Revisi UU ITE Dinilai Perlu Perjelas Aspek Penghinaan
Rabu, 24 Februari 2021 - 07:31 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Juajir Sumardi menyebutkan bagian utama yang harus direvisi dari Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terletak pada aspek penghinaan. Pasalnya, selama ini tindak pidana yang dijerat dengan UU tersebut menjadi bias.
"Tentu persoalan pertama yang perlu direvisi mengenai aspek penghinaan di dalam transaksi elektronik itu misalnya delik penghinaan itu harus dikembalikan pada KUHP. Sudah diatur dalam KUHP, delik penghinaan dan sebagainya," ujar Juajir saat dihubungi, Selasa (23/2/2021).
Oleh karena itu, kata dia, UU ITE harus dikembalikan pada hakikat semula dibentuk dengan maksud untuk mengatur persoalan yang berkaitan dengan transaksi elektronik termasuk informasi yang menggunakan elektronik.
"Jadi arahkan lah itu pada problem transaksi elektronik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan ekonomi dan bisnis itu transaksi elektronik. Jadi tindak pidananya itu tindak pidana elektronik," jelasnya.
Adapun menurut dia, kasus penghinaan yang kerap terjadi di dunia maya dapat menggunakan UU ITE. Tetapi, sambung dia, itu hanya dijadikan sebagai alat bukti saja sabagai pembuktian.
"Artinya begini semua sudah diatur dalam KUHP kemudian kita juga sudah mengakui bahwa di dalam UU ITE ini bahwa juga bisa menjadi alat bukti. Jadi ini hanya sebatas alat bukti tapi dikembalikan tidak boleh dijadikan sebagai ranah delik di situ," paparnya.
"Tentu persoalan pertama yang perlu direvisi mengenai aspek penghinaan di dalam transaksi elektronik itu misalnya delik penghinaan itu harus dikembalikan pada KUHP. Sudah diatur dalam KUHP, delik penghinaan dan sebagainya," ujar Juajir saat dihubungi, Selasa (23/2/2021).
Oleh karena itu, kata dia, UU ITE harus dikembalikan pada hakikat semula dibentuk dengan maksud untuk mengatur persoalan yang berkaitan dengan transaksi elektronik termasuk informasi yang menggunakan elektronik.
"Jadi arahkan lah itu pada problem transaksi elektronik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan ekonomi dan bisnis itu transaksi elektronik. Jadi tindak pidananya itu tindak pidana elektronik," jelasnya.
Adapun menurut dia, kasus penghinaan yang kerap terjadi di dunia maya dapat menggunakan UU ITE. Tetapi, sambung dia, itu hanya dijadikan sebagai alat bukti saja sabagai pembuktian.
"Artinya begini semua sudah diatur dalam KUHP kemudian kita juga sudah mengakui bahwa di dalam UU ITE ini bahwa juga bisa menjadi alat bukti. Jadi ini hanya sebatas alat bukti tapi dikembalikan tidak boleh dijadikan sebagai ranah delik di situ," paparnya.
(kri)
tulis komentar anda