Meluruskan Kesalahpahaman: Kasar vs Tegas

Senin, 13 September 2021 - 05:28 WIB
Dengan demikian untuk memahami tafsiran “asyiddaa” pada ayat ini perlu dirujukkan kepada bagaimana Rasulullah menafsirkannya dalam hidup, prilaku maupun ajarannya kepada para sahabat. Pernahkah beliau kasar? Atau pernahkah beliau memerintahkan sahabatnya untuk kasar kepada mereka yang tidak mengimani ajaran Islam ketika itu?

Justeru sebaliknya terlalu banyak contoh-contoh keindahan prilaku dan karakter Rasulullah SAW non Muslim, baik di Makkah maupun di Madinah. Saya tidak perlu mengulangi cerita kelembutan dan keindahan karakter Rasulullah ketika di Mekah kepada seorang Ibu tukang pengumpul kayu bakar. Atau cerita Rasulullah SAW menyuapi seorang pengemis yang kerap menjelekkan dirinya.

Demikian pula bagaimana Rasulullah SAW marah ketika ada seorang wanita non Muslim terbunuh dalam sebuah peperangan. Atau bagaimana Rasulullah justeru tidak menghukum seorang wanita Yahudi yang berusaha meracuninya.

Begitu banyak sekali contoh-contoh keindahan karakter dan akhlak Rasulullah SAW kepada semua orang. Termasuk kepada non Muslim yang tidak jarang justeru membenci dan berusaha untuk melakukan ancaman pada dirinya.

Ketiga, ajaran Islam dalam aspek hukum tertentu yang justeru memperlihat aspek-aspek sosial yang sangat positif. Islam misalnya menghalalkan bagi orang Islam untuk mengkonsumsi makanan Ahlu Kitab. Tentu selama tidak jelas bertentangan dengan ayat-ayat lain dari Al-Quran, seperti babi atau sesajian kepada berhala.

Atau bagaimana Islam membenarkan lelaki Muslim untuk menikahi Wanita Ahlu Kitab. Dapatkan dibayangkan seorang pria Muslim menikahi wanita non Muslim (Kristen atau Yahudi) lalu disuruh untuk kasar atau keras kepadanya? Dapatkah hal ini diterima secara logika dan moralitas? Jawabannya pasti tidak.

Keempat, ketika Umat ini diperintah berdakwah maka istilah yang dipakai adalah “da’wah” yang berarti ajakan (to invite). Kata ini sendiri memiliki konotasi simpati. Artinya perlihatkan wajah dan karakter yang baik dan simpati agar mereka memenuhi ajakanmu.

Pernahkah kita membayangkan seseorang yang diajak atau diundang kepada sesuatu (perkawinan misalnya) tapi dengan ancaman dan intimidasi? Apakah orang tersebut akan menerima ajakan atau undangan itu?

Di sìnilah kemudian Al-Quran menegaskan: “ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah atau bijak”. Bijakkah ketika seseorang diajak dengan kata-kata kasar dan intimidasi?

Dengan empat argumentasi di atas, dan tentunya masih banyak alasan lainnya, kata “asyiddaa” (syiddah atau syadiid) pada ayat tersebut tidak layak dipahami sebagai “Keras” (stern) dalam arti “kasar” (harsh).

Lalu bagaimana memahaminya?

Berdasarkan kepada semangat umum (general spirit) agama Islam, maka kata “asyiddaa” dapat dipahami sebagai “tegas” dan “istiqamah” (unwavering) atau konsisten dalam memegang kebenaran.

Maknanya bahwa orang-orang yang beriman atau mengikuti Rasulullah SAW itu memiliki karakter tegas, tidak mudah luntur atau hanyut kepada iman dan prilaku yang berlawanan dengan iman dan ajaran yang dianutnya.

Artinya bahwa kata “asyiddaa alal kuffaar” bukan “kasar” (harsh) kepada orang-orang kafir. Tapi lebih kepada penggambaran karakter orang-orang yang beriman yang kuat (tidak lemah) dalam istiqamah menjunjung tinggi keimanan di hadapan kekufuran.

Kuat dan tegas dalam memegang nilai-nilai keimanan tidak harus diartikan kasar kepada non Muslim. Wallahu a’lam!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More