Kriminolog: Hoaks Masuk Kategori Kejahatan karena Timbulkan Dampak Buruk
Jum'at, 13 November 2020 - 18:27 WIB
JAKARTA - Maraknya berita bohong (hoaks) menjadi persoalan yang tidak mudah diatasi. Termasuk juga ketika pandemi Covid-19, sebaran hoaks sulit dibendung meski berbagai upaya dilakukan seperti pemblokiran atau pencabutan berita bohong, penangkapan penyebar atau pembuat hoaks, hingga literasi terhadap masyarakat.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin mengatakan hoaks bukan hanya mencakup pelanggaran hukum. Menurut dia, berita bohong dapat dikategorikan masuk tindakan kejahatan lantaran ada makna yang lebih luas dan dampak yang ditimbulkan. (Baca juga: Hoaks Marak Akibat Kesenjangan Ekspektasi Publik dan Ketersediaan Informasi)
“Dalam kriminologi, antara pelanggaran hukum dan kejahatan itu meskipun dua konsep yang saling berhubungan, tetapi kejahatan punya makna yang lebih luas. Artinya ada dampak yang juga harus dipertimbangkan ketika bicara hoaks dari sisi kejahatan,” kata Iqrak dalam diskusi daring bertajuk Waspada Hoaks Selama Pandemi, Jumat (13/11/2020). (Baca juga: Hoaks Merajalela di Media Sosial)
Bila hanya dilihat dari sisi penegakkan hukum, lanjut Iqrak, muaranya mengarah pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, dari sisi kriminologi, hoaks bisa berkaitan dengan rusaknya tatanan bermasyarakat, terganggunya proses kebijakan penanganan pandemi, dan terjadinya hal yang kontraproduktif terhadap upaya penanganan pandemi. “Jadi, hoaks ini bukan hanya soal pelanggaran terhadap UU ITE, tetapi punya implikasi yang sangat luas,” tegasnya.
Merujuk data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sejak 23 Januari hingga 18 Oktober 2020 terdapat 2.020 konten hoaks mengenai Covid-19 di media sosial. Sebanyak 1.759 konten di antaranya sudah berhasil dicabut (takedown). (Baca juga: Lawan Hoaks di Masa Pandemi, Masyarakat Diminta Pintar Memilih Berita)
Melihat situasi pandemi Covid-19 yang belum selesai, Iqrak mengatakan semua pihak dituntut serius mencegah penyebaran berita bohong, mencari kejelasan dan menyampaikan informasi dengan didukung data-data yang akurat.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin mengatakan hoaks bukan hanya mencakup pelanggaran hukum. Menurut dia, berita bohong dapat dikategorikan masuk tindakan kejahatan lantaran ada makna yang lebih luas dan dampak yang ditimbulkan. (Baca juga: Hoaks Marak Akibat Kesenjangan Ekspektasi Publik dan Ketersediaan Informasi)
“Dalam kriminologi, antara pelanggaran hukum dan kejahatan itu meskipun dua konsep yang saling berhubungan, tetapi kejahatan punya makna yang lebih luas. Artinya ada dampak yang juga harus dipertimbangkan ketika bicara hoaks dari sisi kejahatan,” kata Iqrak dalam diskusi daring bertajuk Waspada Hoaks Selama Pandemi, Jumat (13/11/2020). (Baca juga: Hoaks Merajalela di Media Sosial)
Bila hanya dilihat dari sisi penegakkan hukum, lanjut Iqrak, muaranya mengarah pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, dari sisi kriminologi, hoaks bisa berkaitan dengan rusaknya tatanan bermasyarakat, terganggunya proses kebijakan penanganan pandemi, dan terjadinya hal yang kontraproduktif terhadap upaya penanganan pandemi. “Jadi, hoaks ini bukan hanya soal pelanggaran terhadap UU ITE, tetapi punya implikasi yang sangat luas,” tegasnya.
Merujuk data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sejak 23 Januari hingga 18 Oktober 2020 terdapat 2.020 konten hoaks mengenai Covid-19 di media sosial. Sebanyak 1.759 konten di antaranya sudah berhasil dicabut (takedown). (Baca juga: Lawan Hoaks di Masa Pandemi, Masyarakat Diminta Pintar Memilih Berita)
Melihat situasi pandemi Covid-19 yang belum selesai, Iqrak mengatakan semua pihak dituntut serius mencegah penyebaran berita bohong, mencari kejelasan dan menyampaikan informasi dengan didukung data-data yang akurat.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda