Usulkan Revisi UU Kejaksaan, Komisi III DPR Himpun Sejumlah UU Terkait
Senin, 31 Agustus 2020 - 15:03 WIB
"Perkembangan lain adalah bahwa penegakan hukum tidak hanya menggunakan pendekatan preventif-represif, namun juga dapat diambil pendekatan lainnya seperti Penyelesaian Sengketa Alternatif sebagaimana halnya mediasi penal. Hal tersebut merupakan salah satu perwujudan dari diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary," tambahnya.
Selain itu, kata Khairul, sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi seperti United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC), United Nations Conventions Against Corurption (UNCAC) yang diratifikasi oleh Indonesia di mana, Indonesia harus menjalankan norma-norma dalam konvensi itu sebagai suatu keataatan.
Norma-norma baru yang ada tersebut juga mempengaruhi terhadap kewenangan, tugas dan fungsi Kejaksaan. "Ketentuan tersebut menjadi alasan perubahan UU Kejaksaan utamanya hal-hal yang berkaitan dengan independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas dan perlindungan bagi para jaksa," tuturnya.
Khairul menambahkan, hal lain yang menjadi penting dalam menguatkan kedudukan jaksa dalam sistem pemerintahan adalah jabatan jaksa sebagai kekhususan di dalam ASN sebagaimana pegawai di TNI dan Polri.
"Karakteristik Jaksa Agung, Kejaksaan dan Jaksa sebagai suatu profesi harus diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan kepegawaian secara khusus," jelas Khairul.
Menurut dia, perubahan ini juga menghimpun beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa yang tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang Jaksa untuk lebih optimal seperti kewenangan melakukan penyidikan dalam tindak pidana korupsi, perusakan hutan, pencucian uang dan tindak pidana lainnya.
"Hal ini sejalan dengan semangat penyederhanaan legislasi sehingga dengan perubahan ini UU Kejaksaan akan lebih komprehensif dan terpadu. Dengan demikian, perubahan UU Kejaksaan 16/2004 merupakan suatu hal yang penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan secara optimal," tandasnya.
Selain itu, kata Khairul, sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi seperti United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC), United Nations Conventions Against Corurption (UNCAC) yang diratifikasi oleh Indonesia di mana, Indonesia harus menjalankan norma-norma dalam konvensi itu sebagai suatu keataatan.
Norma-norma baru yang ada tersebut juga mempengaruhi terhadap kewenangan, tugas dan fungsi Kejaksaan. "Ketentuan tersebut menjadi alasan perubahan UU Kejaksaan utamanya hal-hal yang berkaitan dengan independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas dan perlindungan bagi para jaksa," tuturnya.
Khairul menambahkan, hal lain yang menjadi penting dalam menguatkan kedudukan jaksa dalam sistem pemerintahan adalah jabatan jaksa sebagai kekhususan di dalam ASN sebagaimana pegawai di TNI dan Polri.
"Karakteristik Jaksa Agung, Kejaksaan dan Jaksa sebagai suatu profesi harus diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan kepegawaian secara khusus," jelas Khairul.
Menurut dia, perubahan ini juga menghimpun beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa yang tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang Jaksa untuk lebih optimal seperti kewenangan melakukan penyidikan dalam tindak pidana korupsi, perusakan hutan, pencucian uang dan tindak pidana lainnya.
"Hal ini sejalan dengan semangat penyederhanaan legislasi sehingga dengan perubahan ini UU Kejaksaan akan lebih komprehensif dan terpadu. Dengan demikian, perubahan UU Kejaksaan 16/2004 merupakan suatu hal yang penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan secara optimal," tandasnya.
(maf)
tulis komentar anda