Pilkada Sebaiknya Mengikuti Aturan Pilpres yang Baru
Rabu, 15 Januari 2025 - 17:44 WIB
JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold ) mendapatkan sentimen positif dari 68,19% masyarakat. Hal ini membuka peluang bagi setiap partai politik untuk mencalonkan presiden, membawa harapan baru bagi demokrasi Indonesia.
Namun, momentum reformasi ini seharusnya tidak hanya berhenti di tingkat nasional. Berdasarkan riset LSI Denny JA yang dilakukan pada 2-7 Januari 2025 melalui analisis komputasional percakapan digital mayoritas publik menyuarakan keinginan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) juga mengadopsi model serupa. Setiap partai politik diusulkan dapat mencalonkan kepala daerah, dengan pemilihan tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Pendiri LSI Denny JA, Denny Januar Ali menjelaskan, analisis menggunakan alat 'LSI Internet' untuk mendeteksi topik dan sentimen publik. Informasi dikumpulkan dari berbagai platform digital seperti media sosial, berita online, blog, forum, video, hingga podcast. Dari 7.079 percakapan digital yang dikumpulkan, mayoritas percakapan memandang keputusan MK sebagai langkah inklusif dan berani. Namun, sebagian kecil, 31,81% mengkhawatirkan potensi fragmentasi politik dengan banyaknya kandidat.
"Lima alasan utama mendukung penghapusan presidential threshold. Pertama, demokrasi menjadi lebih inklusif karena semua partai memiliki hak yang sama untuk mencalonkan kandidat. Kedua, kompetisi politik menjadi lebih sehat karena dominasi partai besar berkurang. Ketiga, peluang bagi pemimpin baru terbuka lebar, memberikan harapan kepada tokoh-tokoh muda dan inovatif. Keempat, politik transaksional, yang selama ini menjadi momok dalam sistem politik kita, dapat diminimalkan. Dan yang terpenting, kelima, partisipasi publik meningkat karena rakyat merasa suara mereka benar-benar berarti. Demokrasi, pada akhirnya, adalah tentang rakyat, bukan elite," kata Denny JA dalam laporan risetnya, Rabu (15/12/2025).
Wacana untuk mengubah mekanisme pilkada menjadi pemilihan melalui DPRD juga menuai respons negatif. Dari 1.898 percakapan, 76,3% menolak wacana tersebut karena khawatir akan meningkatnya politik transaksional di DPRD. "Demokrasi bukan hanya soal efisiensi biaya, melainkan juga legitimasi, keterwakilan, dan kepercayaan rakyat," kata Denny JA.
Inspirasi dari negara lain menunjukkan keberhasilan model inklusif ini. Di Swiss, partai kecil memiliki peluang besar mencalonkan kandidat. Di Kanada, sistem tanpa ambang batas berhasil mengurangi korupsi politik, sedangkan di Prancis, mekanisme ini melahirkan pemimpin inovatif seperti Emmanuel Macron.
Menurut Denny JA, keputusan monumental MK untuk menghapus ambang batas mencalonkan presiden menandai era baru demokrasi Indonesia. Namun, untuk mencapai demokrasi yang lebih matang, langkah ini harus diiringi perubahan di tingkat pilkada. Dengan memberikan hak kepada setiap partai untuk mencalonkan kepala daerah, Indonesia tidak hanya memperkuat demokrasi lokal tetapi juga menciptakan harmoni sistem politik nasional dan daerah.
"Pilkada langsung adalah simbol kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi. Jika setiap suara dihargai dan setiap rakyat merasa terwakili, demokrasi Indonesia akan semakin kuat dan menjadi model bagi negara lain," katanya.
Namun, momentum reformasi ini seharusnya tidak hanya berhenti di tingkat nasional. Berdasarkan riset LSI Denny JA yang dilakukan pada 2-7 Januari 2025 melalui analisis komputasional percakapan digital mayoritas publik menyuarakan keinginan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) juga mengadopsi model serupa. Setiap partai politik diusulkan dapat mencalonkan kepala daerah, dengan pemilihan tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Pendiri LSI Denny JA, Denny Januar Ali menjelaskan, analisis menggunakan alat 'LSI Internet' untuk mendeteksi topik dan sentimen publik. Informasi dikumpulkan dari berbagai platform digital seperti media sosial, berita online, blog, forum, video, hingga podcast. Dari 7.079 percakapan digital yang dikumpulkan, mayoritas percakapan memandang keputusan MK sebagai langkah inklusif dan berani. Namun, sebagian kecil, 31,81% mengkhawatirkan potensi fragmentasi politik dengan banyaknya kandidat.
"Lima alasan utama mendukung penghapusan presidential threshold. Pertama, demokrasi menjadi lebih inklusif karena semua partai memiliki hak yang sama untuk mencalonkan kandidat. Kedua, kompetisi politik menjadi lebih sehat karena dominasi partai besar berkurang. Ketiga, peluang bagi pemimpin baru terbuka lebar, memberikan harapan kepada tokoh-tokoh muda dan inovatif. Keempat, politik transaksional, yang selama ini menjadi momok dalam sistem politik kita, dapat diminimalkan. Dan yang terpenting, kelima, partisipasi publik meningkat karena rakyat merasa suara mereka benar-benar berarti. Demokrasi, pada akhirnya, adalah tentang rakyat, bukan elite," kata Denny JA dalam laporan risetnya, Rabu (15/12/2025).
Wacana untuk mengubah mekanisme pilkada menjadi pemilihan melalui DPRD juga menuai respons negatif. Dari 1.898 percakapan, 76,3% menolak wacana tersebut karena khawatir akan meningkatnya politik transaksional di DPRD. "Demokrasi bukan hanya soal efisiensi biaya, melainkan juga legitimasi, keterwakilan, dan kepercayaan rakyat," kata Denny JA.
Pilkada Langsung Cerminan Demokrasi Lokal
Sebagai cerminan demokrasi lokal, pilkada diusulkan tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat. Hal ini tidak hanya menjaga legitimasi pemimpin terpilih tetapi juga memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses politik.Inspirasi dari negara lain menunjukkan keberhasilan model inklusif ini. Di Swiss, partai kecil memiliki peluang besar mencalonkan kandidat. Di Kanada, sistem tanpa ambang batas berhasil mengurangi korupsi politik, sedangkan di Prancis, mekanisme ini melahirkan pemimpin inovatif seperti Emmanuel Macron.
Menurut Denny JA, keputusan monumental MK untuk menghapus ambang batas mencalonkan presiden menandai era baru demokrasi Indonesia. Namun, untuk mencapai demokrasi yang lebih matang, langkah ini harus diiringi perubahan di tingkat pilkada. Dengan memberikan hak kepada setiap partai untuk mencalonkan kepala daerah, Indonesia tidak hanya memperkuat demokrasi lokal tetapi juga menciptakan harmoni sistem politik nasional dan daerah.
"Pilkada langsung adalah simbol kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi. Jika setiap suara dihargai dan setiap rakyat merasa terwakili, demokrasi Indonesia akan semakin kuat dan menjadi model bagi negara lain," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda