Menyemai Bibit Unggul Pelajar Indonesia
Kamis, 12 Agustus 2021 - 05:55 WIB
Indra mengatakan kualitas pendidikan di sekolah swasta tidak lebih baik dari negeri. Bedanya, mereka yang sekolah swasta favorit dan mahal pasti memiliki orang tua yang berpenghasilan besar. Mereka bisa merogoh kocek sendiri untuk mengirimkan anak-anaknya berkompetisi di luar negeri. Lulusan University of Toledo itu menceritakan sebuah pengalaman buruk saat mendampingi tim olimpiade robotik. Tim itu berhasil memperoleh perunggu. Setelah pulang diantara tim ini saling bercerita dengan pelajar dari negara lain. Tim dari Thailand yang sama memperoleh medali perunggu disambut pejabat dari kementerian pendidikannya. Karena ini kompetisi robotik, tentunya tim membawa sejumlah peralatan.
“Nah Indonesia disambut juga sama pemerintah, tapi bea cukai. Ditahan peralatan robotik. Jadi bisa dilihat kepedulian pemerintah terhadap dunia pendidikan,” kenangnya.
Dunia pendidikan Indonesia memang sejak lama dikritik karena memiliki sejumlah permasalahan yang belum terselesaikan. Maka, Ia mendorong pemerintah untuk membuat cetak biru pendidikan. Cetak biru itu akan memetakan kebutuhan dunia pendidikan seperti apa dan bagaimana cara memenuhi. Indra mencontohkan satu masalah yang tak pernah selesai sampai sekarang adalah kejelasan nasib guru honorer. Padahal, guru merupakan modal utama menciptakan SDM. “Jadi lucu satu-satunya negara (yang ada guru honorer) itu Indonesia,” ucapnya.
Indra menjelaskan pembenahan dunia pendidikan tidak akan selesai pada kepemimpinan satu menteri saja. Perlu ada program jangka panjang. Dia mencontohkan pada 2011, Malaysia menargetkan digitalisasi 10 ribu sekolah selama 15 tahun. “Apalagi kita bicara 266 ribu sekolah. Itu yang 10 ribu sekolah dan negaranya lebih maju dari kita mengatakan butuh 15 tahun. Itupun gagal. Kita enggak punya planning untuk 266 ribu sekolah, mau gimana?” pungkasnya.
“Nah Indonesia disambut juga sama pemerintah, tapi bea cukai. Ditahan peralatan robotik. Jadi bisa dilihat kepedulian pemerintah terhadap dunia pendidikan,” kenangnya.
Dunia pendidikan Indonesia memang sejak lama dikritik karena memiliki sejumlah permasalahan yang belum terselesaikan. Maka, Ia mendorong pemerintah untuk membuat cetak biru pendidikan. Cetak biru itu akan memetakan kebutuhan dunia pendidikan seperti apa dan bagaimana cara memenuhi. Indra mencontohkan satu masalah yang tak pernah selesai sampai sekarang adalah kejelasan nasib guru honorer. Padahal, guru merupakan modal utama menciptakan SDM. “Jadi lucu satu-satunya negara (yang ada guru honorer) itu Indonesia,” ucapnya.
Indra menjelaskan pembenahan dunia pendidikan tidak akan selesai pada kepemimpinan satu menteri saja. Perlu ada program jangka panjang. Dia mencontohkan pada 2011, Malaysia menargetkan digitalisasi 10 ribu sekolah selama 15 tahun. “Apalagi kita bicara 266 ribu sekolah. Itu yang 10 ribu sekolah dan negaranya lebih maju dari kita mengatakan butuh 15 tahun. Itupun gagal. Kita enggak punya planning untuk 266 ribu sekolah, mau gimana?” pungkasnya.
(ynt)
tulis komentar anda