Perpres Pelibatan Militer Atasi Terorisme Jadi Buah Simalakama Bagi TNI
Selasa, 09 Juni 2020 - 15:09 WIB
JAKARTA - Tanpa rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Tugas TNI dalam Menanganani Terorisme yang kini memunculkan berbagai permasalahan, TNI tetap dapat dilibatkan dalam mengatasi terorisme melalui UU 34/2004 tentangTNI.
Perbaikan atau revisi UU Pemberantasan Terorisme dengan mempertegas pengaturan pelibatan TNI sesuai dengan UU TNI merupakan solusi terbaik agar tak ada polemik dan menjadi buah simalakama bagi TNI dalam penanganan terorisme. (Baca juga: Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Membingungkan)
Penegasan tersebut disampaikan mantan Kepala Badan Strategis Indoneia (Kabais) Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto. Dia membeberkan, kemunculan rancangan Perpres yang telah dikirimkan pemerintah ke DPR awal Mei lalu tak salah karena merupakan amanat dari UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sesuai Undang-undang tersebut TNI berkewajiban untuk membuat rancangan perpres yang mengatur tentang tata cara TNI dalam mengatasi Terorisme. Perpres di satu sisi merupakan perintah undang-undang, maka TNI sebagai lembaga pemrakarsa wajib membuat rancangan perpres itu. (Baca juga: Perpres Tugas TNI Atasi Terorisme Picu Polemik, Begini Reaksi Kapuspen)
Di sisi lain, kemunculan rancangan perpres itu mendapat penolakan keras karena dinilai berpotensi akan melanggar HAM serta memberi tugas kepada TNI memberantas di luar kerangka criminal justice system. Soleman berpendapat ada tiga masalah yang timbul bila Perpres itu disahkan.
Masalah pertama, yaitu kalau isinya mengatur tentang pelaksanaan Operasi Militer sesuai dengan amanat ayat 3 pasal 43 I UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka akan bertabrakan dengan Pasal 6 UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menghendaki adanya penegakkan hukum atau law enforcemen. (Baca juga: Lampaui Undang-undang, Perpres Tugas TNI Atasi Terorisme Harus Dicabut)
“Artinya isi perpres itu berada di luar kerangka criminal justice system,” tegasnya saat diskusi Webinar bertajuk Polemik Rancangan Perpres Tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Terorisme yang diadakan Universitas Paramadina, Selasa (9/6/2020).
Soleman menyoroti salah satu hal krusial dalam pasal 6 tersebut adalah pelaku teror atau teroris dipidana. Kata pidana tersebut menurutnya perlu mendapat perhatian karena membawa konsekuensi bahwa bagi para pelaku teror atau para teroris harus melalui serangkaian proses hukum atau proses persidangan sebelum dijatuhkan hukuman. Poses hukum atau proses persidangan itu sendiri diatur oleh KUHAP.
“Artinya para teroris nanti dibunuh apabila mendapat hukuman pidana mati. Para pelaku teror nanti dibunuh setelah melalui serangkaian proses persidangan atau law enforrcement, bukan dibunuh dalam proses penangkapan,” jelas Soleman. (Baca juga: Pemerintah Didesak Perbaiki Rancangan Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme)
Perbaikan atau revisi UU Pemberantasan Terorisme dengan mempertegas pengaturan pelibatan TNI sesuai dengan UU TNI merupakan solusi terbaik agar tak ada polemik dan menjadi buah simalakama bagi TNI dalam penanganan terorisme. (Baca juga: Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Membingungkan)
Penegasan tersebut disampaikan mantan Kepala Badan Strategis Indoneia (Kabais) Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto. Dia membeberkan, kemunculan rancangan Perpres yang telah dikirimkan pemerintah ke DPR awal Mei lalu tak salah karena merupakan amanat dari UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sesuai Undang-undang tersebut TNI berkewajiban untuk membuat rancangan perpres yang mengatur tentang tata cara TNI dalam mengatasi Terorisme. Perpres di satu sisi merupakan perintah undang-undang, maka TNI sebagai lembaga pemrakarsa wajib membuat rancangan perpres itu. (Baca juga: Perpres Tugas TNI Atasi Terorisme Picu Polemik, Begini Reaksi Kapuspen)
Di sisi lain, kemunculan rancangan perpres itu mendapat penolakan keras karena dinilai berpotensi akan melanggar HAM serta memberi tugas kepada TNI memberantas di luar kerangka criminal justice system. Soleman berpendapat ada tiga masalah yang timbul bila Perpres itu disahkan.
Masalah pertama, yaitu kalau isinya mengatur tentang pelaksanaan Operasi Militer sesuai dengan amanat ayat 3 pasal 43 I UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka akan bertabrakan dengan Pasal 6 UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menghendaki adanya penegakkan hukum atau law enforcemen. (Baca juga: Lampaui Undang-undang, Perpres Tugas TNI Atasi Terorisme Harus Dicabut)
“Artinya isi perpres itu berada di luar kerangka criminal justice system,” tegasnya saat diskusi Webinar bertajuk Polemik Rancangan Perpres Tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Terorisme yang diadakan Universitas Paramadina, Selasa (9/6/2020).
Soleman menyoroti salah satu hal krusial dalam pasal 6 tersebut adalah pelaku teror atau teroris dipidana. Kata pidana tersebut menurutnya perlu mendapat perhatian karena membawa konsekuensi bahwa bagi para pelaku teror atau para teroris harus melalui serangkaian proses hukum atau proses persidangan sebelum dijatuhkan hukuman. Poses hukum atau proses persidangan itu sendiri diatur oleh KUHAP.
“Artinya para teroris nanti dibunuh apabila mendapat hukuman pidana mati. Para pelaku teror nanti dibunuh setelah melalui serangkaian proses persidangan atau law enforrcement, bukan dibunuh dalam proses penangkapan,” jelas Soleman. (Baca juga: Pemerintah Didesak Perbaiki Rancangan Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme)
tulis komentar anda