Bangun Konten Medsos Berkualitas

Jum'at, 11 September 2020 - 06:23 WIB
Masalah literasi digital yang buruk ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Rulli menjelaskan situasi serupa juga terjadi di berbagai negara seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Saat ini Indonesia sedang memasuki tahap belajar bermedia sosial yang baik dan benar. Dia memprediksi 5–10 tahun ke depan masyarakat sudah matang dalam berselancar dan mengisi konten di medsos.

Pemerintah sebenarnya sudah menjalankan beberapa program agar konten di medsos berkualitas seperti dengan program siber kreasi dan gen posting. Masalahnya, yang harus dijangkau dan diedukasi itu sangat banyak. Rulli pun mengusulkan adanya undang-undang (UU) khusus tentang medsos. “Sekarang tinggal kerja sama lintas departemen, misalnya Kemenkumham (pengaturan) tentang hak cipta dan penggunaan lagu. Ada sanksi bagi kreator konten, jadi tidak hanya sosial. Perusahaan medsos harus bertanggung jawab terhadap prank-prank yang tidak bagus. Saya pikir semua harus bergerak,” tuturnya.

Perlu Kesadaran Diri

Pegiat medsos Adjie Santosoputro mengatakan konten tak berkualitas cenderung mengarah pada yang instan dan ingin cepat viral. Padahal keinginan instan tersebut biasanya menghalalkan segala cara. “Intinya tidak adanya kesadaran diri menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan berbagai cara untuk membuat konten demi mendapatkan banyak views, perhatian penonton, atensi orang,” kata Youtuber yang memiliki lebih dari 14.000 subscribers di kanal Adjie SantosoputroTV itu. (Baca juga: Tuntutlah Ilmu hingga ke Negeri China Ternyata Bukan Hadis Shahih)

Tidak dapat dimungkiri jumlah subscriber atau views juga ikut berpotensi terhadap peluang mendapatkan rezeki. Namun, menurut dia, setiap orang punya motivasi masing-masing, apakah hanya ingin berburu uang, jumlah views, dan sebagainya. “Tapi kalau memahami hidup hanya seperti itu, akibatnya akan bermain dengan cara meningkatkan views saja. Yang penting attention banyak. Enggak peduli kontennya kualitasnya seperti apa,” ujar lulusan Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Youtuber Akhmad Ridha Ardhillah alias Rio Ardhillah mengatakan, menjadi kreator konten yang cerdas harus dimulai dari mindset. Termasuk jika ingin mencerdaskan bangsa dan memberikan nilai yang bagus untuk masyarakat, pasti konten yang dibuat akan diarahkan ke sana. “Harus dimulai dulu dari mindset-nya. Kalau semata-mata hanya mencari views, bukan values, itu pasti akan menghalalkan segala cara,” kata Rio.

Hanya saja semua itu kembali lagi pada pasar Indonesia. Konten edukatif, inspiratif memang sangat kurang. Di sisi lain kreator konten juga harus bisa bertahan di situasi pandemi yang terjadi saat ini. (Baca juga: Inilah Negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu Ledak Nuklir)

Untuk membuat konten menjadi viral, lanjut Rio, rumusnya ada dua, yaitu based on trend dan relateable dengan apa yang terjadi di sekitar masyarakat. Menurut dia, based on trend justru terkadang disalahartikan banyak orang. Padahal anak muda harus bisa menyaring mana tren yang baik dan buruk. Sementara itu konten relateable umumnya bisa dikaitkan dengan karakter penonton Indonesia yang tidak ingin berpikir terlalu berat. Bisa menyajikan konten yang “receh”, tetapi tetap ada nilai edukasi.

Anggota Komisi I DPR Yan Permenas Mandenas mengatakan, bagi sebagian orang, masih ada yang beranggapan bahwa medsos tidak menarik jika tidak diisi berita yang sifatnya hoaks. Fakta ini harus diubah dengan konten-konten yang sifatnya membangun pemikiran positif karena konten negatif, apalagi yang berbau provokatif, bisa sangat berbahaya.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, saat ini Komisi I DPR masih melakukan pembahasan dengan beberapa mitra baik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) maupun Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menangani konten-konten berbau hoaks.

Saat ini konten medsos bernada negatif cenderung dominan dan kerap mencuri perhatian publik. Karena itu Komisi I DPR mendorong Kementerian Kominfo untuk membentuk data center yang dikoneksikan dengan beberapa lembaga atau kementerian sehingga semua konten yang beredar di medsos bisa dipantau dan diverifikasi. "Jika ada konten-konten negatif bisa dikendalikan pemerintah. Jangan sampai konten-konten negatif seperti hoaks ini terus dimainkan," tutur politikus asal Papua itu.

Komisi I juga mendorong untuk segera menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi. Dengan adanya UU tersebut, ke depan akan ada kepastian dan jaminan hukum kepada setiap warga negara untuk menggunakan medsos secara patut. (Lihat videonya: Mengenang Perjuangan Tentara Pelajar di Monumen Rejodani)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More