Membumikan Kembali Pancasila di Kalangan Milenial
Kamis, 29 April 2021 - 05:56 WIB
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, semua pihak harus melakukan kajian yang seksama terhadap fenomena ini. Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan itu terjadi. Pertama, bagi anak muda sekarang ideologi bukan sesuatu yang penting.
Mu’ti menerangkan generasi milenial cenderung sangat longgar tidak hanya menyangkut ideologi negara. Juga terhadap ideologi agama dan berbagai hal yang selama ini dianggap sebagai nilai-nilai dan tradisi yang sudah mapan. Kedua, kurangnya penanaman dan pemahaman nilai-nilai tentang Pancasila.
“Ketiga, mereka tidak melihat dan menemukan adanya kebanggaan dengan ber-Pancasila itu. Sebabnya, berbagai kontradiksi dan paradok dalam kehidupan sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai dan sila Pancasila. Tentu ini harus kita secara komprehensif, tidak single poin terhadap anak-anak milenial saja,” tuturnya kepada Koran SINDO, Rabu (28/4/2021).
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah itu menyatakan, para penyelenggara negara dan mereka yang berada struktural juga harus melakukan introspeksi. Mereka mempunyai tanggung jawab dan tugas untuk sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila. Dia menilai cara-cara sosialisasi yang dilakukan selama ini perlu direvisi.
“Upaya-upaya sosialisasi dan internalisasi Pancasila itu cenderung seremonial dan struktural. Kurang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Ini memang perlu menjadi bagian dari evaluasi. Kadang-kadang slogan dan figure yang tidak tepat. Misalnya, Saya Indonesia dan Saya Pancasila, saya kira slogan itu perlu dievaluasi,” paparnya.
Mu’ti mengkritik pemilihan figur yang tidak tepat untuk dijadikan teladan tentang pengamalan Pancasila.
“Hidupnya tidak teladan dan mencerminkan pengamalan Pancasila dijadikan ikon itu sesuatu kekeliruan yang fatal,” ucapnya.
Beberapa waktu lalu, sempat terjadi kontroversi terkait pengangkatan selebritis Zaskia Gotik menjadi duta Pancasila.Masyarakat pun melancarkan banjir protes. Di situ yang terlihat dikedepankan adalah popularitasnya bukan integritas. Penanaman nilai-nilai Pancasila, menurutnya, harus dilakukan perubahan-perubahan dari cara yang dilakukan selama ini.
Dia menjelaskan sekarang bukan lagi era yang segala sesuatu dilakukan dengan indoktrinasi. Apalagi pendekatan yang menakut-nakuti. Sosialisasi Pancasila harus dilakukan dengan cara-cara yang menarik.
Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa melakukan itu karena memiliki sumber daya dan dana yang mencukupi. Sayangnya, menurut Mu’ti, terkadang metode yang dilakukan pemerintah kalah dari lembaga-lembaga partikelir. Di era keterbukaan informasi dengan berbagai platform media, pemerintah harus agresif juga mensosialisasikan Pancasila di dunia maya.
Mu’ti menerangkan generasi milenial cenderung sangat longgar tidak hanya menyangkut ideologi negara. Juga terhadap ideologi agama dan berbagai hal yang selama ini dianggap sebagai nilai-nilai dan tradisi yang sudah mapan. Kedua, kurangnya penanaman dan pemahaman nilai-nilai tentang Pancasila.
“Ketiga, mereka tidak melihat dan menemukan adanya kebanggaan dengan ber-Pancasila itu. Sebabnya, berbagai kontradiksi dan paradok dalam kehidupan sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai dan sila Pancasila. Tentu ini harus kita secara komprehensif, tidak single poin terhadap anak-anak milenial saja,” tuturnya kepada Koran SINDO, Rabu (28/4/2021).
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah itu menyatakan, para penyelenggara negara dan mereka yang berada struktural juga harus melakukan introspeksi. Mereka mempunyai tanggung jawab dan tugas untuk sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila. Dia menilai cara-cara sosialisasi yang dilakukan selama ini perlu direvisi.
“Upaya-upaya sosialisasi dan internalisasi Pancasila itu cenderung seremonial dan struktural. Kurang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Ini memang perlu menjadi bagian dari evaluasi. Kadang-kadang slogan dan figure yang tidak tepat. Misalnya, Saya Indonesia dan Saya Pancasila, saya kira slogan itu perlu dievaluasi,” paparnya.
Mu’ti mengkritik pemilihan figur yang tidak tepat untuk dijadikan teladan tentang pengamalan Pancasila.
“Hidupnya tidak teladan dan mencerminkan pengamalan Pancasila dijadikan ikon itu sesuatu kekeliruan yang fatal,” ucapnya.
Beberapa waktu lalu, sempat terjadi kontroversi terkait pengangkatan selebritis Zaskia Gotik menjadi duta Pancasila.Masyarakat pun melancarkan banjir protes. Di situ yang terlihat dikedepankan adalah popularitasnya bukan integritas. Penanaman nilai-nilai Pancasila, menurutnya, harus dilakukan perubahan-perubahan dari cara yang dilakukan selama ini.
Dia menjelaskan sekarang bukan lagi era yang segala sesuatu dilakukan dengan indoktrinasi. Apalagi pendekatan yang menakut-nakuti. Sosialisasi Pancasila harus dilakukan dengan cara-cara yang menarik.
Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa melakukan itu karena memiliki sumber daya dan dana yang mencukupi. Sayangnya, menurut Mu’ti, terkadang metode yang dilakukan pemerintah kalah dari lembaga-lembaga partikelir. Di era keterbukaan informasi dengan berbagai platform media, pemerintah harus agresif juga mensosialisasikan Pancasila di dunia maya.
tulis komentar anda