Refleksi Hari Kebangkitan Nasional: Pandemi dan Transformasi Menuju The New Normal

Rabu, 27 Mei 2020 - 09:32 WIB
Covid-19 juga telah melenyapkan resistensi terhadap digitalisasi. Hampir lima tahun terkahir ini, digitalisasi sering sekali menjadi slogan dalam peringatan hari jadi suatu perusahaan. Namun jarang yang berhasil mewujudkannya, karena resistensi dan ketakutan yang besar.

Semangat Transformasi Nasional

Hari Pendidikan Nasional dicanangkan untuk memperingati hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara. Meskipun lahir dari keluarga yang berada (kaya), Ki Hadjar memprotes kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Pendirian perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 oleh Ki Hadjar Dewantara (sekembalinya beliau dari pengasingan) merupakan tonggak dibukanya kesetaraan dalam pendidikan untuk semua orang. Pada saat bersamaan juga dicanangkan Patrap Triloka sebagai panduan pendidikan, yakni: Ing ngarsa sung tulada (yang - di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (yang - di tengah membangun kemauan/inisiatif), dan Tut wuri handayani (dari belakang mendukung/memberdayakan).

Hari Kebangkitan Nasional merupakan tonggak kesadaran berbangsa yang tidak kalah pentingnya. Tanggal 20 Mei 1908 adalah hari didirikannya perkumpulan Boedi Oetomo, sebuah organisasi yang didirikan oleh kaum pelajar dan priyayi pada masa itu dengan tujuan untuk ‘memajukan hindia belanda (Indonesia)’. Meskipun awalnya didirikan oleh kaum pelajar, Boedi Oetomo dalam pergerakannya memikirkan dan merangkul seluruh lapisan masyarakat.

Sebelum Boedi Oetomo, kesadaran bahwa kita adalah sebuah bangsa sangat rendah. Hampir semua aspek kehidupan saat itu dalam kungkungan sistem kolonial, dari aspek perdagangan, pertanian, ekonomi, keuangan, pendidikan, budaya, sampai dengan politik. Tentu saja pada saat itu, sebagian besar masyarakat menganggap sistem kolonial yang dijalaninya sebagai seuatu yang normal, bukan sesuatu yang harus dirubah.

Perkumpulan Boedi Oetomo membuka mata masyarakat bahwa kita ini adalah sebuah bangsa, yang harus bangkit melakukan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan kita, agar kita bisa mengatur sendiri dan maju.

Yang menarik untuk digaris-bawahi dalam dua hari penting di bulan Mei ini adalah semangat kebangkitan, komitmen untuk berubah. Para pendiri dan penggiat perkumpulan Boedi Oetomo dan perguruan Taman Siswa adalah orang-orang yang sudah mapan, yang hidupnya relatif aman dan berkecukupan meskipun dalam sistem kolonial. Namun mereka memiliki visi yang lebih jauh, memikirkan kemajuan dan kesejahteraan bangsanya, dan tidak mementingkan diri sendiri.

Mereka memimpin kaumnya untuk memiliki semangat transformasi, semangat perubahan, dari kondisi yang terbelakang, kurang beradab menuju kondisi yang lebih maju dan lebih beradab.

Perjalanan bangsa ini selanjutnya diwarnai dengan berbagai momentum perubahan yang berkesinambungan. Peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, Orde Baru 1966, dan Reformasi 1998 adalah momen-momen perubahan yang secara kumulatif telah membentuk bangsa kita menjadi seperti sekarang ini.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More