Membumikan Kembali Pancasila di Kalangan Milenial
Kamis, 29 April 2021 - 05:56 WIB
JAKARTA - Keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara mulai tergerus, terutama di kalangan milenial . Karena itu, membumikan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila mendesak dilakukan.
Saat mendirikan negeri ini, para pendiri bangsa menetapkan Pancasila sebagai dasar bagi masyarakat untuk berbangsa dan negara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) . Harapannya tentu Pancasila menjadi panduan dalam kehidupan bernegara setiap warganya. Namun lambat laun, Pancasila justru semakin teralienasi.
Pada 2017 lalu, survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2017 menemukan 9,5% milenial setuju Pancasila diganti sebagai ideologi negara. Memang jumlah yang tidak setuju masih besar, yakni 90,5%. Tapi, fakta itu ternyata menjadi sinyal awal kian tergerusnya Pancasila.
Tiga tahun berselang, Komunitas Pancasila Muda memaparkan hasil surveinya tentang milenial dan Pancasila dihadapan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Apa hasil surveinya? Mereka menemukan 61% responden yang berusia 18-25 tahun yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan bagi mereka. Lalu, ada 19,5% yang netral.
Yang mengagetkan ada 19,5% responden yang menyatakan tidak yakin dengan nilai-nilai Pancasila itu relevan dengan kehidupan mereka saat ini. Situasi ini sekaligus bisa jadi menunjukkan pergeseran pandangan dan ketidakpedulian generasi milenial terhadap Pancasila.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas memprihatikan kondisi tersebut. Dia mengingatkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan satu-kesatuan tak terpisahkan dalam menjalani kehidupan berbangsa.
Dia menyadari pemahaman ini sulit terdesimenasikan di kalangan anak muda. Pasalnya, kalangan milenial dengan nilai-nilai sosial baru berbasis modernitas yang mereka adopsi cenderung jauh dari literasi mengenai pandangan-pandangan kebangsaan.
Saat mendirikan negeri ini, para pendiri bangsa menetapkan Pancasila sebagai dasar bagi masyarakat untuk berbangsa dan negara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) . Harapannya tentu Pancasila menjadi panduan dalam kehidupan bernegara setiap warganya. Namun lambat laun, Pancasila justru semakin teralienasi.
Pada 2017 lalu, survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2017 menemukan 9,5% milenial setuju Pancasila diganti sebagai ideologi negara. Memang jumlah yang tidak setuju masih besar, yakni 90,5%. Tapi, fakta itu ternyata menjadi sinyal awal kian tergerusnya Pancasila.
Tiga tahun berselang, Komunitas Pancasila Muda memaparkan hasil surveinya tentang milenial dan Pancasila dihadapan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Apa hasil surveinya? Mereka menemukan 61% responden yang berusia 18-25 tahun yakin dan setuju bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan bagi mereka. Lalu, ada 19,5% yang netral.
Yang mengagetkan ada 19,5% responden yang menyatakan tidak yakin dengan nilai-nilai Pancasila itu relevan dengan kehidupan mereka saat ini. Situasi ini sekaligus bisa jadi menunjukkan pergeseran pandangan dan ketidakpedulian generasi milenial terhadap Pancasila.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas memprihatikan kondisi tersebut. Dia mengingatkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan satu-kesatuan tak terpisahkan dalam menjalani kehidupan berbangsa.
Dia menyadari pemahaman ini sulit terdesimenasikan di kalangan anak muda. Pasalnya, kalangan milenial dengan nilai-nilai sosial baru berbasis modernitas yang mereka adopsi cenderung jauh dari literasi mengenai pandangan-pandangan kebangsaan.
Baca Juga
tulis komentar anda