Pengamat Intelijen: Program Wajib Lapor Bagi Warga Baru Efektif Cegah Terorisme
Minggu, 18 April 2021 - 20:11 WIB
JAKARTA - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menyarankan agar program wajib lapor bagi warga di lingkungan baru dihidupkan kembali. Sebab, program tersebut dinilai efektif mencegah munculnya embrio terorisme.
Hal itu diungkapkan Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati dalam diskusi “Refleksi Regulasi Anti Terorisme Ditinjau dari Stabilitas Keamanan Negara” yang digelar Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI), Minggu (18/4/2021).
”Sangat disayangkan sekali aturan wajib lapor bagi orang atau individu yang masuk ke dalam lingkungan baru dihapus. Ini yang menyebabkan munculnya embrio terorisme. Karena itu saya berharap aturan wajib lapor ini dihidupkan kembali,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Nuning menilai program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) gagal. ”Peristiwa penembakan terhadap MT yang merupakan mantan narapidana terorisme di Makassar, beberapa hari lalu itu merupakan indikasi kegagalan program deradikalisasi BNPT. Seharusnya BNPT memantau aktivitas mantan napiter secara serius,” ujar mantan anggota Komisi I DPR ini kepada SINDOnews.
Menurut Nuning, BNPT semestinya melakukan penetrasi ke masyarakat yang terpapar. Sebab lingkungan masyarakat merupakan salah satu tempat berkembangnya aktivitas terorisme. Tidak hanya itu, cara aparat keamanan menyelesaikan kasus terorisme juga terkesan terburu-buru. Padahal kasus pengeboman tidak hanya terkait radikalisasi tapi ada keterkaitan dengan persoalan sosial politik. “Tunggu dulu sampai hasil penyelidikannya tuntas. Karena bisa saja ada tokoh intelektual yang gunakan teroris ini untuk mengacaukan negara. Jadi teror itu sebagai alat,” tegasnya.
Selain itu, Nuning juga menyarankan agar kementerian dan lembaga di pemerintahan diikutsertakan dalam program penanggulangan terorisme yang selama ini lebih fokus ke TNI, Polri, BNPT, dan BIN. Padahal setiap institusi termasuk juga aparat keamanan harus bisa membaca penetrasi ideologi yang dinormalisasikan sehingga menciptakan enabling environment bagi kelompok teroris untuk melakukan rekrutmen, kaderisasi untuk mendapatkan dukungan dana dan politik. “Berbahaya itu kalau rekrutmen masuk secara terbuka ke institusi kampus dan organisasi kemasyarakatan,” ucapnya.
Hal itu diungkapkan Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati dalam diskusi “Refleksi Regulasi Anti Terorisme Ditinjau dari Stabilitas Keamanan Negara” yang digelar Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI), Minggu (18/4/2021).
”Sangat disayangkan sekali aturan wajib lapor bagi orang atau individu yang masuk ke dalam lingkungan baru dihapus. Ini yang menyebabkan munculnya embrio terorisme. Karena itu saya berharap aturan wajib lapor ini dihidupkan kembali,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Nuning menilai program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) gagal. ”Peristiwa penembakan terhadap MT yang merupakan mantan narapidana terorisme di Makassar, beberapa hari lalu itu merupakan indikasi kegagalan program deradikalisasi BNPT. Seharusnya BNPT memantau aktivitas mantan napiter secara serius,” ujar mantan anggota Komisi I DPR ini kepada SINDOnews.
Menurut Nuning, BNPT semestinya melakukan penetrasi ke masyarakat yang terpapar. Sebab lingkungan masyarakat merupakan salah satu tempat berkembangnya aktivitas terorisme. Tidak hanya itu, cara aparat keamanan menyelesaikan kasus terorisme juga terkesan terburu-buru. Padahal kasus pengeboman tidak hanya terkait radikalisasi tapi ada keterkaitan dengan persoalan sosial politik. “Tunggu dulu sampai hasil penyelidikannya tuntas. Karena bisa saja ada tokoh intelektual yang gunakan teroris ini untuk mengacaukan negara. Jadi teror itu sebagai alat,” tegasnya.
Selain itu, Nuning juga menyarankan agar kementerian dan lembaga di pemerintahan diikutsertakan dalam program penanggulangan terorisme yang selama ini lebih fokus ke TNI, Polri, BNPT, dan BIN. Padahal setiap institusi termasuk juga aparat keamanan harus bisa membaca penetrasi ideologi yang dinormalisasikan sehingga menciptakan enabling environment bagi kelompok teroris untuk melakukan rekrutmen, kaderisasi untuk mendapatkan dukungan dana dan politik. “Berbahaya itu kalau rekrutmen masuk secara terbuka ke institusi kampus dan organisasi kemasyarakatan,” ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda