Berlomba Menampung Pengungsi Afghanistan, Bagaimana dengan Indonesia?
Jum'at, 03 September 2021 - 05:52 WIB
Di bagian lai, sebanyak 98 negara di dunia berjanji menampung pengungsi Afghanistan yang meninggalkan negaranya setelah dikuasai Taliban pada pertengahan Agusus lalu. Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa hanya menampung ribuan pengungsi Afghan, justru negara tetangga seperti Pakistan, Iran, dan Uzbekistan menerima ratusan ribu pengungsi.
Padahal dunia memiliki kewajiban moral untuk menampung pengungsi Afghan, terutama AS dengan aliansinya, NATO. Tapi, pengungsi Afghan yang berharap banyak kepada mereka, tetapi faktanya berbeda.
Selama 20 tahun perang Afghanistan, AS hanya menampung 20.000 pengungsi atau 1.000 per tahun. "Namun, selama 2020-2021, 11.800 pengungsi ditampung AS, tetapi hanya 495 pengungsi dari Afghan," ujar Tazreena Sajjad, pakar pemerintahan global dari American University, dilansir The Conversation.
Minimnya jumlah yang diakomodasi oleh AS dikarenakan Undang-Undang Pengungsi AS tahun 1980 memiliki prosedur standar bagi pengungsi korban perang dan memiliki proses yang panjang dan rumit.
Hal sama juga terjadi di negara-negara Eropa yang menampung sedikit pengungsi Afghanistan.
Para pengungsi Afghan berada pada posisi kedua setelah pengungsi Suriah dalam hal komposisi di Eropa. Tapi, para pencari suaka Afghan hingga masih berjuang mendapatkan status.
"Populasi Afghan di benua Eropa tetap kecil dan belum terdistribusikan dengan baik," kata Sajjad.
Hingga Taliban menguasai Kabul, banyak pengungsi Afghan di Eropa menghadapi deportasi, terutama di Jerman, Austria, Prancis, dan Swedia. Selama tiga bulan pertama 2021, hanya 7.000 pengungsi Afghan yang mendapatkan status permanen di Uni Eropa.
Yang memperburuk masa depan pengungsi Afghan, menurut Sajjad, adalah adopsi kebijakan garis keras dan sentimen anti-pengungsi yang melanda di Eropa dan AS sehingga memberikan kesempatan kecil bagi mereka. Apalagi, Austria dan Swis dengan tegas telah menolak menerima pengungsi Afghan dalam jumlah besar.
Padahal dunia memiliki kewajiban moral untuk menampung pengungsi Afghan, terutama AS dengan aliansinya, NATO. Tapi, pengungsi Afghan yang berharap banyak kepada mereka, tetapi faktanya berbeda.
Selama 20 tahun perang Afghanistan, AS hanya menampung 20.000 pengungsi atau 1.000 per tahun. "Namun, selama 2020-2021, 11.800 pengungsi ditampung AS, tetapi hanya 495 pengungsi dari Afghan," ujar Tazreena Sajjad, pakar pemerintahan global dari American University, dilansir The Conversation.
Minimnya jumlah yang diakomodasi oleh AS dikarenakan Undang-Undang Pengungsi AS tahun 1980 memiliki prosedur standar bagi pengungsi korban perang dan memiliki proses yang panjang dan rumit.
Hal sama juga terjadi di negara-negara Eropa yang menampung sedikit pengungsi Afghanistan.
Para pengungsi Afghan berada pada posisi kedua setelah pengungsi Suriah dalam hal komposisi di Eropa. Tapi, para pencari suaka Afghan hingga masih berjuang mendapatkan status.
"Populasi Afghan di benua Eropa tetap kecil dan belum terdistribusikan dengan baik," kata Sajjad.
Hingga Taliban menguasai Kabul, banyak pengungsi Afghan di Eropa menghadapi deportasi, terutama di Jerman, Austria, Prancis, dan Swedia. Selama tiga bulan pertama 2021, hanya 7.000 pengungsi Afghan yang mendapatkan status permanen di Uni Eropa.
Yang memperburuk masa depan pengungsi Afghan, menurut Sajjad, adalah adopsi kebijakan garis keras dan sentimen anti-pengungsi yang melanda di Eropa dan AS sehingga memberikan kesempatan kecil bagi mereka. Apalagi, Austria dan Swis dengan tegas telah menolak menerima pengungsi Afghan dalam jumlah besar.
(ynt)
tulis komentar anda