Masa Tenang Pilkada Diprediksi Banyak Diwarnai Kampanye Terselubung
Sabtu, 05 Desember 2020 - 09:28 WIB
JAKARTA - Masa kampanye Pilkada serentak 2020 berakhir hari ini. Berikutnya, akan berlaku masa tenang yang dimulai pada 6-8 Desember hingga dilakukan pungut-hitung 9 Desember 2020 nanti. Di masa tenang nanti, dugaan pelanggaran diprediksi semakin meningkat, sehingga dibutuhkan pengawasan dan tindakan yang tegas.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan, setidaknya dalam masa tenang nanti, ia memprediksi makin banyak kampanye terselubung.
"Mengingat kampanye sebelumnya dirasa belum optimal. Tatap muka masih rendah. Maka di masa tenang, dapat dioptimalkan untuk kampanye diam-diam," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (5/12/2020). ( )
Ray melihat dugaan pelanggaran pilkada berupa politik uang, paling utama harus menjadi perhatian para penyelenggara dan pemantau pemilu. Menurutnya, politik uang menjadi sangat berbahaya karena dari pilkada ke pilkada terus terjadi. Hal ini masih ditambah dengan pengawasan yang lemah.
Terlebih, Ray menilai, Pilkada di tengah Pandemi COVID-19, maka potensi politik uang diprediksi meningkat dari pilkada sebelumnya. Kata Ray, lagi-lagi, pandemi menghalangi pengawasan yang lebih ketat. Di sisi lain, kebutuhan ekonomi masyarakat juga tengah terdampak akibat pandemi, tak terkecuali di wilayah yang menggelar Pilkada.
"Dua perpaduan ini memungkinkan lonjakan politik uang akan meningkat. Dalam survei TI (Transaransi Indonesia) hari ini dinyatakan vote buying masih sangat tinggi di dalam praktik pemilu kita," kata mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini. ( )
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan, setidaknya dalam masa tenang nanti, ia memprediksi makin banyak kampanye terselubung.
"Mengingat kampanye sebelumnya dirasa belum optimal. Tatap muka masih rendah. Maka di masa tenang, dapat dioptimalkan untuk kampanye diam-diam," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (5/12/2020). ( )
Ray melihat dugaan pelanggaran pilkada berupa politik uang, paling utama harus menjadi perhatian para penyelenggara dan pemantau pemilu. Menurutnya, politik uang menjadi sangat berbahaya karena dari pilkada ke pilkada terus terjadi. Hal ini masih ditambah dengan pengawasan yang lemah.
Terlebih, Ray menilai, Pilkada di tengah Pandemi COVID-19, maka potensi politik uang diprediksi meningkat dari pilkada sebelumnya. Kata Ray, lagi-lagi, pandemi menghalangi pengawasan yang lebih ketat. Di sisi lain, kebutuhan ekonomi masyarakat juga tengah terdampak akibat pandemi, tak terkecuali di wilayah yang menggelar Pilkada.
"Dua perpaduan ini memungkinkan lonjakan politik uang akan meningkat. Dalam survei TI (Transaransi Indonesia) hari ini dinyatakan vote buying masih sangat tinggi di dalam praktik pemilu kita," kata mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini. ( )
(abd)
tulis komentar anda