Kerusakan Ekologis, Imunitas Anak-Cucu dan Kewajiban Negara

Kamis, 03 September 2020 - 13:01 WIB
Kalau hanya 93 juta warga yang mendapatkan vaksin gratis, berarti hampir 60% dari 260 juta jiwa penduduk Indonesia harus membeli vaksin. Pertanyaannya; apakah semua dari 160 juta lebih warga mampu membeli vaksin seharga Rp440.448 itu? Faktor lain yang juga patut diperhitungkan adalah risiko ketika tidak semua penduduk tidak menerima vaksin karena alasan tidak mampu membeli atau percaya diri berlebihan, serta meremehkan ancaman Covid-19. Jika di antara mereka akhirnya ada yang tertular Covid-19, sama artinya kehadiran vaksin corona belum menyelesaikan masalah.

Dalam konteks mereduksi atau mengeliminasi ancaman Covid-19 terhadap seluruh rakyat, kebutuhan dan pengadaan akan vaksin penangkal virus korona idealnya menjadi beban investasi negara. Sebab, negara akan kuat jika rakyatnya tangguh dan kompetitif karena imunitasnya yang mumpuni. Jadi, pemberian vaksin korona kepada seluruh rakyat patut dipahami sebagai bagian dari upaya membangun dan mewujudkan ketahanan nasional.

Virus korona penyebab sakit Covid -9 muncul karena kerusakan ekologis. Sudah lebih dari setengah abad manusia modern menyadari rusaknya lingkungan hidup. Namun, kesadaran itu tak juga mampu mencegah kerusakan ekosistem tumbuhan dan ekosistem hewan, termasuk gagal mencegah pencemaran air dan pencemaran udara. Keterkaitan antara sumber virus atau penyakit dengan kerusakan ekosistem sudah berulang-ulang diingatkan oleh para ilmuwan.

Sejumlah penelitian di tahun-tahun terdahulu sudah mengindikasikan bahwa munculnya sejumlah virus yang mengganggu kesehatan manusia bersumber dari kegiatan manusia merusak keseimbangan alam. Kegiatan merambah hutan yang marak memungkinkan patogen atau mikroorganisme parasit pada beragam satwa liar berpindah ke manusia. Mikroorganisme parasit itulah yang menjadi penyebab atau sumber beragam penyakit.

Rusaknya keseimbangan alam juga disebabkan ulah manusia modern melakukan pencemaran. Salah satu contoh korban pencemaran adalah berita kematian ikan paus jenis Sperm wale sepanjang 9,6 meter yang terdampar di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada November 2018. Dari dalam perut ikan paus itu, tersimpan sampah plastik seberat 5,9 kg. Kasus serupa ditemukan di berbagai belahan dunia dan itu semua sudah cukup jelas menggambarkan tingginya derajat pencemaran di laut. Pencemaran tak terhindarkan karena semua sampah plastik terurai menjadi butiran kecil, untuk kemudian masuk ke tubuh manusia melalui air minum, makanan laut dan garam.

Berdasarkan catatan dan data historis itu, serta mengacu pada kerusakan ekologis yang kini semakin parah, para ahli berpendapat bahwa pandemi Covid-19 akibat wabah mengglobal virus Corona (SARS-CoV-2) bukanlah yang terakhir. Virus-virus baru yang mengganggu kesehatan manusia berpotensi muncul lagi di kemudian hari sebagai reaksi bumi akibat ketidakseimbangan alam semesta.

Maka, negara harus terus berupaya dan berinvestasi untuk menjaga dan meningkatkan imunitas generasi anak-cucu.
(ras)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More