Pengesahan UU Cipta Kerja, Jabatan Wamen, dan Kepentingan Tersembunyi Anggota Dewan
Rabu, 07 Oktober 2020 - 13:30 WIB
Nah, rupa-rupanya Presiden tidak mengabulkan permohonan itu. Praktis tidak ada kesepakatan apa pun dari pertemuan tersebut. "Soal tawaran jabatan memang saya pernah mendengar. Beberapa kawan memberitahukan Iqbal pernah ditawari untuk memimpin sebuah lembaga pemerintah nonkementerian. Tetapi tawaran itu sudah lama. Kira-kira masih di awal-awal periode pemerintahan sekarang. Jauh sebelum ada isu penolakan RUU Ciptaker. Dan dia menolak tawaran itu secara sopan," tuturnya.
Dia mengatakan, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea juga sudah mengonfirmasi bahwa sama sekali tidak ada pembahasan soal posisi Wamen saat bertemu Presiden. Seandainya pun ada penawaran posisi wamen, Said kira kecil kemungkinan Andi mau menerimanya.
"Andi itu kelasnya menteri. Dulu dia bahkan nyaris diangkat sebagai menteri sebelum akhirnya terpental akibat intrik dari salah satu partai politik," tutur pemerhati kenegaraan ini.
Maka itu, kalau cuma jabatan Wamen, Said memperkirakan Andi bisa dengan gampang mendapatkannya kalau saja mau. "Hubungan persahabatannya dengan Presiden kan erat sekali. Mungkin dia jauh lebih dekat dengan Jokowi daripada Luhut Binsar Pandjaitan," ujarnya.
Hanya saja, kata Said, Andi Gani bukan tipe orang yang haus jabatan. "Setahu saya, di awal periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi dia bahkan sudah pernah ditawari posisi Wamen. Tetapi tawaran itu dia tolak secara halus. Kalau jabatan yang ditawarkan itu strategis dan bisa menjadi alat baginya untuk memperjuangkan nasib buruh, mungkin saja dia akan pertimbangkan. Jadi, saya termasuk yang tidak yakin pada kemungkinan yang pertama itu," ungkapnya.
Maka, lanjut dia, perlu juga dilihat pada kemungkinan yang kedua. Dugaan kedua, kata Said, dua jabatan Wamen yang masing-masing dibentuk melalui Perpres 95/2020 dan Perpres 96/2020 tersebut memiliki keterkaitan dengan proses politik omnibus law di DPR.
Ada kemungkinan, kata dia, dua posisi itu sengaja disiapkan pemerintah untuk mempengaruhi parpol yang dipandang memiliki kecenderungan akan menolak pengesahan UU Ciptaker.
"Jadi, kursi wamen itu sengaja diciptakan sebagai iming-iming belaka. Pemerintah seolah ingin memberi pesan kepada parpol: kalau 'you' loloskan omnibus law, kami punya dua slot kursi kosong di kementerian. Karena bersifat rayuan, maka bisa saja dua kursi wamen itu diciptakan sebagai jebakan batman," ujarnya.
Artinya, kata dia, kursi Wamen tidak sungguh-sungguh akan diberikan sekalipun parpol bersangkutan sudah mengubah sikap politiknya mendukung omnibus law. "Nah, masuk perangkap deh tuh partai. Alih-alih dapat jatah Wamen, mereka justru akan mendapat stigma buruk dari masyarakat karena lebih mementingkan jabatan daripada nasib rakyat," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika partai yang hendak dipikat itu PKS dan Partai Demokrat, jelas strategi itu telah gagal total. Sebab, dia mengatakan, kedua partai tersebut telah menunjukkan ketegasannya menolak pengesahan RUU Ciptaker menjadi undang-undang.
Dia mengatakan, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea juga sudah mengonfirmasi bahwa sama sekali tidak ada pembahasan soal posisi Wamen saat bertemu Presiden. Seandainya pun ada penawaran posisi wamen, Said kira kecil kemungkinan Andi mau menerimanya.
"Andi itu kelasnya menteri. Dulu dia bahkan nyaris diangkat sebagai menteri sebelum akhirnya terpental akibat intrik dari salah satu partai politik," tutur pemerhati kenegaraan ini.
Maka itu, kalau cuma jabatan Wamen, Said memperkirakan Andi bisa dengan gampang mendapatkannya kalau saja mau. "Hubungan persahabatannya dengan Presiden kan erat sekali. Mungkin dia jauh lebih dekat dengan Jokowi daripada Luhut Binsar Pandjaitan," ujarnya.
Hanya saja, kata Said, Andi Gani bukan tipe orang yang haus jabatan. "Setahu saya, di awal periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi dia bahkan sudah pernah ditawari posisi Wamen. Tetapi tawaran itu dia tolak secara halus. Kalau jabatan yang ditawarkan itu strategis dan bisa menjadi alat baginya untuk memperjuangkan nasib buruh, mungkin saja dia akan pertimbangkan. Jadi, saya termasuk yang tidak yakin pada kemungkinan yang pertama itu," ungkapnya.
Maka, lanjut dia, perlu juga dilihat pada kemungkinan yang kedua. Dugaan kedua, kata Said, dua jabatan Wamen yang masing-masing dibentuk melalui Perpres 95/2020 dan Perpres 96/2020 tersebut memiliki keterkaitan dengan proses politik omnibus law di DPR.
Ada kemungkinan, kata dia, dua posisi itu sengaja disiapkan pemerintah untuk mempengaruhi parpol yang dipandang memiliki kecenderungan akan menolak pengesahan UU Ciptaker.
"Jadi, kursi wamen itu sengaja diciptakan sebagai iming-iming belaka. Pemerintah seolah ingin memberi pesan kepada parpol: kalau 'you' loloskan omnibus law, kami punya dua slot kursi kosong di kementerian. Karena bersifat rayuan, maka bisa saja dua kursi wamen itu diciptakan sebagai jebakan batman," ujarnya.
Artinya, kata dia, kursi Wamen tidak sungguh-sungguh akan diberikan sekalipun parpol bersangkutan sudah mengubah sikap politiknya mendukung omnibus law. "Nah, masuk perangkap deh tuh partai. Alih-alih dapat jatah Wamen, mereka justru akan mendapat stigma buruk dari masyarakat karena lebih mementingkan jabatan daripada nasib rakyat," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika partai yang hendak dipikat itu PKS dan Partai Demokrat, jelas strategi itu telah gagal total. Sebab, dia mengatakan, kedua partai tersebut telah menunjukkan ketegasannya menolak pengesahan RUU Ciptaker menjadi undang-undang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda