Melindungi Bangsa dengan Paspor Vaksin

Jum'at, 09 Juli 2021 - 05:37 WIB
Sementara itu, pengamat penerbangan Alvin Lie menilai, pengembangan dan pemberlakuan sertifikat digital vaksinasi Covid-19 atau paspor vaksin untuk perjalanan internasional tampaknya akan menjadi pola internasional. Untuk pemberlakuannya, tentu harus ada kesepakatan multilateral terkait dengan bentuk paspor vaksin, di negara mana saja bisa dipakai, hingga vaksin mereka apa saja yang diakui. Sebagai contoh kata Alvin, Singapura tidak mengakui vaknis Sinovac yang dipakai oleh Indonesia."Jadi ini merupakan proyek jangka panjang dan harus menjadi kesepakatan banyak negara," tegas Alvin saat dihubungi KORAN SINDO.

Mantan komisioner Ombudsman RI (ORI) ini menuturkan, untuk di dalam negeri masih ada banyak tantangan juga dalam pemberlakuan sertifikat vaksinasi Covid-19 bagi warga pelaku perjalanan domestik. Ditambah lagi, vaksinasi tidak menjamin seseorang terpapar atau tidak. Menurut Alvin, di sisi lain vaksinasi hanya memperkecil seseorang terpapar Covid-19 dan ketika terpapar maka akan hanya mengurangi dampaknya.

Sepengetahuan Alvin, untuk di dalam negeri sebenarnya setiap orang yang telah melakukan vaksinasi langsung mendapat kartu atau sertifikat vaksinasi Covid-19 termasuk dalam bentuk digital yang diterbitkan Kementerian Kesehatan. Dia berpandangan, kartu atau sertifikat vaksinasi itu sebagai bentuk pendataan maupun ketika nanti Indonesia memiliki standar-standar baru sehubungan dengan banyak aspek, maka nanti akan disesuaikan kembali.

"Dengan kita sudah memulai itu, sudah baguslah," ujarnya.

Alvin menggariskan, penanganan pandemi Covid-19 dan perjalanan internasional juga berhubungan erat dengan kedatangan banyaknya warga negara asing (WNA) saat masih berlakunya masa PPKM darurat. Kedatangan tersebut tentu karena Indonesia masih memberlakukan kebijakan membuka pintu kedatangan internasional meski dengan berbagai persyaratan seperti sertifikat vaksinasi Covid-19 secara lengkap dan tes PCR dengan hasil negatif. Alvin sangat menyayangkan kedatangan WNA itu dan kebijakan pemerintah di saat Indonesia sedang dalam masa genting. Musababnya, virus korona ada di Indonesia bukan datang sendiri tapi dibawa oleh manusia dari negara lain.

"Sudah sejak tahun lalu kita kebobolan. Dengan persyaratan isolasi mandiri pun ternyata kita bobol juga. Saya heran kenapa sekarang pemerintah tidak berani menutup gerbang internasional, kecuali logistik kargo silakan. Sampai akhirnya kan varian-varian virus ini kan masuk di sini berasal dari negara lain. Saya berharap pemerintah berani menutup gerbang penumpang internasional," ungkap Alvin.

Dia membeberkan, pemerintah Indonesia harusnya menutup gerbang penumpang internasional selama sekitar satu hingga dua bulan. Tindakan ini tutur Alvin, seperti dilakukan oleh negara-negara lain. Bahkan kata dia, Indonesia masuk dalam daftar hitam (blacklist) di beberapa negara. Contohnya Hongkong, Thailand, dan Arab Saudi tidak mau menerima siapapun dan penerbangan apapun dari Indonesia. Karenanya sekali lagi dia menanyakan mengapa Indonesia tidak berani melakukan tindakan serupa."Melakukan hal serupa itu untuk melindungi rakyat kita. Percuma saja kita mau PPKM model apapun kalau sumbernya ini tetap dibuka," katanya.

Alvin melanjutkan, dari sisi proyeksi ke depan atau jangka panjang memang pemberlakuan sertifikat digital vaksinasi Covid-19 atau paspor vaksin berpeluang membangkitkan perekonomian serta menumbuhkan dan menghidupkan industri penerbangan dan pariwisata di banyak negara termasuk Indonesia. Bagi dia, hal ini merupakan pandangan yang realistis. Pasalnya menurut Alvin, setiap negara juga ingin melindungi rakyatnya sehingga perlu ada kesepahaman dan kesepakatan internasional terkait dengan standar dan syarat agar sertifikat setiap negara diakui.

"Tapi kalau pengawasan kita masih bolong-bolong seperti saat ini, saya tidak yakin negara lain akan percaya. Jadi integrasi sistem antar-negara, kesepakatan multilateral, sampai koordinasi dan sinergi antar-negara kalau mau sertifikat itu bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan industri," ucap Alvin.

Dia menceritakan, konteks pemberlakuan sertifikat digital vaksinasi Covid-19 hampir serupa dengan kejadian sekitar tahun 1960-an hingga 1970-an. Kala itu ujar Alvin, ada kebijakan pemberlakuan setiap warga negara Indonesia (WNI) ketika akan ke luar negeri maka harus membawa paspor dan "buku kuning". Buku ini menjelaskan bahwa warga pemegang buku telah bebas dari penyakit TBC (tuberkulosis). Artinya pembelakuan sertifikat digital vaksinasi Covid-19 seperti kita sedang menuju masa seperti tahun 1960-an hingga 1970-an."Ini rupanya kita sedang menuju ke sana juga seperti tahun 1960-an, tahun 1970-an," ujarnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More