Refleksi Hari Kebangkitan Nasional: Pandemi dan Transformasi Menuju The New Normal
Rabu, 27 Mei 2020 - 09:32 WIB
Yang harus kita teladani dari dua peristiwa tersebut adalah bahwa para leader pada saat itu lebih memikirkan kondisi masyarakatnya dari pada kepentingan diri sendiri. Mereka semua adalah orang-orang yang mapan dan berkecukupan, namun mereka tetap memimpin transformasi karena mereka tidak puas kondisi masyarakatnya.
Sebagai refleksi, saat ini seharusnya kita lebih mempunyai komitmen untuk melakukan perubahan. Perubahan lingkungan yang cepat dan dinamis, serta disrupsi yang terus-menerus, seharusnya menimbulkan lebih banyak alasan bagi kita untuk tidak-puas dengan kondisi yang ada.
Sayang sekali, anggota organisasi saat ini banyak yang bersikap complacent, terlalu cepat puas dengan apa yang sudah dicapai, meskipun kinerjanya tidak bagus. Mereka resisten atau enggan berubah, karena merasa berkerja seperti sekarang saja toh tidak ada masalah, hidup jalan terus.
Pemimpin organisasi saat ini harus bisa mendobrak keengganan (resistensi) untuk berubah. Pemimpin harus bisa mengkomunikasikan risiko dan krisis yang (sebenarnya) sedang dihadapi atau akan dihadapi. Pemimpin harus bisa ‘menciptakan’ krisis.
Organisasi yang saat ini berkinerja dengan baik maupun yang saat ini tertatih-tatih mencapai targetnya, sama-sama berhadapan dengan krisis. Semuanya menghadapi risiko-risiko baru yang terus menerus muncul karena perkembangan lingkungan dan kompetisi yang sangat cepat. Justru kinerja yang baik sering membuat organisasi ‘tertidur’, dan tidak sempat merespon perubahan lingkungan tepat waktu.
Selain ketidak-puasan dengan masa kini, keberhasilan transformasi juga harus didukung dengan adanya visi atas masa depan (vision of the future) yang jelas. Para pemimpin pergerakan pada masa lalu juga menunjukkan hal ini.
Para pemimpin Boedi Oetomo memiliki visi sebuah bangsa yang maju dan mampu menjelaskan visinya kepada pengikutnya. Visi akan masa depan yang jelas ini telah memotivasi rekan seperjuangan dan masyarakatnya yang sebelumnya tidak sadar perlunya menjadi bangsa sendiri.
Pendiri Taman Siswa juga mempunyai visi yang jelas tentang masa depan sistem Pendidikan yang diperjuangkan. Visi masa depan ini bisa saja terinspirasi oleh pengalaman mereka melihat pergerakan serupa di mancanegara.
Sebagai refleksi, untuk mendorong perubahan, para pemimpin saat ini harus dapat menjelaskan visi masa depan dengan jelas dan gamblang. Pemimpin harus bisa menjelaskan manfaat dan kebaikan-kebaikan apa saja yang akan terjadi jika perubahan dan transformasi yang sedang diperjuangkan ini telah selesai dilakukan.
Selain ketidak-puasan dan visi, transformasi akan berhasil jika ada langkah pertama yang praktis (practical first step). Langkah pertama dari Dr. Sutomo dan Dr. Wahidin Soedirohoesodo adalah mendirikan dan mengembangkan organisasi Boedi Oetmo sebagai wadah perjuangan. Langkah pertama Ki Hadjar Dewantara adalah mendirikan perguruan Taman Siswa dan mencanangkan Patrap Triloka.
Sebagai refleksi, saat ini seharusnya kita lebih mempunyai komitmen untuk melakukan perubahan. Perubahan lingkungan yang cepat dan dinamis, serta disrupsi yang terus-menerus, seharusnya menimbulkan lebih banyak alasan bagi kita untuk tidak-puas dengan kondisi yang ada.
Sayang sekali, anggota organisasi saat ini banyak yang bersikap complacent, terlalu cepat puas dengan apa yang sudah dicapai, meskipun kinerjanya tidak bagus. Mereka resisten atau enggan berubah, karena merasa berkerja seperti sekarang saja toh tidak ada masalah, hidup jalan terus.
Pemimpin organisasi saat ini harus bisa mendobrak keengganan (resistensi) untuk berubah. Pemimpin harus bisa mengkomunikasikan risiko dan krisis yang (sebenarnya) sedang dihadapi atau akan dihadapi. Pemimpin harus bisa ‘menciptakan’ krisis.
Organisasi yang saat ini berkinerja dengan baik maupun yang saat ini tertatih-tatih mencapai targetnya, sama-sama berhadapan dengan krisis. Semuanya menghadapi risiko-risiko baru yang terus menerus muncul karena perkembangan lingkungan dan kompetisi yang sangat cepat. Justru kinerja yang baik sering membuat organisasi ‘tertidur’, dan tidak sempat merespon perubahan lingkungan tepat waktu.
Selain ketidak-puasan dengan masa kini, keberhasilan transformasi juga harus didukung dengan adanya visi atas masa depan (vision of the future) yang jelas. Para pemimpin pergerakan pada masa lalu juga menunjukkan hal ini.
Para pemimpin Boedi Oetomo memiliki visi sebuah bangsa yang maju dan mampu menjelaskan visinya kepada pengikutnya. Visi akan masa depan yang jelas ini telah memotivasi rekan seperjuangan dan masyarakatnya yang sebelumnya tidak sadar perlunya menjadi bangsa sendiri.
Pendiri Taman Siswa juga mempunyai visi yang jelas tentang masa depan sistem Pendidikan yang diperjuangkan. Visi masa depan ini bisa saja terinspirasi oleh pengalaman mereka melihat pergerakan serupa di mancanegara.
Sebagai refleksi, untuk mendorong perubahan, para pemimpin saat ini harus dapat menjelaskan visi masa depan dengan jelas dan gamblang. Pemimpin harus bisa menjelaskan manfaat dan kebaikan-kebaikan apa saja yang akan terjadi jika perubahan dan transformasi yang sedang diperjuangkan ini telah selesai dilakukan.
Selain ketidak-puasan dan visi, transformasi akan berhasil jika ada langkah pertama yang praktis (practical first step). Langkah pertama dari Dr. Sutomo dan Dr. Wahidin Soedirohoesodo adalah mendirikan dan mengembangkan organisasi Boedi Oetmo sebagai wadah perjuangan. Langkah pertama Ki Hadjar Dewantara adalah mendirikan perguruan Taman Siswa dan mencanangkan Patrap Triloka.
Lihat Juga :
tulis komentar anda