Merenda Optimisme dalam Histeria Ekonomi
loading...
A
A
A
Adhitya Wardhono
Dosen dan Peneliti Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember.Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policy” (Ke-Ris Benefitly)- Universitas Jember.
NUANSA ekonomi kali ini terasa cukup muram. Dilansir dari Google Trends, resesi menjadi salah satu kata yang beken dan banyak dicari masyarakat Indonesia sepanjang 2022.
Merujuk risalah Dana Moneter Internasional (IMF) bertajuk World Economic Outlook (11/2022), pertumbuhan ekonomi dunia diramalkan mengalami kontraksi sebesar 2,7% pada 2023. Sebenarnya, ini sudah dipangkas dua kali. Mulanya 3,6% di April, menjadi 2,9% di Juli lalu.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tidak berbeda proyeksi OECD meramalkan ekonomi dunia hanya akan tumbuh di kisaran 2,2%. Angka-angka ini sebetulnya masih lebih optimistis bila dibandingkan dengan cuitan Goldman Sachs dan J.P. Morgan, dua bank investasi terkemuka dunia, yang memprediksi ekonomi global tidak akan tumbuh melampaui 2%. Tidak heran bila isu resesi kian membuncah dan menciptakan histeria tersendiri jelang pergantian tahun.
Kabar baiknya, ekonomi Indonesia diprediksi akan tetap solid dan jauh dari kata resesi. Mengarus survei Bloomberg, peluang terjadinya resesi di Indonesia relatif rendah, hanya pada kisaran 3%, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Walau sebagian lembaga dunia seperti World Bank, OECD, IMF, dan ADB sempat memangkas proyeksinya, tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia ditaksir akan tetap positif, berada dalam rentang yang cukup aman yaitu 4,7% hingga 5,1% pada 2023. Indonesia boleh bernapas lega, namun jangan sampai terlena. Ini bukan berarti bahwa perekonomian sepenuhnya bebas dari ancaman.
Prognosa Ekonomi Indonesia
Saat ini Indonesia merupakan aktor penting dalam perekonomian global. Lewat hasil kekayaan alamnya, Indonesia memberikan kontribusi global melalui penyediaan Crude Palm Oil (CPO), batu bara, nikel, tembaga, dan komoditas berbasis sumber daya alam lainnya.
Selain itu, Indonesia juga unggul dalam produk manufaktur seperti tekstil dan alas kaki. Tidak bisa dipungkiri, ekspor merupakan katalisator perekonomian Indonesia, meski proporsinya terhadap PDB bukan yang paling besar dan masih relatif kecil dibandingkan negara eksportir lainnya.
Namun, ekspor terus tumbuh secara flamboyan dan berulang kali menyelamatkan perekonomian Indonesia. Masalahnya, ekspor amat bergantung pada permintaan eksternal. Ketika trayek ekonomi global mengalami kemunduran, imbasnya berujung pada lesunya permintaan dan penurunan ekspor. Alhasil, perlambatan ekspor merupakan prediksi logis ekonomi Indonesia pada 2023.
Dosen dan Peneliti Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember.Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policy” (Ke-Ris Benefitly)- Universitas Jember.
NUANSA ekonomi kali ini terasa cukup muram. Dilansir dari Google Trends, resesi menjadi salah satu kata yang beken dan banyak dicari masyarakat Indonesia sepanjang 2022.
Merujuk risalah Dana Moneter Internasional (IMF) bertajuk World Economic Outlook (11/2022), pertumbuhan ekonomi dunia diramalkan mengalami kontraksi sebesar 2,7% pada 2023. Sebenarnya, ini sudah dipangkas dua kali. Mulanya 3,6% di April, menjadi 2,9% di Juli lalu.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tidak berbeda proyeksi OECD meramalkan ekonomi dunia hanya akan tumbuh di kisaran 2,2%. Angka-angka ini sebetulnya masih lebih optimistis bila dibandingkan dengan cuitan Goldman Sachs dan J.P. Morgan, dua bank investasi terkemuka dunia, yang memprediksi ekonomi global tidak akan tumbuh melampaui 2%. Tidak heran bila isu resesi kian membuncah dan menciptakan histeria tersendiri jelang pergantian tahun.
Kabar baiknya, ekonomi Indonesia diprediksi akan tetap solid dan jauh dari kata resesi. Mengarus survei Bloomberg, peluang terjadinya resesi di Indonesia relatif rendah, hanya pada kisaran 3%, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Walau sebagian lembaga dunia seperti World Bank, OECD, IMF, dan ADB sempat memangkas proyeksinya, tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia ditaksir akan tetap positif, berada dalam rentang yang cukup aman yaitu 4,7% hingga 5,1% pada 2023. Indonesia boleh bernapas lega, namun jangan sampai terlena. Ini bukan berarti bahwa perekonomian sepenuhnya bebas dari ancaman.
Prognosa Ekonomi Indonesia
Saat ini Indonesia merupakan aktor penting dalam perekonomian global. Lewat hasil kekayaan alamnya, Indonesia memberikan kontribusi global melalui penyediaan Crude Palm Oil (CPO), batu bara, nikel, tembaga, dan komoditas berbasis sumber daya alam lainnya.
Selain itu, Indonesia juga unggul dalam produk manufaktur seperti tekstil dan alas kaki. Tidak bisa dipungkiri, ekspor merupakan katalisator perekonomian Indonesia, meski proporsinya terhadap PDB bukan yang paling besar dan masih relatif kecil dibandingkan negara eksportir lainnya.
Namun, ekspor terus tumbuh secara flamboyan dan berulang kali menyelamatkan perekonomian Indonesia. Masalahnya, ekspor amat bergantung pada permintaan eksternal. Ketika trayek ekonomi global mengalami kemunduran, imbasnya berujung pada lesunya permintaan dan penurunan ekspor. Alhasil, perlambatan ekspor merupakan prediksi logis ekonomi Indonesia pada 2023.