Kasus Aktivis KAMI Syahganda Nainggolan yang Tak Banyak Diketahui Publik

Minggu, 28 Maret 2021 - 03:27 WIB
Dia mengatakan, pernyataan Mahfud MD ini menarik perhatian terdakwa Syahganda. "Dia (Syahganda, red) lalu memasukkan link berita ini ke Tweeter serta men-share komentar 'Ini Artinya Pemerintah mengakui Kedaulatan Rakyat Itu Tidak ada, yang ada kedaulatan cukong-cukong. Itulah Sebabnya Kami mendorong perubahan untuk selamatkan Indonesia dari kekuasaan cukong-cukong (oligarki). Kembali ke cita-cita proklamasi'," ucapnya.

Di persidangan, Andrianto mengungkapkan, terdakwa Syahganda Nainggolan menilai pernyataan Mahfud MD itu adalah pernyataan yang baik dari pemerintah dan Syahganda berusaha membahasnya di Tweeter.

"Twitter adalah media jejaring sosial, yang memungkinkan hal-hal penting didiskusikan kepada follower seseorang. Namun, Tweeter terdakwa ini dianggap berbahaya. Karena merupakan pernyataan bohong. Sebab Mahfud MD tidak menyatakan kedaulatan rakyat telah berubah menjadi kedaulatan cukong-cukong," ujarnya.

Dia menambahkan, terdakwa Syahganda Nainggolan bertahan bahwa menyimpulkan pernyataan Mahfud MD 92% pengaruh cukong dalam kekuasaan kepala daerah sebagaimana berita di salah satu media massa itu cukup sahih untuk disimpulkan bahwa kedaulatan rakyat telah hilang.

"Tidak ada yang bohong. Begitulah konstruksi perkara Dr. Syahganda Nainggolan sehingga ditahan hampir 6 bulan ini. Tweets lainnya adalah memberitahukan isi pidato Gatot Nurmantyo di acara KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) Kerawang, pada 30 September 2020," ujarnya.

Andrianto mengatakan, Gatot Nurmantyo saat itu berpidato menyebutkan bahwa RUU Omnibus Law Ciptaker tidak manusiawi dan menyengsarakan rakyat.

"Lalu dalam tweetsnya, terdakwa mengaitkan link berita detikNews terkait pernyataan pimpinan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) yang mengumumkan rencana Mogok Nasional dengan pidato Gatot tersebut," imbuhnya.

Dia mengungkapkan, Syahganda mengatakan bahwa Gatot Nurmantyo mengutuk RUU Omnibus Law karena menyengsarakan buruh. "Nah, dalam persidangan jaksa juga menganggap tweets ini sebuah pemberitaan bohong, karena Gatot tidak mengatakan mengutuk," katanya.

Namun,lanjut dia, terdakwa mengatakan bahwa pidato Gatot yang mengatakan RUU Omnibus Law Ciptaker tidak manusiawi dan menyengsarakan buruh dia simpulkan sebagai mengutuk.

"Sebagai contoh, kalau orang berteriak Allahuakbar, maka seseorang yang mendengar dapat mengatakan bahwa orang tersebut bertakbir. Meski perkata Allahuakbar itu tidak sama dengan takbir," katanya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More