Peradilan Bangkit dan Produktif

Kamis, 05 November 2020 - 08:05 WIB
Dokter alumnus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini menuturkan, langkah MA membuat dan menjalankan program MA Peduli untuk menggalang donasi dan disalurkan ke warga/aparatur peradilan dan masyarakat di sekitar lingkungan peradilan merupakan salah satu aspek yang juga harus diapresiasi. Musababnya dampak pandemi bagi masyarakat sangat sistemik sehingga membutuhkan bantuan dan kontribusi semua pihak bisa sama-sama bangkit dan keluar dari masalah yang ada.

“Kita juga sangat berterima kasih ke MA sudah menyalurkan APD ke puluhan rumah sakit di Indonesia karena memang tenaga kesehatan adalah benteng terakhir. Jadi, kalau mau dilihat semua yang dilakukan MA, itu dari hulu ke hilir. Mereka membantu masyarakat sekitarnya, membantu tenaga kesehatan, dan juga menjaga tidak terjadi penularan penyebaran Covid-19,” paparnya.

Penanganan Dinilai Masih Lamban

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian untuk Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah menilai, sejauh ini upaya MA dan badan peradilan di bawahnya dalam penanganan corona di lingkungan peradilan cenderung sangat lamban. Padahal, pengadilan merupakan tempat berkumpul banyak pihak baik hakim, pegawai pengadilan, jaksa penuntut umum, advokat, terdakwa, saksi, keluarga terdakwa, dan lain-lain.

“Pimpinan pengadilan gamang dalam merespons kasus Covid-19 secara cepat. Contact tracing belum dilakukan sesuai standar. Belum semua pengadilan menganggarkan swab test dan rapid test berkala,” ujar Liza dalam keterangan tertulis yang diperoleh KORAN SINDOkemarin.

Dia mengungkapkan, tuntutan pelayanan publik oleh pengadilan juga belum dijawab dengan penyediaan pelayanan publik secara virtual yang mumpuni. Hal tersebut, ujar dia, terjadi karena ada masalah dukungan fasilitas dan anggaran untuk penyediaan pelayanan publik secara virtual. Liza menggariskan, lambannya MA dan badan peradilan di bawahnya dalam menangani dan menanggulangi penyebaran Covid-19 juga terlihat dari pembentukan satgas. Satgas baru dibentuk MA berdasarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor: 623/SEK/SK/XI/2020 pada September 2020. “Satgas Covid-19 dibentuk enam bulan setelah pandemi. SEMA terkait Covid-19 dari MA belum jelas sebagai acuan penanganan Covid-19,” ungkapnya. (Lihat videonya: Warga Lebak Panggul Motor Menerobos Banjir)

Liza melanjutkan, sejak September hingga Oktober belum ada pusat data Covid-19 di pengadilan dan Satgas Covid-19 MA. Di sisi lain, data penyebaran dan penanganan Covid-19 di lingkungan peradilan di laman https://corona.mahkamahagung.go.id/ juga tidak detail, utuh, dan transparan. Sebagai contoh, berdasarkan laman tersebut per 6 Oktober 2020 ada sembilan orang aparat peradilan yang meninggal dunia. Sedangkan data Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) menunjukkan untuk hakim saja sudah di atas 50 orang yang wafat.

“Ada tiga alasan kenapa data di laman corona.mahkamahagung tidak transparan dan tidak melibatkan publik. Pertama, tidak ada data jumlah aparat pengadilan yang positif Covid-19 dan asal instansinya. Kedua, akses itu hanya untuk internal pengadilan dan tidak untuk pengguna layanan pengadilan dalam hal ini masyarakat pencari keadilan. Ketiga, satu satuan kerja di lingkungan MA dan badan peradilan di bawahnya hanya bisa menggunakan satu akun,” tandasnya. (Sabir Laluhu)
(ysw)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More