Pancasila Sakti
Minggu, 04 Juli 2021 - 10:34 WIB
Tidak semua. Sebagian serius mendalami Pancasila, merapalkan mantranya. Filsafat Pancasila digarap dijadikan ritual negara. Tafsir Pancasila dikembangkan secara sistematis dan terstruktur. Pancasila menjadi bahan hafalan dan sebagai bahasa yang dimengerti semuanya.
Namun, kesaktian Pancasila menyusut, ketika yang mempromosikan tidak lagi: walk the talk, talk the walk (menjalankan yang dikatakan, mengatakan yang dijalankan). Ada pelanggaran berat yang dilakukan ketika itu. Distribusi sumber daya alam tidak seimbang, pembagian ekonomi tidak merata, teori ekonomi trickle down effect (menetes dari atas ke bawah) tidak jalan. Bocor dimana-mana. Piramida sosial benar-benar berbentuk lancip dan runcing. Atas sedikit jumlahnya, namun menguasai sumber melimpah, baik aset sosial, politik, ekonomi dan agama, sementara yang di bawah gemuk hampa udara. Demokrasi perwakilan mengalami kemerosotan karena Pancasila tidak dijalankan sebagaimana yang dijanjikan, tetapi Pancasila sebagai bahasa yang menguasai, sementara rakyat jelata dibawah piramida menyaksikan kebocoran di tingkat elit.
Tentu ada keberhasilan yang tidak mungkin dihapus begitu saja dalam sejarah manusia Nusantara ini. Periode tahun 1980-an adalah periode emas Pancasila. Tidak seorang pun yang mempu mengkritisi Pancasila versi elit. Pancasila sakti pada tahun-tahun itu, karena ekonomi berkembang baik. Politik terkontrol. Tata sosial rapi. Namun fondasi Pancasila tidak kokoh. Pancasila hanya hafalan. Lagu Indonesia raya sekedar dinyanyikan. Lagu Garuda Pancasila hanya indah di telinga dengan koor yang bersemangat.
Pancasila yang sesungguhnya tidak dihafal melulu. Lagu Indonesia raya yang sesungguhnya harus lebih dari sekedar gema lagu. Lima Sila harus dilaksanakan utamanya oleh yang di atas piramida dari segi sosial, ekonomi, dan politik. Yang di bawah piramida akan melihat bagaimana yang yang mempromosikan benar-benar melakukan itu. Yang tidak beruntung, dan kebetulan akses ke dunia ekonomi, politik, sosial dan agama lebih sedikit, akan menilai apakah kesaktian Pancasila dirasakan, atau hanya sekedar semboyan dan symbol tak bermakna.
Pancasila sungguh sakti. Seperti mantra dan doa. Jika kita tidak melaksanakan apa yang kita doakan dan mantra yang kita rapalkan, dunia tidak akan berubah. Pancasila tidak sakti, jika kita tidak menjalankan lima Sila itu.
Cara tepat melaksanakan Pancasila adalah cara lama yang sudah diresepkan ribuan tahun dipegangi oleh para filosof kuno dari Yunani, Romawi, Arab, China dan kerajaan-kerajaan Nusantara ini. Kerjakan apa yang kita katakan, katakana yang kita kerjakan. Pancasila adalah sikap dan perilaku. Wujudkan Pancasila dalam berkomitmen, berfikir, dan dalam semua tugas yang kita lakukan. Itulah Pancasila.
Namun, kesaktian Pancasila menyusut, ketika yang mempromosikan tidak lagi: walk the talk, talk the walk (menjalankan yang dikatakan, mengatakan yang dijalankan). Ada pelanggaran berat yang dilakukan ketika itu. Distribusi sumber daya alam tidak seimbang, pembagian ekonomi tidak merata, teori ekonomi trickle down effect (menetes dari atas ke bawah) tidak jalan. Bocor dimana-mana. Piramida sosial benar-benar berbentuk lancip dan runcing. Atas sedikit jumlahnya, namun menguasai sumber melimpah, baik aset sosial, politik, ekonomi dan agama, sementara yang di bawah gemuk hampa udara. Demokrasi perwakilan mengalami kemerosotan karena Pancasila tidak dijalankan sebagaimana yang dijanjikan, tetapi Pancasila sebagai bahasa yang menguasai, sementara rakyat jelata dibawah piramida menyaksikan kebocoran di tingkat elit.
Tentu ada keberhasilan yang tidak mungkin dihapus begitu saja dalam sejarah manusia Nusantara ini. Periode tahun 1980-an adalah periode emas Pancasila. Tidak seorang pun yang mempu mengkritisi Pancasila versi elit. Pancasila sakti pada tahun-tahun itu, karena ekonomi berkembang baik. Politik terkontrol. Tata sosial rapi. Namun fondasi Pancasila tidak kokoh. Pancasila hanya hafalan. Lagu Indonesia raya sekedar dinyanyikan. Lagu Garuda Pancasila hanya indah di telinga dengan koor yang bersemangat.
Pancasila yang sesungguhnya tidak dihafal melulu. Lagu Indonesia raya yang sesungguhnya harus lebih dari sekedar gema lagu. Lima Sila harus dilaksanakan utamanya oleh yang di atas piramida dari segi sosial, ekonomi, dan politik. Yang di bawah piramida akan melihat bagaimana yang yang mempromosikan benar-benar melakukan itu. Yang tidak beruntung, dan kebetulan akses ke dunia ekonomi, politik, sosial dan agama lebih sedikit, akan menilai apakah kesaktian Pancasila dirasakan, atau hanya sekedar semboyan dan symbol tak bermakna.
Pancasila sungguh sakti. Seperti mantra dan doa. Jika kita tidak melaksanakan apa yang kita doakan dan mantra yang kita rapalkan, dunia tidak akan berubah. Pancasila tidak sakti, jika kita tidak menjalankan lima Sila itu.
Cara tepat melaksanakan Pancasila adalah cara lama yang sudah diresepkan ribuan tahun dipegangi oleh para filosof kuno dari Yunani, Romawi, Arab, China dan kerajaan-kerajaan Nusantara ini. Kerjakan apa yang kita katakan, katakana yang kita kerjakan. Pancasila adalah sikap dan perilaku. Wujudkan Pancasila dalam berkomitmen, berfikir, dan dalam semua tugas yang kita lakukan. Itulah Pancasila.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda