Rumput Liar Negara Hukum

Rabu, 05 Mei 2021 - 05:38 WIB
Dalam rangka penjabaran fitrah negara hukum, sekaligus pemahaman tentang realitas empiris tumbuhnya rumput-rumput liar dan upaya-upaya pembasmiannya, ada baiknya disimak saksama hakikat penciptaan organ tubuh: mata, telinga, dan mulut. Atas karunia-Nya, setiap manusia memiliki mulut satu, mata dua, dan telinga dua. Pesan spiritual-religiusnya adalah kemajuan kehidupan negara hukum akan terwujud bila organ-organ tubuh tersebut difungsikan secara benar dan proporsional. Para penyelenggara negara mestinya banyak mendengar suara hati rakyat, banyak menatap realitas kehidupan mayoritas warga, dan hanya (sedikit) bicara, kecuali soal kebenaran dan kejujuran. Jadi, porsi penggunaan telinga dan mata dua kali lipat dibandingkan penggunaan mulut. Orientasinya tertuju kepada masa depan bangsa, yakni sebagai bangsa beradab, sejajar dengan bangsa lain, dan mampu berkontribusi demi terwujudnya perdamaian global.

Bila hakikat penciptaan organ-organ tubuh di atas benar-benar dikelola baik, dapatlah diyakini akan muncul sikap kasih sayang (compassion), sekaligus semakin menipisnya arogansi. Dicintailah seluruh warga negara dan tumpah darahnya sebagaimana mengasihi diri sendiri. Setiap kali hukum dibuat, dilaksanakan, dan ditegakkan, selalu dipertanyakan kepada hati nuraninya, adakah bermanfaat bagi pihak lain? Itulah pancaran energi kebangsaan yang terlahir sebagai ekspresi kehidupan bernegara hukum.

Pandemi Covid-19 sudah berlangsung lebih satu tahun. Belum ada tanda-tanda mereda. Dalam perspektif yuridis-spiritual, pandemi Covid-19 (termasuk larangan mudik) merupakan ujian terhadap negara hukum. Benarkah hukum Tuhan telah dijadikan sumber pembuatan regulasi dan penanganan pandemi Covid-19? Bukankah Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah, Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-Qasas: 85).

Di situlah terdapat petunjuk bahwa “cinta tanah air merupakan sebagian dari iman”. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air dibangunlah negeri-negeri.” (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Juz 6, hlm 441-442).

Amat disayangkan, betapa banyak di negeri ini rumput liar bersemi di sela-sela hukum negara. Rumput liar tumbuh di Kementerian Sosial, berupa korupsi dana bantuan sosial. Rumput liar pun disemai di berbagai pemerintahan daerah saat pemilihan kepala daerah. Masih banyak rumput liar lain tumbuh di berbagai lembaga dan oknum pejabat publik.

Idealnya, pandemi Covid-19 dimaknai sebagai peringatan, agar seluruh umat manusia, kembali ke jati dirinya sebagai makhluk suci, cinta tanah airnya, cinta bangsanya. Cinta tanah air bersifat naluriah, demi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan dunia dan akhirat.

Ramadan dan Hari Raya Idulfitri di era pandemi Covid-19 perlu dikelola secara bijak. Basmilah rumput-rumput liar melalui sinkronisasi kebijakan kesehatan dengan kebijakan ekonomi. Padukan kebijakan transportasi dengan kebijakan pariwisata. Konsistenkan antara kebijakan pusat (nasional) dan daerah (lokal). Setiap larangan, mesti disertai solusinya. Kebijakan mudik berwatak sosial-religius diperlukan agar pada satu sisi kebijakan tersebut bernilai ibadah. Pada sisi lain, agar kemudaratannya dapat diminimalkan. Wallahu a’lam.
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More