Dibuat untuk Masyarakat, UU ITE Harus Akomodasi Kepentingan Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum Universitas Hasanuddin Makassar Juajir Sumardi meminta pemerintah mengikut sertakan masyarakat dalam merumuskan kembali UU ITE yang dinilai sebagai biang keladi kegaduhan. Menurut dia undang-undang itu harus mewakili kepentingan masyarakat.
"Dalam UU nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang undangan itu kan ada partisipasi masyarakat. Nah salah satunya itu bisa melibatkan pakar pakar hukum bisa perguruan tinggi, itu bisa dibahas secara bersama secara objektif dan terbuka. Jangan hanya berdasarkan kepentingan," kata Juajir saat dihubungi, Selasa (23/2/2021) malam.
(Baca: Dukung SE Kapolri terkait UU ITE, DPR: Agar Tak Ada Upaya Kriminalisasi)
Dia menjelaskan, dalam membuat aturan hendaknya pemerintah harus mengedepankan aspek filosofis, sosiologis dan yuridisnya. Sehingga, lanjut dia, UU ITE yang sejatinya dikeluarkan dapat kembali pada hakikatnya.
"UU ITE dulu sasaran utamanya bukan untuk memenjarakan orang, itu sebenarnya sasarannya untuk persoalan yang berkaitan tentang bisnis dan transaksi. Namanya Undang-Undang informasi dan transaksi elektronik, ITE informasi dan transaksi elektronik," ujarnya.
(Baca: SE Kapolri soal UU ITE Harus Dijalankan Seluruh Jajaran secara Konsisten)
Dikatakan Juajir, saat ini UU ITE sudah salah kaprah karena dimanfaatkan sebagai perangkap bagi kepentingan politik. Oleh karena itu wajar jika saat ini berbagai persoalan muncul dan membuat polarisasi di tengah kehidupan masyarakat.
"Padahal sasarannya itu hakikatnya landasan filosofis UU ITE dulu adalah bagaimana menyelesaikan probelem bisnis atau ekonomi yang menggunakan elektronik dalam hal ini adalah IT informasi teknologi," ucapnya.
"Dalam UU nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang undangan itu kan ada partisipasi masyarakat. Nah salah satunya itu bisa melibatkan pakar pakar hukum bisa perguruan tinggi, itu bisa dibahas secara bersama secara objektif dan terbuka. Jangan hanya berdasarkan kepentingan," kata Juajir saat dihubungi, Selasa (23/2/2021) malam.
(Baca: Dukung SE Kapolri terkait UU ITE, DPR: Agar Tak Ada Upaya Kriminalisasi)
Dia menjelaskan, dalam membuat aturan hendaknya pemerintah harus mengedepankan aspek filosofis, sosiologis dan yuridisnya. Sehingga, lanjut dia, UU ITE yang sejatinya dikeluarkan dapat kembali pada hakikatnya.
"UU ITE dulu sasaran utamanya bukan untuk memenjarakan orang, itu sebenarnya sasarannya untuk persoalan yang berkaitan tentang bisnis dan transaksi. Namanya Undang-Undang informasi dan transaksi elektronik, ITE informasi dan transaksi elektronik," ujarnya.
(Baca: SE Kapolri soal UU ITE Harus Dijalankan Seluruh Jajaran secara Konsisten)
Dikatakan Juajir, saat ini UU ITE sudah salah kaprah karena dimanfaatkan sebagai perangkap bagi kepentingan politik. Oleh karena itu wajar jika saat ini berbagai persoalan muncul dan membuat polarisasi di tengah kehidupan masyarakat.
"Padahal sasarannya itu hakikatnya landasan filosofis UU ITE dulu adalah bagaimana menyelesaikan probelem bisnis atau ekonomi yang menggunakan elektronik dalam hal ini adalah IT informasi teknologi," ucapnya.
(muh)