Rancangan Perpres Pelibatan TNI Atasi Teroris Harus Ditinjau Ulang)

Dia juga menjabarkan, dalam Pasal 43 I UU 5/2018 menyebutkan pembuatan Perpres harus berkonsultasi dengan DPR. “Maka isi rancangan perpres itu perlu dikonsultasikan dengan DPR. Sekarang tergantung DPR, apakah rancangan perpres itu akan diteruskan atau dibatalkan hal itu sangat tergantung kepada DPR,” ujarnya.

Sementara itu, Najib Azca yang turut menjadi narasumber dalam diakusi webinar menilai isu-isu terorisme di Indonesia saat ini relatif melandai, tidak signifikan, dan relatif terkendali. Najib berpendapat Isu terorisme, termasuk perihal pelibatan TNI dalam penanganannya yang memunculkan perdebatan dari 2016 hingga 2018 telah menjadi arena kostelasi ekonomi politik.

Narasumber lain dalam diskusi ini, dosen Universitas Paramadina Phil Shiskha Prabawaningtyas mengemukakan kemunculan rancangan perpres tidak tepat di tengah pandemi Covid 19. Bahkan dirinya mengungkapkan, alih-alih mengirimkan rancangan perpres ke DPR, pemerintah seharusnya memikirkan kekosongan pada UU Pelibatan TNI dan Peradilan Militer.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(cip)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More