67 Tahun GMNI: Nasionalisme Kita dan Lanscape Tata Dunia Baru

Senin, 29 Maret 2021 - 10:37 WIB
Namun yang perlu menjadi catatan penting, di tengah bangkitnya gelombang populisme dan politik xenofobic, kita menyaksikan sebuah pergeseran yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni sebuah revolusi teknologi telah membentuk kembali semua aspek kehidupan manusia.

Geopolitik tidak lagi hanya dibentuk oleh negara, tetapi juga oleh platform teknologi besar, aktor non-negara dan komunitas dan individu yang dimobilisasi secara digital; dengan skala dan kecepatan pergeseran teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya; dan kita sekarang hidup ditengah "planet platform" di mana elemen-elemen masyarakat, seperti identitas, pasar, dan partisipasi politik, melampaui batas yang tegas. Semua ini merekonstruksi ulang hubungan dalam batas-batas nasional antara negara, perusahaan, dan warga negara.

Gilles Babinet menyebutnya sebuah era pasca nation-statedimana peran, wewenang, tanggung jawab bahkan kedaulatan negara-bangsa diterupsi hingga diambil alih oleh perusahaan teknologi raksasa dengan kekuatan algoritma (big data) yang mampu membentuk dan mengarahkan kesadaran warga, ikut membentuk keputusan politik negara. yang dengan itu kekuasaanya tidak dapat dibatasi oleh kekuasaan yang dimiliki negara-bangsa. Artinya, kekuatan algoritma yang dimiliki oleh perusahaan platform raksasa dapat mendekontruksi kekuasaan negara dan mendekonsentrasi pasar. Hal ini menciptakan tuntutan untuk mendesain ulangperan negara bangsa secara lebih luas.

Patriot Rasional dan Skema Transisional

“Tanpa teori yang revolusioner tidak akan ada praktik yang revolusioner”, mungkin ini hanya kata-kata klasik Bung Karno namun tetap terus relevan. Pertanyaannya, bagaimana ukuran revolusioner itu? Tentu semua orang bisa mendefinisikan sejumlah ukuran revolusioner berdasarkan kehendak dan preferensi subjektif.

Namun kita perlu menemukan ukuran objektif untuk mendefinisikan apa yang disebut revolusioner tersebut. Mungkin sekilas nampak positivistik. Namun hal ini diperlukan agar gerakan kita tak terombang-ambingkan oleh preferensi subjektif dan asumsi-asumsi politis.

Mungkin ukuran objektif yang dapat diajukan ialah pertama, kongruensi atas ideologi. Tentu arti kongruensi terhadap ideologi berdasarkan perspektif GMNI yakni kongruensi atas Marhaenisme, yaitu kesesuaian dengan politik keberpihakan pada selamatnya hidup kaum Marhaen.

Kedua, kongruensi atas realitas. Kongruensi atas realitas berarti kesesuaian atas realitas yang terjadi ditengah masyarakat kita, termasuk dinamika perubahan di masyarakat kita. Dua ukuran objektif ini penting untuk menjembatani patologi yang umum dialami oleh gerakan yaitu “keretakan antara teori dan praksis”.

Keretakan ini menciptakan dua hal yang sering menjadi problem umum di dalam tubuh gerakan yakni ketidakmampuan merumuskan langkah-langkah praksis gerakan karena ideologi hanya berhenti sebagai keyakinan dan tak mampu menjawab tantangan realitas yang tengah berubah. Di sini kita terjebak pada konservatisme, di mana gerakan hanya berhenti pada pengulangan dalil-dalil ideologi, sekadar mengintrodusir pidato-pidato lama atau mereproduksi slogan-slogan masa lampau.

Kedua, ideologi sudah dianggap tidak relevan karena dianggap tidak mampu memenuhi tuntutan-tuntutan pragmatis atau memenuhi preferensi subjektif. Hal ini memunculkan sikap anti-intelektual bahkan cenderung brutalitas berfikir. Yang berlaku hanya cara berfikir yang bertumpu pada rasio-instrumental dimana rumusan ideologis dianggap benar jika dapat memenuhi preferensi subjektif.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More