74 Tahun HMI, Merampai Persatuan dalam Kebhinekaan
Jum'at, 05 Februari 2021 - 15:23 WIB
Mengerasnya sentimen primordialisme kerapkali membuat seseorang memposisikan dirinya berbeda dengan orang lain, tanpa ada upaya mencari titik kesamaannya. Hal ini merupakan sebuah ancaman yang berpotensi menghambat transformasi dan perjuangan organisasi dalam menggapai tujuan luhurnya.
Sebagai miniatur terkecil negara, HMI cukup merepresentasikan identitas primordialisme yang ada di bumi pertiwi. Hampir dipastikan tidak seorang pun insan HMI yang merepresentasikan hanya satu dimensi yang hendak membentuk identitasnya sebagai kader.
Jikalau direfleksikan terdapat beragam dimensi yang membentuk identitasnya–mulai dari kampus, komisariat, suku dan lain sebagainya. Seseorang mungkin berlainan dari dimensi tertentu, namun tetapi dapat bertemu pada dimensi lainnya.
Adalah suatu keharusan bagi siapa pun yang memilih HMI sebagai wahana perjuangannya untuk melepas segala kepentingan sempitnya. Mewujudkan masyarakat adil makmur harus dijadikan sebagai hal utama di setiap derap langkah perjuangan di bawah kibaran bendera hijau hitam.
Ini pula yang menjelaskan mengapa sentimen identitas tidak senafas dengan semangat juang HMI itu sendiri. Secara historis, tidak ada penjelasan yang membenarkan HMI harus membumikan kepentingan kelompok tertentu.
Keislaman dan keindonesiaan sebagai spirit HMI menegaskan bilamana keberpihakan HMI tak hanya ditujukan pada kepentingan umat, melainkan juga rakyat. Nyaris tidak ada gunanya mempersoalkan perbedaan di tengah keberagaman.
Karenanya di balik perbedaan itu, sejatinya, terdapat keterpautan antara satu dengan yang lain. Artinya di usia HMI yang tidak lagi muda, mencari titik persamaan hendaknya dipandang sebagai sebuah tuntutan ideologis supaya setiap insan HMI terpanggil dan bisa melangkah melampau sekat-sekat identitas.
Tidak ada satu pun rumusan untuk HMI menjerumuskan diri larut ke dalam kepentingan satu kelompok, sebab kalau sampai itu yang terjadi, sudah tentu perjuangan HMI akan bermuara pada impase (kebuntuan). Persatuan sebagai nilai prinsipil yang diperjuangkan para pendiri bangsa, hendak ditempatkan sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dangan HMI. Persatuan tak cuma determinasi bagi tumbuhnya demokrasi, melainkan juga sebagai prasyarat konkret mencapai masyarakat adil dan makmur.
Menembus Cakrawala, Membentang Asa
Mengerasnya sentimen berbasis identitas tampaknya memicu lahirnya ancaman disharmoni sosial dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dan multikulturalisme. Ada kecenderungan eksklusivitas yang sebetulnya itu inkompatibel dengan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Gagasan Soekarno terkait islam dan nasionalisme bisa dijadikan pijakan untuk membedahnya.
Sebagai miniatur terkecil negara, HMI cukup merepresentasikan identitas primordialisme yang ada di bumi pertiwi. Hampir dipastikan tidak seorang pun insan HMI yang merepresentasikan hanya satu dimensi yang hendak membentuk identitasnya sebagai kader.
Jikalau direfleksikan terdapat beragam dimensi yang membentuk identitasnya–mulai dari kampus, komisariat, suku dan lain sebagainya. Seseorang mungkin berlainan dari dimensi tertentu, namun tetapi dapat bertemu pada dimensi lainnya.
Adalah suatu keharusan bagi siapa pun yang memilih HMI sebagai wahana perjuangannya untuk melepas segala kepentingan sempitnya. Mewujudkan masyarakat adil makmur harus dijadikan sebagai hal utama di setiap derap langkah perjuangan di bawah kibaran bendera hijau hitam.
Ini pula yang menjelaskan mengapa sentimen identitas tidak senafas dengan semangat juang HMI itu sendiri. Secara historis, tidak ada penjelasan yang membenarkan HMI harus membumikan kepentingan kelompok tertentu.
Keislaman dan keindonesiaan sebagai spirit HMI menegaskan bilamana keberpihakan HMI tak hanya ditujukan pada kepentingan umat, melainkan juga rakyat. Nyaris tidak ada gunanya mempersoalkan perbedaan di tengah keberagaman.
Karenanya di balik perbedaan itu, sejatinya, terdapat keterpautan antara satu dengan yang lain. Artinya di usia HMI yang tidak lagi muda, mencari titik persamaan hendaknya dipandang sebagai sebuah tuntutan ideologis supaya setiap insan HMI terpanggil dan bisa melangkah melampau sekat-sekat identitas.
Tidak ada satu pun rumusan untuk HMI menjerumuskan diri larut ke dalam kepentingan satu kelompok, sebab kalau sampai itu yang terjadi, sudah tentu perjuangan HMI akan bermuara pada impase (kebuntuan). Persatuan sebagai nilai prinsipil yang diperjuangkan para pendiri bangsa, hendak ditempatkan sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dangan HMI. Persatuan tak cuma determinasi bagi tumbuhnya demokrasi, melainkan juga sebagai prasyarat konkret mencapai masyarakat adil dan makmur.
Menembus Cakrawala, Membentang Asa
Mengerasnya sentimen berbasis identitas tampaknya memicu lahirnya ancaman disharmoni sosial dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dan multikulturalisme. Ada kecenderungan eksklusivitas yang sebetulnya itu inkompatibel dengan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Gagasan Soekarno terkait islam dan nasionalisme bisa dijadikan pijakan untuk membedahnya.
Lihat Juga :