Sejarah Baru Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Australia
Senin, 09 September 2024 - 05:08 WIB
Sedangkan dalam kerja sama pertahanan, hubungan kuat dan produktif dengan Indonesia sangat penting bagi keamanan nasional Australia. Kedua negara yang berbagi perbatasan maritim memiliki kepentingan bersama dan abadi dalam keamanan dan stabilitas, pergerakan bebas perdagangan dan investasi, penanggulangan terorisme, dan penyelundupan manusia.
Australia pun menyambut baik peningkatan fokus Indonesia pada urusan maritim dan Australia akan mengupayakan kerja sama yang lebih besar dalam kegiatan keamanan maritim yang berkontribusi pada kawasan yang stabil dan makmur.
Perkokoh Kerja Sama Berkelanjutan
Hubungan Indonesia-Australia sesungguhnya diawali dengan start yang sangat positif, yakni dukungan Australia akan kemerdekaan Indonesia. Namun dalam perjalanannya, dinamika acap kali mengganggu kerja sama kedua negara. Puncak kemerosotan terjadi saat kemerdekaan Timor-Timur pada 1999, Keterlibaan Australia menyinggung Indonesia, hingga kemudian membatalkan Perjanjian 1995.
Pun setelah Perjanjian Lombok 2006 yang dianggap sudah memberi fondasi kerja sama yang kokoh, hubungan Indonesia-Australia masih saja diwarnai gejolak. Di antara persoalan paling mengemuka adalah ketika Australia mengumumkan terbentuknya AUKUS pada 2021. Salah satu program yang ditarget AUKUS adalah pengembangan armada kapal selam bertenaga nuklir, SSN-AUKUS, untuk memperkuat Angkatan Laut Kerajaan Australia. Rencananya kapal selam sudah beroperasi pada awal 2040-an.
baca juga: Indonesia-Australia Bahas Isu Rantai Pasok dalam Forum Ekonomi Regional Indo-Pasifik
Atas langkah tersebut, Kementerian Luar Negeri Indonesia sempat menyampaikan kekhawatirannya akan tujuan dan sasaran AUKUS, mengingat penggunaan dan pengembangan teknologi nuklir Australia dapat berdampak negatif terhadap Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, pemerintah melunakkan pendiriannya. Seperti pernah disampaikan Presiden Jokowi , AUKUS harus dilihat sebagai mitra Indonesia, bukan pesaing.
Yokie Rahmad Isjchwansyah dalam tulisan ‘’What Can Indonesia Expect From Its Anticipated Defense Cooperation Agreement With Australia?,’’ yang dirilis jurnal The Diplomat pada 11 April 2024, menilai Indonesia perlu memperjelas posisinya terkait pakta pertahanan AUKUS. Apalagi sebagai negara bertetangga dan berbagi perbatasan maritim, penggunaan energi nuklir sangat riskan berpengaruh ke Indonesia.
Namun penandatangan DCA 2024 membuktikan isu AUKUS dan isu-isu lain yang mewarnai dinamika hubungan Indonesia-Australia tidak menggoyahkan semangat kedua negara untuk memperkuat kerjasama pertahanan. Tentu saja, DCS 2024 yang dianggap sejarah baru perjalanan hubungan negara bertetangga ini masih perlu diuji seiring dengan perjalanan waktu dan tantangan yang akan terjadi di masa mendatang.
Pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pasca-penandatanganan DCA 2024 adalah bagaimana Indonesia-Austria mengawal implementasi target yang ingin dicapai, yakni mendukung kerja sama pertahanan semakin kuat dan kokoh dengan memperdalam dialog, memperkuat interoperabilitas, dan meningkatkan pengaturan praktis untuk keuntungan bersama kedua negara.
Australia pun menyambut baik peningkatan fokus Indonesia pada urusan maritim dan Australia akan mengupayakan kerja sama yang lebih besar dalam kegiatan keamanan maritim yang berkontribusi pada kawasan yang stabil dan makmur.
Perkokoh Kerja Sama Berkelanjutan
Hubungan Indonesia-Australia sesungguhnya diawali dengan start yang sangat positif, yakni dukungan Australia akan kemerdekaan Indonesia. Namun dalam perjalanannya, dinamika acap kali mengganggu kerja sama kedua negara. Puncak kemerosotan terjadi saat kemerdekaan Timor-Timur pada 1999, Keterlibaan Australia menyinggung Indonesia, hingga kemudian membatalkan Perjanjian 1995.
Pun setelah Perjanjian Lombok 2006 yang dianggap sudah memberi fondasi kerja sama yang kokoh, hubungan Indonesia-Australia masih saja diwarnai gejolak. Di antara persoalan paling mengemuka adalah ketika Australia mengumumkan terbentuknya AUKUS pada 2021. Salah satu program yang ditarget AUKUS adalah pengembangan armada kapal selam bertenaga nuklir, SSN-AUKUS, untuk memperkuat Angkatan Laut Kerajaan Australia. Rencananya kapal selam sudah beroperasi pada awal 2040-an.
baca juga: Indonesia-Australia Bahas Isu Rantai Pasok dalam Forum Ekonomi Regional Indo-Pasifik
Atas langkah tersebut, Kementerian Luar Negeri Indonesia sempat menyampaikan kekhawatirannya akan tujuan dan sasaran AUKUS, mengingat penggunaan dan pengembangan teknologi nuklir Australia dapat berdampak negatif terhadap Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, pemerintah melunakkan pendiriannya. Seperti pernah disampaikan Presiden Jokowi , AUKUS harus dilihat sebagai mitra Indonesia, bukan pesaing.
Yokie Rahmad Isjchwansyah dalam tulisan ‘’What Can Indonesia Expect From Its Anticipated Defense Cooperation Agreement With Australia?,’’ yang dirilis jurnal The Diplomat pada 11 April 2024, menilai Indonesia perlu memperjelas posisinya terkait pakta pertahanan AUKUS. Apalagi sebagai negara bertetangga dan berbagi perbatasan maritim, penggunaan energi nuklir sangat riskan berpengaruh ke Indonesia.
Namun penandatangan DCA 2024 membuktikan isu AUKUS dan isu-isu lain yang mewarnai dinamika hubungan Indonesia-Australia tidak menggoyahkan semangat kedua negara untuk memperkuat kerjasama pertahanan. Tentu saja, DCS 2024 yang dianggap sejarah baru perjalanan hubungan negara bertetangga ini masih perlu diuji seiring dengan perjalanan waktu dan tantangan yang akan terjadi di masa mendatang.
Pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pasca-penandatanganan DCA 2024 adalah bagaimana Indonesia-Austria mengawal implementasi target yang ingin dicapai, yakni mendukung kerja sama pertahanan semakin kuat dan kokoh dengan memperdalam dialog, memperkuat interoperabilitas, dan meningkatkan pengaturan praktis untuk keuntungan bersama kedua negara.
Lihat Juga :
tulis komentar anda