Mahfud Ungkap Jokowi Ingin Keluarkan Perppu KPK tapi Ditentang DPR dan Parpol
Senin, 07 Juni 2021 - 14:13 WIB
JAKARTA - Kencangnya penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi ( UU KPK ) beberapa waktu lalu sempat membuat Presiden Jokowi berniat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Namun, niat Presiden tersebut ditentang oleh para anggota DPR dan partai-partai politik.
Hal ini diungkap Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam acara bertajuk 'Dialog Menko Polhukam: Perkembangan Situasi Aktual Politik, Hukum, dan Keamanan' dikutip, Senin (7/6/2021).
"Masalahnya bukan di Presiden lho ini, itu undang-undang. Ketika Presiden mengeluarkan Perppu untuk UU, itu kan sudah mengeluarkan, dihantam kanan kiri. DPR-nya enggak setuju, partainya enggak setuju. Bagaimana kalau mengeluarkan Perppu lalu ditolak, permainan itu enggak mudah," kata Mahfud.
Baca juga: Polemik Alih Status Pegawai KPK ke ASN, MAKI Gugat UU KPK ke MK
Lebih jauh diungkap Mahfud, dirinya selalu pro terhadap KPK sejak dahulu. Menurut dia, upaya pelemahan KPK telah terjadi ketika dirinya menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Sedikitnya, sambung Mahfud, tercatat ada 12 kali upaya perobohan KPK melalui uji materi UU di MK. Mahfud pun mengaku selalu memenangkan KPK dalam hal tersebut.
"Sejak dulu saya pro KPK pak. Saya Ketua MK berapa kali? 12 kali itu (KPK) mau dirobohkan lewat undang-undang. Saya menangkan KPK terus," ucapnya.
Pada 2019 lalu, Jokowi sempat mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK. Hal itu akan diketahui selepas bertemu dengan sejumlah tokoh di Istana Kepresidenan, termasuk Mahfud MD. Ketika itu, Mahfud dan tokoh lain memberikan tiga saran terkait polemik Revisi UU KPK. Pertama judicial review, legislative review, dan ketiga adalah penerbitan Perppu.
Baca juga: Akhiri Kisruh, Setara Institute Sarankan Jokowi Batalkan UU KPK
Mahfud ketika itu menerangkan, pemerintah tak perlu menunggu kegentingan yang memaksa agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK. Menurut dia, penerbitan Perppu merupakan penilaian subjektif dari kepala negara.
"Itu hak subjektif Presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu, Presiden menyatakan keadaan masyarakat dan negara seperti ini saya harus ambil tindakan itu bisa. Dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan," kata Mahfud pada 26 September 2019.
Hal ini diungkap Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam acara bertajuk 'Dialog Menko Polhukam: Perkembangan Situasi Aktual Politik, Hukum, dan Keamanan' dikutip, Senin (7/6/2021).
"Masalahnya bukan di Presiden lho ini, itu undang-undang. Ketika Presiden mengeluarkan Perppu untuk UU, itu kan sudah mengeluarkan, dihantam kanan kiri. DPR-nya enggak setuju, partainya enggak setuju. Bagaimana kalau mengeluarkan Perppu lalu ditolak, permainan itu enggak mudah," kata Mahfud.
Baca juga: Polemik Alih Status Pegawai KPK ke ASN, MAKI Gugat UU KPK ke MK
Lebih jauh diungkap Mahfud, dirinya selalu pro terhadap KPK sejak dahulu. Menurut dia, upaya pelemahan KPK telah terjadi ketika dirinya menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Sedikitnya, sambung Mahfud, tercatat ada 12 kali upaya perobohan KPK melalui uji materi UU di MK. Mahfud pun mengaku selalu memenangkan KPK dalam hal tersebut.
"Sejak dulu saya pro KPK pak. Saya Ketua MK berapa kali? 12 kali itu (KPK) mau dirobohkan lewat undang-undang. Saya menangkan KPK terus," ucapnya.
Pada 2019 lalu, Jokowi sempat mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK. Hal itu akan diketahui selepas bertemu dengan sejumlah tokoh di Istana Kepresidenan, termasuk Mahfud MD. Ketika itu, Mahfud dan tokoh lain memberikan tiga saran terkait polemik Revisi UU KPK. Pertama judicial review, legislative review, dan ketiga adalah penerbitan Perppu.
Baca juga: Akhiri Kisruh, Setara Institute Sarankan Jokowi Batalkan UU KPK
Mahfud ketika itu menerangkan, pemerintah tak perlu menunggu kegentingan yang memaksa agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK. Menurut dia, penerbitan Perppu merupakan penilaian subjektif dari kepala negara.
"Itu hak subjektif Presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu, Presiden menyatakan keadaan masyarakat dan negara seperti ini saya harus ambil tindakan itu bisa. Dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan," kata Mahfud pada 26 September 2019.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda