Berlomba Menampung Pengungsi Afghanistan, Bagaimana dengan Indonesia?
Jum'at, 03 September 2021 - 05:52 WIB
Negara yang bertetangga dengan Afghanistan, seperti Pakistan menjadi penampung terbesar pengungsi Afghan mencapai 1,5 juta orang. Berdasarkan catatan badan PBB yang mengurusi pengungsi (UNHCR), negara kedua yang terbanyak menampung pengungsi Afghan adalah Iran sebesar 780.000 warga. Selanjutnya, Jerman berada di posisi ketiga mencapai 180.000 pengungsi dan Turki mencapai 130.00 pengungsi.
Banyak negara sudah menunjukkan komitmen menampung pengungsi Afghan. Kanada yang dikenal terbuka untuk kaum pengungsi pun menyatakan akan menampung 20.000 warga Afghan yang dianggap dalam posisi berbahaya jika Taliban berkuasa.
Sementara Australia hanya menawarkan 3.000 program visa kemanusiaan bagi warga Afghan. Negara lain yang memberikan ruang seperti Uganda, Albania, Turki, Prancis, dan Jerman.
Bagaimana dengan Indonesia? Sepertinya pemerintah Indonesia belum bisa berbuat banyak. Posisi Indonesia saat ini hanya berstatus negara transit bagi pengungsi Afghan. Indonesia tidak bisa menampung pengungsi Afghanistan secara permanen.
Padahal, di sisi lain para pengungsi membutuhkan kepastian untuk mendapatkan negara tujuan sebagai pelabuhan dalam pengungsiannya. Indonesia tidak menandatangani Konvensi Pengungsi 1951.
Jika ingin berkontribusi menampung pengungsi, maka Indonesia bisa meratifikasi konvensi untuk menerima pengungsi Afghan. Isu ratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi internasional dan pencari suaka oleh pemerintah Indonesia juga jarang mendapatkan perhatian.
Dengan demikian, Indonesia tidak bisa berkontribusi lebih, melainkan fokus pada diplomasi.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, pihaknya belum bisa banyak merespons beberapa pertanyaan tentang kebijakan Kementerian Luar Negeri mengenai pengungsi Afghanistan yang ada di Indonesia. Begitu pun dengan diplomasi Indonesia di panggung internasional untuk membantu menyelesaikan krisis pengungsi Afghanistan.
Menurut Teuku, penanganan pengungsi termasuk dari Afghanistan seharusnya ditangani oleh UNHCR.
Banyak negara sudah menunjukkan komitmen menampung pengungsi Afghan. Kanada yang dikenal terbuka untuk kaum pengungsi pun menyatakan akan menampung 20.000 warga Afghan yang dianggap dalam posisi berbahaya jika Taliban berkuasa.
Sementara Australia hanya menawarkan 3.000 program visa kemanusiaan bagi warga Afghan. Negara lain yang memberikan ruang seperti Uganda, Albania, Turki, Prancis, dan Jerman.
Bagaimana dengan Indonesia? Sepertinya pemerintah Indonesia belum bisa berbuat banyak. Posisi Indonesia saat ini hanya berstatus negara transit bagi pengungsi Afghan. Indonesia tidak bisa menampung pengungsi Afghanistan secara permanen.
Padahal, di sisi lain para pengungsi membutuhkan kepastian untuk mendapatkan negara tujuan sebagai pelabuhan dalam pengungsiannya. Indonesia tidak menandatangani Konvensi Pengungsi 1951.
Jika ingin berkontribusi menampung pengungsi, maka Indonesia bisa meratifikasi konvensi untuk menerima pengungsi Afghan. Isu ratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi internasional dan pencari suaka oleh pemerintah Indonesia juga jarang mendapatkan perhatian.
Dengan demikian, Indonesia tidak bisa berkontribusi lebih, melainkan fokus pada diplomasi.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, pihaknya belum bisa banyak merespons beberapa pertanyaan tentang kebijakan Kementerian Luar Negeri mengenai pengungsi Afghanistan yang ada di Indonesia. Begitu pun dengan diplomasi Indonesia di panggung internasional untuk membantu menyelesaikan krisis pengungsi Afghanistan.
Menurut Teuku, penanganan pengungsi termasuk dari Afghanistan seharusnya ditangani oleh UNHCR.
tulis komentar anda