Berpotensi Muncul Kartel Perunggasan, Komisi IV DPR Awasi Kementan

Rabu, 17 Maret 2021 - 14:00 WIB
Gejala adanya kartel yang menjurus monopoli tersebut, menjadi sorotan Komisi IV DPR RI yang menjadi mitra Kementan. Anggota Komisi IV DPR Budhy Setiawan menegaskan, kuota GPS itu harus di berikan secara transparan dan berkeadilan. “Direktur Jenderal PKH harus mendengarkan keluhan dari para peternak mandiri,” ujarnya.

Meskipun terdapat Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), bila masih ada yang yang protes kepada Komisi IV DPR, berarti menunjukkan adanya proses yang tidak transparan dan berkeadilan. “Ini harus dikoreksi dan ada perubahan,” ucap Budhy.

Terkait pembagian yang menguntungkan dua perusahaan unggas tersebut, berpotensi menciptakan kartel dan monopoli. Untuk itu, Komisi IV akan semakin detail dalam melihat dan memantau perkembangan industri perunggasan. “Kami tidak akan lagi menolelir penguasaan-penguasaan secara besar oleh sekelompok pengusaha, yang tidak memperhatikan peternak rakyat,” kata Budhy.

Menurutnya, peternak-peternak mandiri tersebut harus dibantu justru pada masa pandemi COVID-19 karena usaha peternakan ayam menjadi usaha alternatif yang paling terjangkau oleh masyarakat. “Tapi bila mereka tak mendapat fasilitas produksi, sama saja mempersulit mereka untuk berusaha,” imbuhnya.

Budhy melanjutkan yang juga politisi Golkar tersebut, UMKM pada masa pandemi harus diselamatkan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat kebanyakan. “Bila kuota GPS banyak dikuasai perusahaan besar dan tidak tersalurkan kepada peternak rakyat atau mandiri, maka sama halnya mematikan mereka,” katanya.

Komisi IV DPR RI, menurut Budhy, akan lebih ketat mengawasi perkembangan perunggasan ini krn bisa menghidupi dan memberi peluang kepada peternak mandiri. Senada dengan Budhy Setiawan, Syarkawi Rauf mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang memantau industri peternakan mengatakan, tata niaga peternakan ayam harus diawasi dengan ketat karena hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar. Demikian itu dikatakan Syarkawi saat dialog dengan Radio Elshinta, pada Selasa (16/3).

“Industri perunggasan merupakan satu-satunya komoditas yang tidak bergantung kepada impor. Hanya GPS yang masih impor, inilah yang perlu diawasi untuk ketersediaan bibit ayam,” ujar Syarkawi.

Pasalnya, importir kemudian menjual bibit ayam kepada peternak rakyat dan peternak mitra. Sampai saat ini, menurutnya, yang menjadi isu adalah peternak mandiri. “Mereka memelihara 2.500 sampai 15.000 ekor, bila tak dikelola dengan baik hubungannya dengan integrator bisa mendatangkan persoalan serius,” jelasnya.

Persaingan pada bisnis unggas, seharusnya terjadi pada 19 perusahaan importir GPS itu, bukan antara peternak mandiri dengan perusahaan besar. Hal tersebut bisa terjadi, bila perusahaan-perusahaan bermitra dengan peternak mandiri dengan menyalurkan bibit ayam dan membina peternak.

“Sehingga persaingan antar mereka adalah persaingan efisiensi, siapa yang paling efisien maka merekalah yang menguasai pasar,” tutupnya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More