Pengesahan UU Cipta Kerja, Jabatan Wamen, dan Kepentingan Tersembunyi Anggota Dewan
Rabu, 07 Oktober 2020 - 13:30 WIB
Jadi, lanjut dia, kalau skenario pada kemungkinan yang kedua ini benar adanya, maka PKS dan Demokrat telah berhasil lolos dari jebakan batman tersebut. Sedangkan pada kemungkinan yang ketiga, jabatan wamen mungkin saja memang sudah dipersiapkan untuk parpol tertentu yang sebelumnya telah membuat kesepakatan dengan Presiden.
"Kan bisa saja ada 'deal-deal' politik yang sudah dirancang sebelumnya antara pemerintah dan parpol tertentu dalam rangka memuluskan pengesahan omnibus law di DPR. Soal yang beginian kan publik sudah pahamlah dengan tabiat parpol yang kerap membarter dukungannya kepada pemerintah dengan imbal balik kursi di kementerian," ujarnya.
Dia berpendapat, mungkin saja skenarionya parpol menuntut Presiden untuk lebih dahulu menerbitkan Perpres soal posisi Wamen, sebelum parpol bersangkutan menyatakan sikap mendukung pengesahan RUU Ciptaker. Jadi, itu semacam jaminan yang dipersyaratkan oleh parpol kepada Presiden.
( ).
"Untuk menguji kemungkinan yang ketiga ini, nanti kita lihat: siapa parpol yang kelak dapat jatah kursi Wamenaker dan Wamenkop UKM," katanya.
Selain itu, ada juga kemungkinan yang keempat. Selain soal barter jabatan, kata Said, parpol-parpol yang mendukung pengesahan omnibus law mungkin saja mendapatkan uang atau materi lainnya dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengesahaan undang-undang tersebut.
"Dalam praktik pembentukan undang-undang di DPR, soal itu sudah jadi rahasia umum. Lihat saja kasus-kasus korupsi yang telah diputus oleh pengadilan dan terbukti melibatkan anggota Dewan. Termasuk ada undang-undang yang belakangan diketahui memuat pasal siluman atas pesanan pihak tertentu. Dari sini indikasi dari kemungkinan yang keempat bisa dimajukan," imbuhnya.
Adapun kemungkinan yang kelima, menurut dia, terlepas soal barter jabatan dan praktik transaksional yang bersifat koruptif, mungkin juga anggota DPR yang berasal dari fraksi-fraksi yang setuju atas pengesahan omnibus law sebetulnya memiliki kepentingan tersembunyi. Dia membeberkan data menunjukkan bahwa pada saat anggota DPR Periode 2019-2024 dilantik, ada 262 Anggota yang berprofesi sebagai pengusaha. "Itu artinya, hampir 46 persen kursi DPR diduduki oleh para pemilik modal alias para cukong," katanya.
( ).
Dia melanjutkan, angka itu sekarang mungkin saja sudah bertambah melampaui separuh jumlah kursi parlemen. Sebab, seolah sudah menjadi tradisi mereka yang menduduki posisi penting kenegaraan biasanya akan langsung terjun ke dunia bisnis.
"Kan bisa saja ada 'deal-deal' politik yang sudah dirancang sebelumnya antara pemerintah dan parpol tertentu dalam rangka memuluskan pengesahan omnibus law di DPR. Soal yang beginian kan publik sudah pahamlah dengan tabiat parpol yang kerap membarter dukungannya kepada pemerintah dengan imbal balik kursi di kementerian," ujarnya.
Dia berpendapat, mungkin saja skenarionya parpol menuntut Presiden untuk lebih dahulu menerbitkan Perpres soal posisi Wamen, sebelum parpol bersangkutan menyatakan sikap mendukung pengesahan RUU Ciptaker. Jadi, itu semacam jaminan yang dipersyaratkan oleh parpol kepada Presiden.
( ).
"Untuk menguji kemungkinan yang ketiga ini, nanti kita lihat: siapa parpol yang kelak dapat jatah kursi Wamenaker dan Wamenkop UKM," katanya.
Selain itu, ada juga kemungkinan yang keempat. Selain soal barter jabatan, kata Said, parpol-parpol yang mendukung pengesahan omnibus law mungkin saja mendapatkan uang atau materi lainnya dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengesahaan undang-undang tersebut.
"Dalam praktik pembentukan undang-undang di DPR, soal itu sudah jadi rahasia umum. Lihat saja kasus-kasus korupsi yang telah diputus oleh pengadilan dan terbukti melibatkan anggota Dewan. Termasuk ada undang-undang yang belakangan diketahui memuat pasal siluman atas pesanan pihak tertentu. Dari sini indikasi dari kemungkinan yang keempat bisa dimajukan," imbuhnya.
Adapun kemungkinan yang kelima, menurut dia, terlepas soal barter jabatan dan praktik transaksional yang bersifat koruptif, mungkin juga anggota DPR yang berasal dari fraksi-fraksi yang setuju atas pengesahan omnibus law sebetulnya memiliki kepentingan tersembunyi. Dia membeberkan data menunjukkan bahwa pada saat anggota DPR Periode 2019-2024 dilantik, ada 262 Anggota yang berprofesi sebagai pengusaha. "Itu artinya, hampir 46 persen kursi DPR diduduki oleh para pemilik modal alias para cukong," katanya.
( ).
Dia melanjutkan, angka itu sekarang mungkin saja sudah bertambah melampaui separuh jumlah kursi parlemen. Sebab, seolah sudah menjadi tradisi mereka yang menduduki posisi penting kenegaraan biasanya akan langsung terjun ke dunia bisnis.
tulis komentar anda