LPPP, Ikhtiar agar Pemegang Polis Tak Menangis

Rabu, 19 Mei 2021 - 06:02 WIB
Sementara itu, untuk menjalankan tugas tersebut, LPS memiliki kewenangan antara lain menetapkan dan memungut premi penjaminan, melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS, mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, melakukan rekonsiliasi data, menetapkan syarat dan tata cara pembayaran klaim.

Jenis simpanan yang dijamin LPS meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan. Sedangkan untuk produk bank syariah yaitu giro berdasarkan wadiah dan mudharabah tabungan. Juga, deposito berdasarkan prinsip mudharabah muthaqah, serta simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya. Semua produk tersebut, saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling besar Rp2 miliar.

Apabila dibandingkan dengan LPS, sekaitan tugas dan kewenangannya, tentu LPPP akan berurusan dengan produk asuransi. Untuk tugas dan fungsi yang lain masih relevan dipersamakan dalam konteks bidang yang ditangani adalah perusahaan asuransi.

Belajar dari LPPP yang telah berjalan di negara lain, ada beberapa tugas yang cukup berbeda dari penjaminan simpanan. Perbedaannya bervariasi, namun biasanya menjamin ihwal sebagai berikut: pembayaran klaim (valid claim) atas klaim sebelum perusahaan asuransi dinyatakan gagal atau setelah dinyatakan gagal dalam periode tertentu, meneruskan perlindungan asuransinya atas polis yang masih berjalan sampai periode tertentu hingga pemegang polis mendapat cover asuransi lain.

Berikutnya, yang juga berbeda adalah pengembalian premi untuk sisa masa asuransi yang belum terjalani saat perusahaan asuransi dinyatakan gagal, serta membayarkan sejumlah uang untuk memindahkan pertanggungan ke perusahaan asuransi lain (biasanya untuk asuransi dengan masa pertanggungan panjang).

Dengan begitu, besaran manfaat klaim yang dibayarkan sangat bergantung kasus per individu pemegang polis. Ini yang membuat penjaminan pemegang polis lebih rumit dibandingkan dengan penjaminan simpanan. Kerumitan itu yang membuat LPPP perlu dilengkapi dengan sumber daya manusia yang dapat memprediksi secara keilmuan kebutuhan pendanaan. Misalnya saja dengan mempekerjakan aktuaris.

Mana yang lebih membutuhkan LPPP antara asuransi jiwa dan asuransi umum? Jawaban singkatnya, kedua-duanya membutuhkan LPPP.

Apabila (lagi-lagi) melihat contoh negara lain dan berbagai fakta yang ada di Indonesia, saya berpendapat pemegang polis yang paling urgen untuk dilindungi adalah pemegang polis asuransi jiwa. Mengapa? Ini jawabannya:

Sebagian besar pemegang polis asuransi jiwa adalah pemegang polis individu yang sejatinya pengetahuan tentang asuransi tidak memadai. Belum lagi ketidaktahuan bagaimana pemegang polis menyalurkan keluhannya untuk mendapatkan haknya.

Sementara itu, pemegang polis terbesar untuk asuransi umum adalah korporasi. Untuk asuransi kredit kendaraan bermotor atau kepemilikan rumah misalnya, biasanya pemberi kredit telah menyediakan beberapa pilihan perusahaan asuransi rekanan. Sehingga, institusi pemberi kredit memiliki pengetahuan dan akses tentang kondisi perusahaan asuransi rekanannya.

Pemegang polis asuransi jiwa membeli produk asuransi jiwa dalam jangka waktu yang lama dengan membayar premi hingga bertahun-tahun dengan harapan setelah periode tertentu dapat diuangkan atau diklaim. Tentu akan membuat kecewa dan tak percaya lagi kepada skema asuransi apabila perusahaan asuransi gagal bayar.

Sedangkan polis asuransi umum biasanya memiliki masa pertanggungan satu tahun atau kurang dan dapat diperpanjang pada tahun berikutnya. Bila tidak terjadi risiko, maka uang premi tidak dikembalikan kepada pemegang polis.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More