Pilkada Serentak, Pelanggar Prokes Pertaruhkan Suara Pemilih
Senin, 26 Oktober 2020 - 08:05 WIB
Jajak pendapat ini juga menyiratkan angka partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 akan cenderung turun. Sebanyak 40,6% masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan melaksanakan Pilkada 2020 besar kemungkinan datang ke TPS, 3,3% sangat besar kemungkinan datang ke TPS, 36% kecil kemungkinannya datang ke TPS, dan 6,7% sangat kecil kemungkinan datang ke TPS. Sisanya tidak menjawab.
"Sebanyak 57,2% memilih merekomendasi pemilihan secara langsung, datang ke TPS. Hanya 33,1% yang meminta pemilihan secara elektronik atau e-voting (9,7% tidak menjawab)," papar Burhanudin.
Survei ini dilakukan dengan sampel sebanyak 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020. Asumsi metodenya simple random sampling dan memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional dan survei dilakukan pada 24–30 September 2020. (Baca juga: Ratusan Ribu Bayi Meninggal Akibat Polusi Udara)
Kampanye Daring Belum Jadi Pilihan Utama
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bina Adwil Kemendagri) Syafrizal mengatakan kampanye daring belum menjadi pilihan utama para calon kepala daerah dalam kampanye. Pasalnya banyak kepala daerah yang memilih berkampanye tatap muka di pilkada kali ini.
Padahal seperti diketahui pertemuan tatap muka dalam pilkada dibatasi untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19. "Dari angka-angka statistik yang kita peroleh ternyata metode pertemuan terbatas dan tatap muka merupakan metode yang paling banyak digunakan," katanya beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan dari laporan yang masuk, angka statistik menunjukkan pelanggaran terbanyak adalah pertemuan tatap muka dengan jumlah peserta lebih dari 50 orang. Padahal sesuai dengan ketentuan, pertemuan terbatas itu memang dibatasi, maksimal 50 orang.
"Catatannya dari tanggal 26 September sampai dengan 1 Oktober terjadi pelanggaran protokol kesehatan 54. Kemudian ada konser pelaksanaan konser sebanyak 3 aktivitas atau kegiatan. Ini menunjukkan bahwa pelanggaran berkumpul lebih dari 50 orang adalah yang terbanyak," ujarnya. (Baca juga: Rawan Korupsi, KPK Akan Monitor Pilkada di Daerah Ini)
Kemudian dari tanggal 2 sampai dengan 8 Oktober terdapat 16 kali pertemuan terbatas dengan peserta lebih dari 50 orang. Sementara itu pelanggaran berupa pentas musik atau konser tidak ada. “Sedangkan di periode dari tanggal 9 sampai dengan 15 Oktober 2020, pelanggaran protokol kesehatan yang terbanyak masih pertemuan dengan peserta lebih dari 50 orang. Tercatat ada 25 kali pelanggaran,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan pelanggaran-pelanggaran ini sudah menjadi catatan Bawaslu. Mereka telah melakukan teguran dan pembubaran pertemuan tatap muka yang melanggar protokol kesehatan. “Teguran oleh Bawaslu sudah dilakukan, 230 kali yang diberikan peringatan dan 35 untuk pembubaran,” katanya.
"Sebanyak 57,2% memilih merekomendasi pemilihan secara langsung, datang ke TPS. Hanya 33,1% yang meminta pemilihan secara elektronik atau e-voting (9,7% tidak menjawab)," papar Burhanudin.
Survei ini dilakukan dengan sampel sebanyak 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020. Asumsi metodenya simple random sampling dan memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional dan survei dilakukan pada 24–30 September 2020. (Baca juga: Ratusan Ribu Bayi Meninggal Akibat Polusi Udara)
Kampanye Daring Belum Jadi Pilihan Utama
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bina Adwil Kemendagri) Syafrizal mengatakan kampanye daring belum menjadi pilihan utama para calon kepala daerah dalam kampanye. Pasalnya banyak kepala daerah yang memilih berkampanye tatap muka di pilkada kali ini.
Padahal seperti diketahui pertemuan tatap muka dalam pilkada dibatasi untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19. "Dari angka-angka statistik yang kita peroleh ternyata metode pertemuan terbatas dan tatap muka merupakan metode yang paling banyak digunakan," katanya beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan dari laporan yang masuk, angka statistik menunjukkan pelanggaran terbanyak adalah pertemuan tatap muka dengan jumlah peserta lebih dari 50 orang. Padahal sesuai dengan ketentuan, pertemuan terbatas itu memang dibatasi, maksimal 50 orang.
"Catatannya dari tanggal 26 September sampai dengan 1 Oktober terjadi pelanggaran protokol kesehatan 54. Kemudian ada konser pelaksanaan konser sebanyak 3 aktivitas atau kegiatan. Ini menunjukkan bahwa pelanggaran berkumpul lebih dari 50 orang adalah yang terbanyak," ujarnya. (Baca juga: Rawan Korupsi, KPK Akan Monitor Pilkada di Daerah Ini)
Kemudian dari tanggal 2 sampai dengan 8 Oktober terdapat 16 kali pertemuan terbatas dengan peserta lebih dari 50 orang. Sementara itu pelanggaran berupa pentas musik atau konser tidak ada. “Sedangkan di periode dari tanggal 9 sampai dengan 15 Oktober 2020, pelanggaran protokol kesehatan yang terbanyak masih pertemuan dengan peserta lebih dari 50 orang. Tercatat ada 25 kali pelanggaran,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan pelanggaran-pelanggaran ini sudah menjadi catatan Bawaslu. Mereka telah melakukan teguran dan pembubaran pertemuan tatap muka yang melanggar protokol kesehatan. “Teguran oleh Bawaslu sudah dilakukan, 230 kali yang diberikan peringatan dan 35 untuk pembubaran,” katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda