Garuda Indonesia, Kolaborasi Antar-Pihak, dan Kewirausahaan Negara
Selasa, 07 Desember 2021 - 12:39 WIB
Sinyal konfidensi pasar
Oleh karenanya, kolaborasi antar berbagai pihak menjadi pilihan bijak bagi situasi Garuda saat ini. Setiap stakeholders punya tanggung jawab baik di masa untung maupun di masa buruk maskapai ini. Namun perlu menjadi perhatian bersama bahwa kolaborasi antar pihak ini akan sulit terwujud tanpa tindakan yang dapat menghidupkan kepercayaan diri atau konfidensi pasar (market confidence).
Momentum untuk Garuda berbenah, sebagaimana disebut di atas, perlu di-mukadimah-i komitmen nyata dari sisi maskapai tersebut—tentunya dengan bekerjasama dengan pemerintah. Sinyal ini perlu dimulai dengan menunjuk atau meramu tim ‘nakhoda’ yang memang dianggap kapabel dalam hal manajemen maskapai penerbangan.
Tanpa leadership team yang punya kaliber tinggi soal manajemen tersebut, segala upaya negosiasi restrukturisasi baik lewat proses litigasi atau tidak, tak akan membuahkan hasil. Selain itu, tim pemimpin eksekutif ini perlu diisi figur-figur yang dapat berkomunikasi efektif ke setidaknya dua kutub yang berbeda: di satu sisi, pemerintah dan politis; di sisi lain, kalangan bisnis.
Dua sektor tersebut jelas punya pengaruh besar terhadap proses bisnis Garuda. Namun, mereka punya cara pengambilan keputusan dan pertimbangan bisnis yang berbeda. Misalnya, boleh jadi kelompok pertama punya perspektif bahwa Garuda adalah simbol atau muka ‘sakral’ pembangunan Indonesia. Sementara, kelompok kedua melihat maskapai ini adalah pelaku pasar semata yang harus mengikuti aturan pasar.
Hadirnya tim eksekutif yang dapat diterima oleh dua sektor tersebut akan memberikan setidaknya dua sinyal penting. Pertama, Garuda akan tetap terbang dan menjadi medium promosi bahwa Indonesia adalah negara yang terus berbenah dan berjalan pembangunannya. Kedua, maskapai ini akan secara bertahap mengadopsi prinsip efisiensi dan daya saing yang menjadi elemen utama untuk dapat bertahan di pasar, khususnya penerbangan internasional.
Dengan demikian, terbuka lebar potensi untuk membangun kerja kolaboratif lebih efektif dan efisien ke depannya dengan berbagai pihak baik dari sisi pemerintah, maupun dari sisi swasta termasuk kreditor dan lessor pesawat yang dipakai Garuda. Kiranya, sudah saatnya menggemakan ide kewirausahaan negara atau state entrepreneurship dalam situasi yang dialami Garuda saat ini.
Sederhananya, Garuda sebagai simbol pembangunan Indonesia harus tetap menjadi milik dan kebanggaan negara ini. Namun, di sisi pengolahannya, nilai-nilai kewirausahaan perlu dipegang erat-erat, seperti efektivitas, efisiensi, penciptaan inisiatif, kerja kolaborasi, transparansi, serta senantiasa membangun kepercayaan atau trust kepada berbagai pihak.
Tanpa semangat kewirausahaan tersebut, bukan hanya pintu restrukturisasi yang tertutup bagi Garuda, tapi juga pintu masa depan bagi maskapai ini akan rapat terkunci. Dengan semangat kewirausahaan tersebut, diharapkan para kreditur dan lessor Garuda dapat kembali yakin akan masa depan maskapai ini. Bahwa masa depan kesuksesan Garuda masih berpotensi tercapai di masa depan dengan kolaborasi antar-pihak di atas—jika tidak dalam waktu dekat, tentu dalam jangka menengah atau jangka panjang.
Oleh karenanya, kolaborasi antar berbagai pihak menjadi pilihan bijak bagi situasi Garuda saat ini. Setiap stakeholders punya tanggung jawab baik di masa untung maupun di masa buruk maskapai ini. Namun perlu menjadi perhatian bersama bahwa kolaborasi antar pihak ini akan sulit terwujud tanpa tindakan yang dapat menghidupkan kepercayaan diri atau konfidensi pasar (market confidence).
Momentum untuk Garuda berbenah, sebagaimana disebut di atas, perlu di-mukadimah-i komitmen nyata dari sisi maskapai tersebut—tentunya dengan bekerjasama dengan pemerintah. Sinyal ini perlu dimulai dengan menunjuk atau meramu tim ‘nakhoda’ yang memang dianggap kapabel dalam hal manajemen maskapai penerbangan.
Tanpa leadership team yang punya kaliber tinggi soal manajemen tersebut, segala upaya negosiasi restrukturisasi baik lewat proses litigasi atau tidak, tak akan membuahkan hasil. Selain itu, tim pemimpin eksekutif ini perlu diisi figur-figur yang dapat berkomunikasi efektif ke setidaknya dua kutub yang berbeda: di satu sisi, pemerintah dan politis; di sisi lain, kalangan bisnis.
Dua sektor tersebut jelas punya pengaruh besar terhadap proses bisnis Garuda. Namun, mereka punya cara pengambilan keputusan dan pertimbangan bisnis yang berbeda. Misalnya, boleh jadi kelompok pertama punya perspektif bahwa Garuda adalah simbol atau muka ‘sakral’ pembangunan Indonesia. Sementara, kelompok kedua melihat maskapai ini adalah pelaku pasar semata yang harus mengikuti aturan pasar.
Hadirnya tim eksekutif yang dapat diterima oleh dua sektor tersebut akan memberikan setidaknya dua sinyal penting. Pertama, Garuda akan tetap terbang dan menjadi medium promosi bahwa Indonesia adalah negara yang terus berbenah dan berjalan pembangunannya. Kedua, maskapai ini akan secara bertahap mengadopsi prinsip efisiensi dan daya saing yang menjadi elemen utama untuk dapat bertahan di pasar, khususnya penerbangan internasional.
Dengan demikian, terbuka lebar potensi untuk membangun kerja kolaboratif lebih efektif dan efisien ke depannya dengan berbagai pihak baik dari sisi pemerintah, maupun dari sisi swasta termasuk kreditor dan lessor pesawat yang dipakai Garuda. Kiranya, sudah saatnya menggemakan ide kewirausahaan negara atau state entrepreneurship dalam situasi yang dialami Garuda saat ini.
Sederhananya, Garuda sebagai simbol pembangunan Indonesia harus tetap menjadi milik dan kebanggaan negara ini. Namun, di sisi pengolahannya, nilai-nilai kewirausahaan perlu dipegang erat-erat, seperti efektivitas, efisiensi, penciptaan inisiatif, kerja kolaborasi, transparansi, serta senantiasa membangun kepercayaan atau trust kepada berbagai pihak.
Tanpa semangat kewirausahaan tersebut, bukan hanya pintu restrukturisasi yang tertutup bagi Garuda, tapi juga pintu masa depan bagi maskapai ini akan rapat terkunci. Dengan semangat kewirausahaan tersebut, diharapkan para kreditur dan lessor Garuda dapat kembali yakin akan masa depan maskapai ini. Bahwa masa depan kesuksesan Garuda masih berpotensi tercapai di masa depan dengan kolaborasi antar-pihak di atas—jika tidak dalam waktu dekat, tentu dalam jangka menengah atau jangka panjang.
(zik)
tulis komentar anda