Harmonisasi Fungsi Intermediasi Perbankan

Senin, 16 November 2020 - 05:30 WIB
Rendahnya angka pertumbuhan kredit dan tingginya pertumbuhan DPK tak lain akibat permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi Covid-19. Saat ini masyarakat lebih memilih pendapatannya ditabung untuk berjaga-jaga daripada untuk konsumsi atau investasi. Hal tersebut yang kini menyebabkan pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit.

Secara spesifik nyatanya tidak semua bank mengalami penurunan kredit di masa pandemi. Di antara berbagai bank yang kini mengalami masalah kredit, sejumlah bank daerah justru mencatat pertumbuhan kredit paling mumpuni dibandingkan kelompok lainnya. Segmen konsumsi, terutama penyaluran kredit kepada ASN jadi penopangnya. OJK mencatat sampai September 2020 pertumbuhan kredit bank daerah mencapai 2,73% (yoy), melampaui pertumbuhan kelompok bank lain yang masih tercatat negatif. Selain bank daerah, beberapa bank milik pemerintah lainnya juga tercatat mengalami pertumbuhan penyaluran kredit. Kenaikan kredit di tengah lesunya permintaan kredit, salah satunya disebabkan penempatan dana pemerintah kepada berbagai bank BUMN yang totalnya mencapai Rp30 triliun yang harus disalurkan menjadi kredit sebesar tiga kali lipat dalam tempo tiga bulan.

Bagi bank yang kini mengalami penurunan permintaan kredit akibat pandemi, mereka cenderung melepas sebagian dana ke instrumen surat berharga semisal obligasi atau surat berharga negara (SBN). Tentunya, cara itu dilakukan semata-mata untuk mengelola likuiditas ada di level yang normal. Langkah yang diambil oleh perbankan yang kini memiliki kelebihan dana untuk membeli surat berharga negara menjadi solusi yang tepat mengingat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kini membutuhkan dukungan. Di sisi perbankan sendiri, penempatan dana di SBN dinilai cukup menguntungkan karena harganya yang berfluktuasi mengikuti pasar.

Membangun Confidence Pelaku Ekonomi

Survei lain yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) terkait permintaan dan penawaran bank menunjukkan bahwa permintaan pembiayaan korporasi telah mulai meningkat pada September 2020. Peningkatan permintaan terutama terjadi pada kredit korporasi. Para responden survei pun memperkirakan permintaan kredit masih akan tumbuh dalam tiga bulan ke depan, meskipun melambat. Peningkatan kebutuhan pembiayaan terutama dialami sektor pertambangan, pengadaan listrik, gas, dan air, konstruksi, jasa keuangan dan real estat. Sebaliknya, kenaikan permintaan kredit oleh industri pertanian, pengolahan, perdagangan, penyedia akomodasi, serta jasa perusahaan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya akan melambat.

Sejatinya, pertumbuhan kredit akan mengikuti tren pemulihan ekonomi. Jika pemulihan ekonomi berjalan lambat, kredit juga akan sulit tumbuh. Artinya, intermediasi perbankan diperkirakan akan membaik sejalan dengan prospek perbaikan kinerja korporasi dan pemulihan ekonomi domestik, serta konsistensi sinergi kebijakan yang ditempuh. Adapun kinerja korporasi triwulan III 2020 terindikasi secara perlahan membaik. Hal ini tecermin dari peningkatan penjualan, kemampuan bayar, serta penerimaan perpajakan terutama pada sektor industri dan perdagangan.

Pada intinya, kunci dari pemulihan fungsi intermediasi sektor perbankan saat ini adalah dengan membangun confidence para pelaku ekonomi sehingga seluruh sendi perekonomian dapat kembali berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, koordinasi yang baik antarlembaga terkait di antaranya Bank Indonesia, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan, hingga Kementrian Keuangan sangat diperlukan untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan serta mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional. Semoga.
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More