Bawaslu Ungkap Ada Paslon Habiskan Rp1 Miliar di Medsos
Selasa, 24 November 2020 - 12:01 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus bekerja ekstra keras untuk mengawasi iklan kampanye dari para paslon. Semakin berkembangnya dunia digital, semakin banyak area yang harus diawasi oleh lembaga tersebut.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menerangkan ada beragam metode kampanye yang diizinkan, misalnya pemasangan alat peraga, pertemuan tatap muka, dan iklan. Dalam 50 hari masa kampanye ini, para paslon lebih banyak menyukai tatap muka dibandingkan daring. Tantangan datang saat ini karena masa beriklan di media cetak, elektronik, daring, dan sosial (medsos) telah dimulai sejak 22 November lalu. Fritz mengungkapkan pihaknya telah meminta penghapusan 182 tautan di internet yang melanggar undang-undang (UU). (Baca juga: Bawaslu Sebut Kampanye Daring di Pilkada Makin Menurun)
Pada PKPU 13 Nomor 2020, iklan kampanye baru boleh dilakukan 14 hari menjelang masa tenang (22 November-5 Desember 2020). Fritz menjelaskan pihaknya menemukan paslon yang beriklan selama masa kampanye. “Dalam praktiknya sudah ada paslon yang menghabiskan Rp1 miliar di media sosial (medsos),” ucapnya. (Baca juga: Kreatif di Daring, Pemilih Terjaring)
Untuk menangani iklan ini, Bawaslu bekerja sama dengan KPU, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Fritz mengatakan pelanggaran paslon dalam beriklan, seperti jumlah tayangan yang berlebih. Ini biasanya diberikan sanksi administrasi. (Baca juga: Kendala Jaringan dalam Kampanye Daring, KPU Daerah Diminta Berkoordinasi dengan Diskominfo)
Kemudian, ada paslon yang beriklan di luar waktu yang ditentukan. Sanksinya berupa hukuman pidana. Bawaslu menemukan ada iklan yang ditayangkan di media daring yang tidak terverifikasi. Bahkan, iklan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan dengan palson. Fritz menegaskan tindakan itu bisa diproses hukum. “Penanganan pelanggaran iklan itu salah satu bentuk penegakan hukum,” pungkasnya.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menerangkan ada beragam metode kampanye yang diizinkan, misalnya pemasangan alat peraga, pertemuan tatap muka, dan iklan. Dalam 50 hari masa kampanye ini, para paslon lebih banyak menyukai tatap muka dibandingkan daring. Tantangan datang saat ini karena masa beriklan di media cetak, elektronik, daring, dan sosial (medsos) telah dimulai sejak 22 November lalu. Fritz mengungkapkan pihaknya telah meminta penghapusan 182 tautan di internet yang melanggar undang-undang (UU). (Baca juga: Bawaslu Sebut Kampanye Daring di Pilkada Makin Menurun)
Pada PKPU 13 Nomor 2020, iklan kampanye baru boleh dilakukan 14 hari menjelang masa tenang (22 November-5 Desember 2020). Fritz menjelaskan pihaknya menemukan paslon yang beriklan selama masa kampanye. “Dalam praktiknya sudah ada paslon yang menghabiskan Rp1 miliar di media sosial (medsos),” ucapnya. (Baca juga: Kreatif di Daring, Pemilih Terjaring)
Untuk menangani iklan ini, Bawaslu bekerja sama dengan KPU, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Fritz mengatakan pelanggaran paslon dalam beriklan, seperti jumlah tayangan yang berlebih. Ini biasanya diberikan sanksi administrasi. (Baca juga: Kendala Jaringan dalam Kampanye Daring, KPU Daerah Diminta Berkoordinasi dengan Diskominfo)
Kemudian, ada paslon yang beriklan di luar waktu yang ditentukan. Sanksinya berupa hukuman pidana. Bawaslu menemukan ada iklan yang ditayangkan di media daring yang tidak terverifikasi. Bahkan, iklan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan dengan palson. Fritz menegaskan tindakan itu bisa diproses hukum. “Penanganan pelanggaran iklan itu salah satu bentuk penegakan hukum,” pungkasnya.
(cip)
tulis komentar anda