Hari Toleransi Internasional: Krisis Lingkungan dan Urgensi Penanaman Nilai-nilai Ekoteologi

Rabu, 17 November 2021 - 16:57 WIB
Keduanya seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan dari nilainya. Ini tentu memiliki konsekuensi yang rumit; ketidakdewasaan dalam menerima perbedaan pasti melahirkan konflik, dimana setiap individu meyakini akan kebenaran yang dibawanya masing-masing. Keyakinan semacam ini merupakan kelanjutan logis dan pengakuan ontologis atas fakta tentang pluralisme sosial dan kultural.

Melihat kerumitan di atas, maka pemetaan masalah penting untuk dilakukan. Karena jika tidak, sulit menemukan sumber masalah yang kompleks serta beragam dan karenanya juga sulit menemukan solusi yang tepat.

Dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan yang kompleks, bagaimanapun, kita harus membahas konsep kebaikan yang maknanya universal. Meski pada kenyatannya, secara prinsip kita telah bergeser ke wacana kebenaran.

Mungkin bisa kita katakan, nilai 'benar' dan 'salah' yang kemudian diinterpretasi tunggal ini yang menjadi akar masalah.Dalam kondisi tersebut, pluralisme menjadi 'formula' dalam proses kesatuan. Makna pluralisme di sini yang saya maksud adalah sosio-politik yang hampir sama dengan multikulturalisme (Scott Lash, 2002) yang dapat diartikan menerima keragaman (Kymlicka, 1995).

Indonesia sebagai bangsa yang pluralistik tergambar dalam semboyan 'Bhinneka Tunggal Ika' untuk melihat keragaman sosial-budaya masyarakat Indonesia. Sebagai negara dengan heterogenitas sosial-budaya yang beragam, Indonesia telah menjadi bangsa yang memiliki masyarakat dengan kehidupan multikultural dan memiliki warna tersendiri.

Meski begitu, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum siap menerima keberagaman yang pada akhirnya berujung pada konflik yang disebabkan oleh perbedaan. Selain itu, kuatnya arus pengaruh politik kelompok mayoritas telah membuat pelbagai kebijakan hanya menguntungkan beberapa kelompok saja.

Dalam hal ini, toleransi dan isu pluralisme akan selalu menjadi milik kelompok mayoritas sebagai role model; hanya kelompok mayoritas yang memiliki keistimewaan (privilege). Lemahnya penegakan hukum dan sikap oportunistik kekuasaan dalam menghadapi permasalahan yang ada hanyalah 'pelengkap' dari pelbagai permasalahan diskriminasi yang ada (Beyer, 2013)

Selanjutnya, toleransi yang diperingati setahun sekali dalam Hari Toleransi Internasional telah ‘meringsek’ lebih luas lagi, yaitu menghargai alam dan masa depan manusia. Agenda merayakan dan mengingat momen toleransi ini tertuang dalam Deklarasi Prinsip Toleransi PBB dan aksi lanjutan setiap tahunannya.

Berkaitan dengan Hari Toleransi Internasional tahun ini yang mengusung tema "Climate as a 'Wicked' Problem" merupakan momentum merefleksikan dan mengampanyekan kesadaran saling menghargai dan menghormati satu sama lain baik sesama manusia ataupun alam, menumbuhkan empati baik antar individu atau kepada semesta. Gagasan harmonisasi alam maupun kelestarian tidak lain menjelaskan tentang kedudukan manusia sebagai subjek atas alam ini.

Keberadaan alam ini memang diperuntukkan memenuhi kebutuhan hidup manusia. Akan tetapi pemanfaatan yang berlebihan (eksploitasi) juga berdampak pada kerusakan alam, yang berimbas mengancam manusia itu sendiri.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More