Pangan Bukan Sekadar soal Pasokan
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 05:57 WIB
Fenomena ini menjadi kontras jika dikaitkan dengan ketahanan pangan karena di satu sisi ada kesadaran terhadap produk organik, sementara di sisi lain muncul kerawanan pangan karena ketidakseimbangan demand–supply. Bahkan, situasi ini di Indonesia ditutup dengan impor pangan, apalagi di masa pandemi Covid-19.
Dari fakta itu terlihat bahwa masalah rawan pangan merupakan masalah kronis yang kini dihadapi. Faktor penyebab rawan pangan antara lain lebih cepatnya pertumbuhan penduduk daripada tingkat pertumbuhan produksi pangan, bencana alam, perubahan iklim, dan realita kemunduran sumber daya alam dan lingkungan. Berkenaan dengan ini FAO pada Konferensi FAO Ke-20 November 1970 di Roma mencetuskan resolusi Nomor 179 yang kemudian disepakati semua negara anggota FAO, termasuk Indonesia, yang menetapkan untuk memperingati World Food Day (Hari Pangan Sedunia) mulai 1981 pada setiap 16 Oktober, sesuai hari didirikan FAO. Idealisme ini tidak bisa lepas dari komitmen mengembangkan pertanian pangan dan memenuhi pangan secara mudah dan murah bagi rakyat.
Konsistensi
Kecenderungan rawannya krisis pangan di dunia ini sebenarnya telah diingatkan oleh FAO, yaitu sejak diselenggarakan Konferensi Pangan Sedunia di Roma pada 1974. Indikasi ini kian nyata dengan kian banyak negara di beberapa kawasan dunia cenderung mengarah ke kemiskinan sebagai akibat tersebut. FAO juga menekankan bahwa masalah pangan hendaknya jangan dilihat semata-mata hanya pada masalah di negara-negara berkembang, negara-negara maju pun hendaknya berperan aktif untuk turut membantu mengatasinya. Pada World Food Summit (KTT Pangan Dunia) FAO, November 1996 di Roma, dideklarasikan kemauan politik dan komitmen untuk mencapai ketahanan pangan dan melanjutkan upaya menghapuskan kelaparan dengan memperkecil jumlah penderita kurang pangan.
Problem ketahanan pangan memang sangat kompleks, tidak hanya terkait dengan sisi pasokan pangan yang terkadang harus ditutup dengan impor pangan, tetapi juga aspek harga pangan yang murah untuk rakyat serta akses untuk mendapatkan pangan yang mudah. Oleh karena itu, perkembangan PO juga harus diperhatikan meski di sisi lain juga lebih penting untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Karena itu, komitmen atas ketahanan pangan pada dasarnya adalah tanggung jawab bersama.
Jadi, masa pandemi Covid-19 secara tidak langsung menjadi tantangan karena kemiskinan bertambah sebagai akibat dari PHK massal di sejumlah industri. Padahal, situasi yang menyertainya adalah ancaman kelaparan dan tentu bisa berdampak terhadap berbagai kasus kriminalitas. Mata rantai ini memberikan gambaran bahwa menjaga ketahanan pangan adalah tanggung jawab negara dan karenanya membangun ekonomi perdesaan menjadi penting, termasuk melalui alokasi dana desa yang tahun ini sebesar Rp72 triliun.
Dari fakta itu terlihat bahwa masalah rawan pangan merupakan masalah kronis yang kini dihadapi. Faktor penyebab rawan pangan antara lain lebih cepatnya pertumbuhan penduduk daripada tingkat pertumbuhan produksi pangan, bencana alam, perubahan iklim, dan realita kemunduran sumber daya alam dan lingkungan. Berkenaan dengan ini FAO pada Konferensi FAO Ke-20 November 1970 di Roma mencetuskan resolusi Nomor 179 yang kemudian disepakati semua negara anggota FAO, termasuk Indonesia, yang menetapkan untuk memperingati World Food Day (Hari Pangan Sedunia) mulai 1981 pada setiap 16 Oktober, sesuai hari didirikan FAO. Idealisme ini tidak bisa lepas dari komitmen mengembangkan pertanian pangan dan memenuhi pangan secara mudah dan murah bagi rakyat.
Konsistensi
Kecenderungan rawannya krisis pangan di dunia ini sebenarnya telah diingatkan oleh FAO, yaitu sejak diselenggarakan Konferensi Pangan Sedunia di Roma pada 1974. Indikasi ini kian nyata dengan kian banyak negara di beberapa kawasan dunia cenderung mengarah ke kemiskinan sebagai akibat tersebut. FAO juga menekankan bahwa masalah pangan hendaknya jangan dilihat semata-mata hanya pada masalah di negara-negara berkembang, negara-negara maju pun hendaknya berperan aktif untuk turut membantu mengatasinya. Pada World Food Summit (KTT Pangan Dunia) FAO, November 1996 di Roma, dideklarasikan kemauan politik dan komitmen untuk mencapai ketahanan pangan dan melanjutkan upaya menghapuskan kelaparan dengan memperkecil jumlah penderita kurang pangan.
Problem ketahanan pangan memang sangat kompleks, tidak hanya terkait dengan sisi pasokan pangan yang terkadang harus ditutup dengan impor pangan, tetapi juga aspek harga pangan yang murah untuk rakyat serta akses untuk mendapatkan pangan yang mudah. Oleh karena itu, perkembangan PO juga harus diperhatikan meski di sisi lain juga lebih penting untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Karena itu, komitmen atas ketahanan pangan pada dasarnya adalah tanggung jawab bersama.
Jadi, masa pandemi Covid-19 secara tidak langsung menjadi tantangan karena kemiskinan bertambah sebagai akibat dari PHK massal di sejumlah industri. Padahal, situasi yang menyertainya adalah ancaman kelaparan dan tentu bisa berdampak terhadap berbagai kasus kriminalitas. Mata rantai ini memberikan gambaran bahwa menjaga ketahanan pangan adalah tanggung jawab negara dan karenanya membangun ekonomi perdesaan menjadi penting, termasuk melalui alokasi dana desa yang tahun ini sebesar Rp72 triliun.
(bmm)
tulis komentar anda