Pilkada Serentak, Pelanggar Prokes Pertaruhkan Suara Pemilih

Senin, 26 Oktober 2020 - 08:05 WIB
Kampanye Daring Belum Jadi Pilihan Utama

Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bina Adwil Kemendagri) Syafrizal mengatakan kampanye daring belum menjadi pilihan utama para calon kepala daerah dalam kampanye. Pasalnya banyak kepala daerah yang memilih berkampanye tatap muka di pilkada kali ini.

Padahal seperti diketahui pertemuan tatap muka dalam pilkada dibatasi untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19. "Dari angka-angka statistik yang kita peroleh ternyata metode pertemuan terbatas dan tatap muka merupakan metode yang paling banyak digunakan," katanya beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan dari laporan yang masuk, angka statistik menunjukkan pelanggaran terbanyak adalah pertemuan tatap muka dengan jumlah peserta lebih dari 50 orang. Padahal sesuai dengan ketentuan, pertemuan terbatas itu memang dibatasi, maksimal 50 orang.

"Catatannya dari tanggal 26 September sampai dengan 1 Oktober terjadi pelanggaran protokol kesehatan 54. Kemudian ada konser pelaksanaan konser sebanyak 3 aktivitas atau kegiatan. Ini menunjukkan bahwa pelanggaran berkumpul lebih dari 50 orang adalah yang terbanyak," ujarnya. (Baca juga: Rawan Korupsi, KPK Akan Monitor Pilkada di Daerah Ini)

Kemudian dari tanggal 2 sampai dengan 8 Oktober terdapat 16 kali pertemuan terbatas dengan peserta lebih dari 50 orang. Sementara itu pelanggaran berupa pentas musik atau konser tidak ada. “Sedangkan di periode dari tanggal 9 sampai dengan 15 Oktober 2020, pelanggaran protokol kesehatan yang terbanyak masih pertemuan dengan peserta lebih dari 50 orang. Tercatat ada 25 kali pelanggaran,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan pelanggaran-pelanggaran ini sudah menjadi catatan Bawaslu. Mereka telah melakukan teguran dan pembubaran pertemuan tatap muka yang melanggar protokol kesehatan. “Teguran oleh Bawaslu sudah dilakukan, 230 kali yang diberikan peringatan dan 35 untuk pembubaran,” katanya.

Dia mengimbau petugas di lapangan, jika sebuah pertemuan melebihi 50 orang dan saat diperingatkan lalu langsung menaati aturan, tidak perlu ada pembubaran. “Jika diingatkan petugas di lapangan ternyata bisa dikurangi tetap dengan protokol jaga jarak pakai masker, acara kampanye dapat terus dilakukan. Potensi penularannya paling banyak adalah jika berkumpul di atas 50 orang tanpa jaga jarak tanpa pakai masker,” katanya.

Pemerintah Harus Lebih Tegas

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai Pemerintah dan DPR serta penyelenggara pemilu harus tegas, jangan hanya semangat hntuk menyelenggarakan pilkada saja, tapi membiarkan semua proses pelanggaran protokol kesehatan ini terjadi begitu saja. (Baca juga: Positif Covid-19, Presiden Polandia Minta Maaf)

"Jangan hanya DPR, Pemerintah dan penyelenggara negara ini semangat untuk membahas penyelenggaraan negara saja pada 9 Desember, tapi tidak dibarengi dengan semangat untuk menindak mereka yang melangar," tuturnya.

Sebab, setelah pilkada ditetapkan dan banyak pasangan calon melakukan pelanggaran, mrnurut Adi, Pemerintah dan DPR seperti tidak mau bertanggungjawab. "Bawaslu merasa tidak bertanggungjawab karena protokol kesehatan itu domainnya pemerintah, atau bisa menjadi domainnya polisi, jadi siapa yang akan menindak? Jangan sampai ada lepas tangan, saling lempar tanggungjawab," katanya.

Sebab, kata Adi, dulu ketika menetapkan pilkada serentak, Pemerintah dan DPR menyatakan semangatnya atas nama bangsa dan negara dengan saling berpegangan tangan. "Giliran ada pelanggaran saling tuding, tidak atas nama bangsa, tidak atas nama negara, lalu pemrrintah dan DPR bagaimana perannya yang paling getol dan semangat untuk pilkada itu harus lanjut," tuturnya. (Lihat videonya: Skateboard Dapat Melatih Keberanian Anak-anak Sejak Dini)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More